Follow Us

Kisah Pemuda Dayak yang Berjuang Matian-matian Padamkan Api Karhutla: Ini Bukan Tsunami yang Cuma Tuhan Tahu Kapan Datangnya!

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Jumat, 20 September 2019 | 11:40
Para pemadam api mengandalkan 500 liter air di belakang mobil pikap, yang kemudian habis hanya dalam waktu 10 menit.
BBC News Indonesia

Para pemadam api mengandalkan 500 liter air di belakang mobil pikap, yang kemudian habis hanya dalam waktu 10 menit.

Fotokita.net - Selain mereka yang bergerak di bawah kementerian dan lembaga pemerintahan, sejumlah lembaga swadaya masyarakat pun ikut ambil bagian dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Youth Act Kalimantan salah satunya.

Andrean Perdana, mahasiswa tingkat akhir di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Palangkaraya, memimpin para relawan muda Youth Act untuk membantu upaya pemadaman api di lapangan.

Baca Juga: Bukan Cuma Bahayakan Kesehatan Manusia, Karhutla Juga Makan Korban Ular Langka Ini. Lihat Foto Kematiannya yang Tragis Itu

Ia mengarahkan mereka untuk mengulur selang, menyalakan mesin pompa air, hingga memberikan dorongan semangat bagi anggota tim yang mulai kelelahan.

Baginya, bergumul dengan api serta asap kebakaran hutan dan lahan bukan hal asing.

Pemadam kebakaran, relawan, hingga warga awam bahu-membahu memadamkan api di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
BBC News Indonesia

Pemadam kebakaran, relawan, hingga warga awam bahu-membahu memadamkan api di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

"Dulu sudah sering ikut secara spontan pemadaman-pemadaman bersama warga di kampung dan teman-teman sekolah," ujar Andre, sapaan akrabnya.

Pemuda asli Dayak itu bercerita tentang pengalamannya memadamkan api di belakang sekolahnya dulu di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.

Api kerap muncul dari balik lahan gambut yang terletak dekat dari gedung sekolah.

"Kami belum pulang (dari sekolah), tiba-tiba ada api membesar di belakang gedung sekolah. Dengan respons spontan, kita ambil ember, kita siramin," tuturnya.

Baca Juga: Tergolek Lemah Memakai Masker Oksigen di Rumah Sakit, Lansia Ini Jadi Salah Satu Korban Karhutla. Foto-foto Ini Ungkap Betapa Bahayanya Kabut Asap

Kejadian itu, menurutnya, terjadi beberapa kali di sekitar sekolahnya dulu. Ia, teman dan gurunya memadamkan api dengan menyiram serta memangkas tanaman kering di sekitar lokasi.

Yang membuatnya tidak habis pikir, kejadian itu terus berulang hingga sekarang dengan skala yang lebih besar.

Ia mengaku "tidak bisa terima, dalam hati" melihat bencana di hadapannya.

"Melihat orang-orang sudah tidak sanggup bernapas, di situ saya berpikir, apa yang terjadi sebenarnya?"

Baca Juga: Diguncang dengan Keras Hingga Bikin Mabuk, Tim Pengusir Kabut Asap Terus Berburu Awan. Mengapa Hujan Tak Juga Segera Datang?

Andrean Perdana, mahasiswa tingkat akhir di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Palangkaraya, memimpin para relawan muda Youth Act untuk membantu upaya pemadaman api di lapangan.
BBC News Indonesia

Andrean Perdana, mahasiswa tingkat akhir di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Palangkaraya, memimpin para relawan muda Youth Act untuk membantu upaya pemadaman api di lapangan.

Untuk itulah sejak 2016, setahun setelah kabut asap terparah akibat kebakaran besar hutan dan lahan, Andre memutuskan bergabung dengan tim relawan.

"Ini adalah perbuatan orang-orang tidak bertanggung jawab," imbuhnya dengan nada geram.

Tujuannya hanya satu: menghentikan api yang menghancurkan 'rumahnya', Pulau Kalimantan.

Baca Juga: Jeritan Hati Korban Kabut Asap Kian Menggema, Mengapa Pemerintah Belum Jua Umumkan Status Bencana? Foto-foto Tragis Ini Jadi Bukti...

"Ini bisa dicegah, ini bisa dihentikan. Karena ini bukan bencana alam seperti gempa atau tsunami yang datangnya tiba-tiba - hanya Tuhan yang tahu. Tidak," pungkas Andre.

Berbagai elemen masyarakat turun tangan memadamkan api di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
BBC News Indonesia

Berbagai elemen masyarakat turun tangan memadamkan api di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Keringat mengucur pada wajah pemadam kebakaran, relawan, hingga warga awam yang bahu-membahu memadamkan api pada lahan gambut di sekitar rumah warga di di perbatasan Palangkaraya dan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Rabu (19/09).

Pada hari itu, parit yang dibuat di sekeliling lahan gambut yang terbakar - yang seharusnya dipenuhi air untuk mencegah perambatan api - sudah mengering.

Akibatnya, petugas harus mencari sumur terdekat dan sumber air lainnya, lalu mengangkutnya bolak-balik ke titik api.

Baca Juga: Kabut Asap Masih Selimuti Langit Riau, Presiden Jokowi Salat Istisqa Sebelum Turun ke Lokasi Kebakaran. Akankah Bencana Ini Segera Berlalu? Foto-foto Ungkap Kerja Keras Itu...

Seorang petugas pemadam kebakaran berupaya mematikan api yang melanda kawasan gambut di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Jumat (13/09).
ULET IFANSASTI/GETTY IMAGES

Seorang petugas pemadam kebakaran berupaya mematikan api yang melanda kawasan gambut di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Jumat (13/09).

Sekali jalan, mereka hanya bisa mengangkut 500 liter air dalam tangki yang dibawa di belakang mobil pikap, yang kemudian habis hanya dalam waktu 10 menit.

"Kesulitan kami yang terutama adalah sumber air. Jadi karena ini musim kemarau, Palangkaraya ini kering, sama sekali kering," tutur Zulkarnaen, Koordinator Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kota Palangkaraya.

Selain kelangkaan sumber air, sifat alami gambut kering yang mudah terbakar dan 'menyimpan' bara di dalam rongga tanah, membuat pemadaman api memakan waktu yang lebih lama. Setiap titik setidaknya memerlukan waktu satu jam.

Baca Juga: Cuma di Indonesia, Kabut Asap Bikin Polusi Udara Makin Berbahaya, Orang Ini Justru Naik Sepeda Motor Sambil Merokok dan Tak Kenakan Masker. Lihat Fotonya...

"Harus dipastikan, apinya mati di permukaan juga di dalam," kata Zulkarnaen.

Tagana Kota Palangkaraya - yang dipimpin Zulkarnaen - hanyalah satu dari ratusan tim yang terlibat pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah.

Zulkarnaen, Koordinator Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kota Palangkaraya.
BBC News Indonesia

Zulkarnaen, Koordinator Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kota Palangkaraya.

Menghentikan rambatan api karhutla nyatanya bukan hanya dilakoni para pemadam profesional dan relawan, melainkan juga warga setempat. Seperti I Gusti Putu Tama yang menjaga kebun kecil milik pribadi di Kecamatan Jekan Raya, Palangkaraya.

"Ini tanahnya istri saya," katanya.

Lahannya 'hanya' berukuran 20x40 meter yang terdiri dari tanah gambut. Setelah pensiun, ia sengaja menghabiskan waktu di lahan tersebut untuk bercocok tanam.

Baca Juga: Punya Fitur Paling Canggih dan Resolusi Kamera Mumpuni, Ternyata Begini Alasan Kenapa Hape Baru Belum Tentu Laku di Pasar Kita

"Ini pohon nanas, di depan ini sudah mati semua. Ada rambutan berapa pohon, pohon petai ada juga," tutur Gusti sambil menunjukkan kepada kami kondisi tanaman-tanamannya yang kini terlihat gosong.

Sebagian besar habis terbakar. Api sebelumnya merambat dari lahan gambut milik orang lain di sekitarnya.

Menghentikan rambatan api karhutla nyatanya bukan hanya dilakoni para pemadam profesional dan relawan, melainkan juga warga setempat.
BBC News Indonesia

Menghentikan rambatan api karhutla nyatanya bukan hanya dilakoni para pemadam profesional dan relawan, melainkan juga warga setempat.

Ironisnya, selama dua pekan terakhir, Gusti mengaku hanya ia sendiri pemilik lahan di kawasan itu yang ikut turun memadamkan api.

"Sepandangan mata saya selama berapa hari ini nggak ada yang lewat. Ada satu, cuma nengok aja, lalu pergi lagi. Tidak ada kepedulian," imbuhnya.

Alhasil, pria paruh baya itu pun turut memadamkan api di lahan milik orang lain, agar percikan api tidak menjalar lebih parah ke kebunnya.

Baca Juga: Maksud Hati Ingin Berbagi Keprihatinan Soal Kabut Asap, Pemilik Akun Twitter Ini Justru Bagikan Foto-foto Lawas

Sebelumnya, relawan datang membantu melawan api, namun terhenti karena habisnya sumber air dari sumur galian terdekat. Mobil dari tim pemadam kebakaran tidak bisa masuk ke dekat lahannya, karena akses berupa pematang yang sempit turut menjadi rapuh karena terkena rambatan api.

"Kalau mobil-mobil pemadam itu mungkin di daerah-daerah jalan besar aja. Waterbombing-nya lewat aja, tapi tidak dibom di sini," katanya.

Kepulan asap yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan membumbung di kawasan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Jumat (13/09).
GETTY IMAGES

Kepulan asap yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan membumbung di kawasan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Jumat (13/09).

Gusti lantas menggali sendiri sumur di lahan miliknya untuk bisa mendapatkan air, demi bisa terus menjaga lahannya dari kerusakan yang lebih parah akibat api.

Soal kerugian, ia tidak bisa menghitungnya. Kebun itu ia rawat agar sewaktu-waktu bisa mengajak anak-cucunya berkunjung dan menikmati hasil panen buah-buahan yang ditanamnya.

Baca Juga: Gara-gara Kabut Asap, Kualitas Udara Palangkaraya Dinyatakan Tak Lagi Layak Buat Manusia. Lantas, Bagaimana Nasib Warganya?

Seorang pengendara motor melintasi lahan yang dilanda kebakaran di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Jumat (13/09)
GETTY IMAGES

Seorang pengendara motor melintasi lahan yang dilanda kebakaran di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Jumat (13/09)

"Kalau harga satu pohon rambutan sih berapa saja, 20 ribu? Tapi merawatnya itu empat tahunan loh, Mas," ungkap Gusti getir.

"Tanah sudah begini keadaannya, merawatnya sulit. Perlu tenaga, biaya, mencangkuli lagi karena berlubang-lubang. Kerugiannya bisa dilihat sendiri," tutupnya. (

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest