Keringat mengucur pada wajah pemadam kebakaran, relawan, hingga warga awam yang bahu-membahu memadamkan api pada lahan gambut di sekitar rumah warga di di perbatasan Palangkaraya dan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Rabu (19/09).
Pada hari itu, parit yang dibuat di sekeliling lahan gambut yang terbakar - yang seharusnya dipenuhi air untuk mencegah perambatan api - sudah mengering.
Akibatnya, petugas harus mencari sumur terdekat dan sumber air lainnya, lalu mengangkutnya bolak-balik ke titik api.

Seorang petugas pemadam kebakaran berupaya mematikan api yang melanda kawasan gambut di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Jumat (13/09).
Sekali jalan, mereka hanya bisa mengangkut 500 liter air dalam tangki yang dibawa di belakang mobil pikap, yang kemudian habis hanya dalam waktu 10 menit.
"Kesulitan kami yang terutama adalah sumber air. Jadi karena ini musim kemarau, Palangkaraya ini kering, sama sekali kering," tutur Zulkarnaen, Koordinator Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kota Palangkaraya.
Selain kelangkaan sumber air, sifat alami gambut kering yang mudah terbakar dan 'menyimpan' bara di dalam rongga tanah, membuat pemadaman api memakan waktu yang lebih lama. Setiap titik setidaknya memerlukan waktu satu jam.
"Harus dipastikan, apinya mati di permukaan juga di dalam," kata Zulkarnaen.
Tagana Kota Palangkaraya - yang dipimpin Zulkarnaen - hanyalah satu dari ratusan tim yang terlibat pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah.

Zulkarnaen, Koordinator Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kota Palangkaraya.