Fotokita.net - Pemerintah pusat telah menetapkan label teroris untuk KKB Papua. Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Menurut Mahfud MD, langkah itu diambil berlandaskan Undang-undang Terorisme. Sebagai konsekuensinya, Mahfud memerintahkan aparat keamanan turun tangan.
Dia menyebut Polri dan TNI jadi pihak yang berwenang menangani KKB usai label teroris.
"Pemerintah sudah meminta kepada Polri, TNI, BIN, dan aparat-aparat terkait itu segera melakukan tindakan secara cepat, tegas, dan terukur," tutur Mahfud pada jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (29/4/2021).
Sontak pengumuman itu mengundang beragam reaksi. Salah satunya datang dari Gubernur Papua Lukas Enembe.
Secara terang-terangan, Lukas Enembe menyampaikan pendapat berbeda dengan pemerintah pusat soal penyematan label teroris kepada Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.
Lukas meminta pemerintah pusat mengubah pendekatan dalam menyelesaikan konflik di Papua. Dia berharap pemerintah juga menggunakan cara-cara yang humanis.
"Pemerintah Provinsi Papua menyatakan bahwa rakyat Papua akan tetap dan selalu setia kepada NKRI sehingga kami menginginkan agar pendekatan keamanan (security approach) di Papua dilakukan lebih humanis dan mengedepankan pertukaran kata dan gagasan, bukan pertukaran peluru," kata Lukas lewat keterangan tertulis, Kamis (29/4/2021).
Pendapat itu berbeda dengan keputusan pemerintah pusat. Pemerintah telah menetapkan KKB di Papua sebagai teroris.
Lukas juga mendorong pemerintah pusat agar mengkaji kembali penyematan label teroris ke KKB Papua. Ia juga mendorong TNI-Polri memetakan secara detail lokasi, jumlah anggota, dan ciri-ciri KKB.
Menurutnya, hal itu perlu dilakukan agar pelabelan teroris kepada KKB tak berdampak buruk pada warga Papua.
Dia juga tak ingin ada salah tembak atau salah tangkap dalam operasi TNI-Polri.
"Pemerintah Provinsi Papua juga berpendapat bahwa pemerintah pusat sebaiknya melakukan komunikasi dan konsultasi dengan Dewan Keamanan PBB terkait pemberian status teroris kepada KKB," ucap Lukas.
Pada momentum peringatan HUT OPM 1 Desember, Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda mengumumkan, sejak hari ini pihaknya menyatakan pembentukan Pemerintah Sementara West Papua (menyangkut Papua dan Papua Barat).
Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP), telah menyusun konstitusi baru dan menominasikan Benny Wenda sebagai presiden sementara.
Bahkan, sejumlah media asing menyoroti deklarasi sepihak oleh ULMWP tersebut.
"Mulai hari ini, 1 Desember 2020, kami mulai menerapkan konstitusi kami sendiri dan mengklaim kembali tanah kedaulatan kami,” kata Wenda melalui siaran pers berbahasa Ingris yang dilihat di laman resmi ULMWP, Rabu (2/12/2020).
Benny juga menegaskan, sejak saat dideklarasikan, pihaknya tidak akan tunduk kepada pemerintahan Indonesia.
Dalam keterangan pers disebutkan, pengumuman tersebut menandai intensifikasi perjuangan melawan pemerintahan Indonesia di wilayah tersebut, yang berlangsung sejak 1963.
"Pemerintahan baru yang sedang menunggu bertujuan untuk memobilisasi rakyat Papua Barat untuk mencapai referendum kemerdekaan, setelah itu akan mengambil kendali wilayah dan menyelenggarakan pemilihan umum yang demokratis. Represi Indonesia saat ini membuat pemilu menjadi tidak mungkin," demikian bunyi keterangan yang tertulis.
Langkah ini merupakan penolakan langsung terhadap upaya Jakarta untuk memperpanjang ketentuan 'Otonomi Khusus' di Papua Barat, lanjut pernyataan itu.
Nama Benny Wenda memang terdengar tidak asing lagi.
Ia disebut sebagai 'biang kerusuhan' yang kerap terjadi di Papua.
Benny Wenda adalah petinggi Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang lahir di Lembah Baliem tepat pada HUT Republik Indonesia 1974.
Wenda kemudian menjadi antipati dengan pemerintah Indonesia setelah dirinya mengklaim jika ada serangan udara yang membuat keluarganya menjadi korban.
Dirinya juga mengklaim akibat serangan udara itu kakinya putus satu.
Maka setelah rezim Soeharto tumbang, Benny Wenda lantas angkat senjata meminta papua merdeka walaupun keluarganya sendiri memilih bergabung dengan NKRI
Ia melakukan lobi-lobi kepada pemerintahan Indonesia.
Kepada Majalah Tempo, Benny Wenda juga mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo soal Papua yang masih menggunakan pendekatan militer.
Benny Wenda memuji presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang melakukan pendekatan kemanusiaan.
Cara yang dilakukan Gus Dur antara lain mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua dan membolehkan pengibaran bendera Bintang Kejora selama bersanding dengan bendera Merah Putih.
"Hanya Gus Dur yang berani membela Papua. Dia juga menyebutkan Bintang Kejora sebagai lambang budaya kami," ujar Benny Wenda.
Pada akhir 2008, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menerbitkan buku "Papua Road Map" sebagai hasil penelitian pemetaan masalah utama di Papua.
Dalam penelitiannya, LIPI menyebut persoalan marjinalisasi, diskriminasi dan pelanggaran HAM sebagai bagian dari banyak isu utama di Papua.
Marjinalisasi dan diskriminasi dialami orang asli Papua, baik secara politik, ekonomi, maupun sosial-budaya. Sedangkan, sampai hari ini belum ada masalah pelanggaran HAM yang diselesaikan secara adil, termasuk juga belum berhasil diputusnya siklus kekerasan di Papua yang dilakukan negara.
Baca Juga: Kerusuhan Juga Terjadi di Mimika, Apakah Perlu Status Darurat di Papua Barat?
Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengatakan, Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebenarnya memiliki warisan dalam menyelesaikan persoalan di Papua. Gus Dur selalu mengedepankan dialog dalam menangani masalah di sana.
Ia berharap, pendekatan dialog juga diterapkan oleh pemerintah saat ini dalam menangani situasi setelah aksi unjuk rasa.
"Teladan ini perlu dicontoh sehingga warga Papua tidak lagi diperlakukan secara diskriminatif, didengar aspirasinya, serta dihargai martabat kemanusiaannya," ujar Alissa melalui keterangan tertulisnya, Selasa (20/8/2019).
Semasa hidupnya, Gus Dur memberikan teladan tentang kepedulian akan situasi di Papua. Ia selalu mengedepankan dialog dengan melibatkan kepala suku dan tokoh agama dengan prinsip partisipatif, tanpa kekerasan dan mengutamakan keadilan.
Ia mencontohkan langkah Gus Dur untuk mengembalikan nama Papua sebagai nama resmi dan mengizinkan pengibaran bendera bintang kejora sebagai bendera kebangaan dan identitas kultural masyarakat Papua. Upaya tersebut merupakan bagian dari pendekatan dialog yang dilakukan oleh Gus Dur.
"Gus Dur selalu mengedepankan dialog dan pelibatan tokoh-tokoh non-formal, misalnya kepala suku dan pemimpin agama dengan prinsip partisipatif, non-kekerasan, dan adil," kata Alissa.
Jaringan Gusdurian menyadari sepenuhnya bahwa selama ini Papua sebagai tempat yang memiliki kekayaan alam melimpah justru menjadi kawasan yang tertinggal di Indonesia. Oleh sebab itu, keadilan dan perlakuan yang tidak setara masih terjadi di Papua hingga sekarang.
Dialog yang Setara
Putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid itu pun menegaskan bahwa masyarakat Papua harus dihargai martabatnya sebagai sesama warga negara Indonesia. Ia mengatakan, penyelesaian segala perbedaan harus dilakukan berdasar kesetaraan, keadilan dan kemanusiaan.
"Masyarakat Papua harus dihargai martabatnya sebagai sesama anak bangsa Indonesia yang mempunyai hak yang sama dan setara," tutur dia.
Peneliti LIPI Adriana Elisabeth sependapat. Ia menyarankan pemerintah membuka dialog yang selama ini tidak pernah dibicarakan bersama masyarakat Papua. Dialog dapat menjadi alat untuk mempertahankan suasana tetap damai.
"Jadi untuk jangka panjangnya, berdialoglah tentang apa yang selama ini menjadi ketidaksukaan Papua, atau ketidaksukaan non-Papua kepada Papua. Itu kan harus dibicarakan," ujar Adriana.
Tidak dipungkiri, kerusuhan di Manokwari merupakan buntut aksi protes dari persekusi dan diskriminasi yang dialami mahasiswa Papua di Jawa Timur. Oleh karena itu, Andriana mengingatkan semua pihak untuk berhati-hati dalam menyampaikan label Identitas.
"Karena isu soal identitas itu sangat sensitif apapun agama, suku dan sebagainya, itu dan ini masih masuk dalam pesan intoleransi. Jadi hati-hati kalau tidak dikelola dengan baik, orang akan mudah marah dan mudah tersinggung," kata dia.
(*)