Fotokita.net - Mekipun sudah 7 bulan berlalu, sementara banyak orang sudah mulai mengabaikan virus corona.
Faktanya, misteri tentang asal muasal virus dan identitas orang pertama yang membawa virus corona belum terungkap hingga kini.
Sudah 7 bulan lebih sejah kehebohaan muncul di Wuhan, China ketika virus bernama Corona muncul untuk petama kalinya.
Kini virus tersebut telah menyebar ke seluruh dunia, dan banyak orang sudah terinfeksi.
Kuncinya sebenarnya adalah pada negeri Tirai Bambu, negara yang pertama kali mengumumkan adanya pandemi ini.
Namun, hingga kini China masih terus bungkam terkait Covid-19 dan menganggap semuanya telah berlalu.
Terlepas dari kenyataan itu, menurut Daily Mirror pada Minggu (12/7/2020), sebuah fakta mengejutkan terkuak.
Steve Bannon, kepala ahli strategi Gedung Putih Trump, mengatakan melalui data mata-mata yang sedang menyelidiki Beijing.
Bahwa, pandemi Global ini kemungkinan kuat disebabkan oleh kebocoran dari Institute of Virology di Wuhan.
Sementara itu, dari laboratorium di China kecurigaan terhadap borok China mulai terbongkar dengan munculnya beberapa pembelot.
Banyak ilmuwan China yang dikatakan melakukan pembelotan kepada China dan membocorkan sebagian besar datanya kepada intelijen Barat.
Steve Bannaon, mantan perwira angkatan laut yang berusia 66 tahun itu menuduh, China melakukan hal mencurigakan.
"Saya tahu bahwa sejumlah pembelot sedang bekerja dengan FBI, dan membahas apa yang sedang terjadi di lembaga Wuhan," katanya.
"Lembaga Wuhan dijalankan dengan sangat buruk, dan dikelola dengan sangat buruk," jelas Bannon.

Institut virologi China, yang berlokasi di Wuhan
Berbicara pada Daily Mail, Bannon menambahkan, "Mereka belum berbicara dengan media, tetapi orang-orang dari dalam dan luar laboratorium Wuhan telah datang ke Barat."
"Mereka mungkin sedang membalikkan bukti, tentang kesalahan dan pelaku, Tiongkok mungkin akan terkejut," tambahnya.
"Saya pikir mereka agen mata-mata, memiliki intelijen elektronik, dan mereka melakukan inventarisasi lengkap tentang siapa yang menyediakan akses lab," imbuhnya.
"Mereka kemungkinan memiliki bukti yang meyakinkan, dan ada juga pembelot yang memberikan data," jelasnya.
"Orang-orang di sekitar laboratorium, mulai meninggalkan China dan Hong Kong sejak pertengahan Februari," terangnya.
Bannon mengatakan, " Intelijen AS bersama dengan MI5 dan MI6, sedang membangun kasus hukum yang sangat menyeluruh, yang mungkin memakan waktu lama."

Kulkas penyimpan 1.500 virus termasuk virus corona (SARS/MERS) di Laboratorium Virus Wuhan.
Sementara itu, Bannon juga meminta pemerintah Prancis yang membantu membangun lembaga itu meninggalkan sistem pemantauan Beijing.
Mereka juga telah dihentikan sebelum proyek dibuka pada tahun 2017.
Sementara itu, China sendiri menolak klaim kebocoran laboratorium dan menyebutnya sebagai konspirasi, dan membantah ada yang ditutup-tutupi.
Sementara WHO juga membantah terlibat dalam penyamaran kasus ini.
Ahli ilmu virus (virologi) Tiongkok menyebut bahwa pemerintah China telah menutupi soal wabah Covid-19.
Orang yang ahli dalam bidang virologi dan imunologi di Hong Kong School of Public Health ini mengatakan bahwa Beijing telah tahu virus corona jauh sebelumnya.
Melansir Daily Mail, perempuan bernama Li Meng Yan ini mengatakan bahwa ia dipaksa pergi dari Hong Kong karena tahu apa akibatnya jika ia melapor.
Selama wawancara dengan Fox News, dia juga mengatakan bahwa supervisor-nya mengabaikan penelitian yang dilakukannya sejak awal wabah, yang akhirnya menyebabkan pandemi global Covid-19.

Laboratorium Institut Virologi Wuhan
Dia yakin bahwa penelitiannya mengenai virus corona itu dapat menyelamatkan nyawa, dan telah mempertaruhkan nyawanya dengan melarikan diri ke AS untuk berbagi kisahnya, mengingat bahwa dia mungkin tidak akan pernah bisa kembali ke Hong Kong.
Sebagai laboratorium rujukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang berspesialisasi dalam virus dan pandemi influenza, ia juga percaya bahwa ia dan rekan-rekannya memiliki kewajiban untuk memberi tahu dunia tentang penelitiannya, tetapi tidak ada tindakan yang diambil.
Yan mengatakan dia adalah salah satu ilmuwan pertama yang mempelajari virus corona yang kemudian dikenal sebagai Covid-19, dan mengklaim pada akhir Desember 2019 dia diminta oleh supervisor-nya di Universitas, Dr. Leo Poon, untuk melihat keanehan sekelompok kasus mirip SARS di daratan China.
"Pemerintah China menolak untuk membiarkan para ahli luar negeri, termasuk yang ada di Hong Kong, melakukan penelitian di China," katanya kepada Fox News.

Laboratorium Misterius di Wuhan yang Simpan 1.500 Virus.
"Jadi saya menghubungi teman-teman saya untuk mendapatkan informasi lebih lanjut."
Seorang teman yang dia hubungi adalah seorang ilmuwan di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di China yang katanya memiliki pengetahuan langsung tentang kasus-kasus yang keluar dari Wuhan.
Temannya memberi tahu Yan pada 31 Desember tentang penularan dari manusia ke manusia, beberapa waktu sebelum China atau WHO mengakui bahwa itu mungkin adalah Covid-19.
Pada hari yang sama sekelompok 27 kasus pneumonia dilaporkan di Wuhan, lokasi yang diyakini menjadi tempat virus itu berasal.
Ketika dia memberi tahu atasannya apa yang dilaporkan temannya 'dia hanya mengangguk', kenang Yan, dan menyuruhnya terus melanjutkan penelitiannya.
Pada 9 Januari, WHO mengeluarkan pernyataan yang mengatakan:
"Menurut pihak berwenang China, virus yang dimaksud dapat menyebabkan penyakit parah pada beberapa pasien dan tidak mudah menular antar-orang.
"Ada informasi terbatas untuk menentukan risiko keseluruhan klaster yang dilaporkan ini."
Setelah itu, dia mengatakan bahwa temannya yang berbicara terbuka menjadi tutup mulut, terutama di Wuhan, sementara yang lain memperingatkan Yan untuk tidak bertanya tentang detailnya.
Namun, beberapa sumber mengatakan kepadanya bahwa jumlah penularan dari manusia ke manusia meningkat secara eksponensial.
Tetapi ketika dia melaporkan temuan lebih lanjut kepada atasannya, dia diberitahu "untuk tetap diam, dan berhati-hati".
"Jangan menyentuh garis merah," kata Yan kepada Fox News, merujuk pada pemerintah.
"Kami akan mendapat masalah dan kami akan menghilang."
Yan juga mengklaim bahwa Profesor Malik Peiris, co-direktur laboratorium yang berafiliasi dengan WHO, mengetahui tentang penyebaran penyakit tetapi tidak bertindak.
Sementara Yan mengatakan dia frustrasi, dia tidak terkejut.
"Saya sudah tahu itu akan terjadi karena saya tahu korupsi di antara organisasi internasional seperti WHO kepada pemerintah China, dan Partai Komunis China," katanya.
"Jadi pada dasarnya ... saya menerimanya tetapi saya tidak ingin informasi yang menyesatkan ini menyebar ke dunia."
Baik Cina dan WHO membantah dengan keras soal klaim yang ditutu-tutupi ini.
WHO yang membantah pernah bekerja dengan Yan, atasannya Poon atau Profesor Peiris, mengklaim dalam sebuah pernyataan bahwa sementara Peiris adalah seorang ahli yang telah melakukan misi dan ahli kelompok, dia bukan anggota staf dan tidak mewakili WHO.
Yan sekarang bersembunyi setelah melakukan perjalanan ke AS, dan khawatir bahwa hidupnya dalam bahaya.
Dia juga mengklaim bahwa di rumah pemerintah China sedang bekerja untuk menyabotase reputasinya, mengintimidasi keluarganya dan melakukan serangan cyber terhadapnya.
Universitas Hong Kong menghapus halamannya di situs web mereka, dan dalam sebuah pernyataan kepada Fox News, mengatakan bahwa 'Dr Li-Meng Yan tidak lagi menjadi anggota staf Universitas.'
Sementara itu, kedutaan besar Tiongkok di Amerika Serikat mengatakan kepada kantor berita bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan tentang Yan, dan menyatakan bahwa China menangani pandemi dengan baik.
(*)
Artikel ini telah tayang di Sosok.ID dengan judul Dipaksa Tutup Mulut, Ahli Virologi China Pertaruhkan Nyawa untuk Bongkar Kelakuan Pemerintah Tiongkok yang Diklaim Sengaja Tutupi Virus Corona