Fotokita.net - Beri santunan istri terduga teroris yang terlilit utang bank, Jokowi keukeuh tolak ampuni ISIS eks WNI yang terlunta-lunta di Suriah, ini alasannya
Buntut aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Tengah terus memanjang. Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memerintahkan Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk membongkar akar jaringan teroris yang menjadi otak penyerangan itu.
Seorang terduga teroris,BS, ditangkap Tim Densus 88 diduga karena terlibat aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pada Senin (29/3/2021).
Setelah penangkapan, Densus menggeledah rumah BS di Sukabumi pada Senin sore. Dari penggeledahan itu, Densus mengamankan barang bukti berupa serbuk berwarna hitam yang diduga bahan untuk meracik bom.
S (25), perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat, tak menyangka suaminya, BS, ditangkap anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri di Jakarta Senin (29/3/2021).
Perempuan warga Desa Cibodas, Kecamatan Bojonggenteng, tersebut menceritakan, sejauh ini hanya tahu suaminya bekerja sebagai sopir di Jakarta.
"Iya harapannya dibebaskan aja, soalnya kan saya tidak tahu suami kelakuannya kaya gitu. Tahunya suami sebagai driver, suami di Jakarta tinggal di rumah orang tuanya di Tanjung Priuk," ucapnya dilansir dari Tribunnews.
S mengakui, setelah BS ditangkap, dirinya menjadi tulang punggung keluarga. Dirinya berencana akan mencari pekerjaan untuk memenuhi keperluan bayinya yang masih berusia 3 bulan.
"Anak baru tiga bulan, ini mah (dikasih) asi, kalau nafkah tiap bulan dikasihnya, (sekarang, red) paling, ya gimana ya, paling saya kerja. Kalau ditinggal kerja anak kayaknya pasti formula, paling kerja di garmen kayak gitu," ujarnya seperti dikutip dari Tribun Jabar, Rabu (31/3/2021).
Selain itu, S juga harus mencicil sisa utang bank milik suaminya tersebut. "Masih lama utangnya, kerja buat nutupin utang, utang suami di Jakarta.
Sebelumnya suami punya utang ke bank yang kaya kartu kredit gitu, untuk nutupin ngutang lagi ke bank di Sukabumi. Ada sekitar 1,5 tahun, sebulan 1,5 juta setorannya," jelasnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan bantuan kepada S (25), istri terduga teroris melalui Kepala Polres Sukabumi AKBP Lukman Syarif, Sabtu (3/4/2021).

Kapolres Sukabumi AKBP M Lukman Syarif memberikan bantuan dari Presiden Jokowi kepada SA (25) istri BS terduga teroris di Kampung Limbangan, Desa Cibodas, Kecamatan Bojonggenteng, Kabupaten Sukabumi.
Bantuan Presiden Jokowi itu diserahkan langsung kepada S di rumah kontrakannya di Kampung Limbangan, Desa Cibodas, Kecamatan Bojonggenteng.
Kepala Polres Sukabumi AKBP Lukman Syarif menjelaskan, pemberian bantuan ini berawal dari pemberitaan media online mengenai keluhan S.
Setelah suaminya diamankan Densus 88 Anti-teror belum lama ini, S harus menanggung beban hidup anak yang masih bayi dan membayar cicilan bank.
"Berita media online ini dibaca langsung Pak Presiden Jokowi," jelas Lukman dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu.
Dia mengatakan dalam penyerahan bantuan tersebut Polres Sukabumi mendapatkan kepercayaan melalui staf presiden untuk menyampaikan amanah berupa santunan kepada S. "Ini murni bantuan dan tidak ada maksud lain," kata Lukman.
Lukman mengatakan, S saat menerima bantuan dari Presiden Jokowi terlihat senang karena keluhannya didengar Presiden.
"Istri terduga terlihat senang, keluhannya sampai langsung direspons Pak Presiden Jokowi hingga beban keluarga sangat berkurang," tutur Lukman.
Paur Humas Polres Sukabumi Ipda Aah Saepul Rohman mengatakan, bantuan yang diberikan berupa uang tunai.
"Amanah atau bantuan ini berupa santunan kepada istri terduga teroris berupa uang tunai. Bantuan yang diberikan oleh Polres Sukabumi melalui Kapolres dari staf Kepresidenan ini murni bantuan dan tidak ada maksud lain," ucapnya dikutip dari Tribunnews.
Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi kembali bicara soal nasib 689 WNI yang bergabung dengan ISIS. Jokowi memanggil para WNI itu dengan kalimat “ISIS eks WNI” bukan “WNI eks ISIS”.
Jokowi menggulang dengan tegas menolak memulangkan mereka. Namun, Jokowi membuka pintu ampunan untuk anak yatim-piatu ISIS eks WNI yang umurnya di bawah 10 tahun.
Jokowi mengatakan, alasan menolak memulangkan mereka demi menjaga keamanan 260 juta penduduk Indonesia.
“Itu yang kita utamakan. Oleh sebab itu, pemerintah tidak memiliki rencana untuk memulangkan,” kata Jokowi, usai melantik Kepala Badan Keamanan Laut di Istana Negara, Jakarta, kemarin.
Setelah jeda beberapa saat, Jokowi kemudian memberi penekanan. Menurut Jokowi, 689 orang itu adalah bekas WNI. “Orang- orang yang ada di sana, ISIS eks WNI, bukan WNI eks ISIS,” tegasnya, dengan menggerak-gerakan telunjuk tangan.
Jokowi mengaku, sudah memerintahkan jajarannya mengindentifikasi satu per satu dari 689 WNI yang ada di sana. Untuk selanjutnya, mereka akan dimasukkan ke dalam data imigrasi sebagai bahan cegah tangkal pemerintah.
“Tegas ini saya sampaikan.” Selain itu, data hasil identifikasi akan diverifikasi sebagai bahan pertimbangan pemerintah. Salah satunya untuk membuka pintu pengampunan, khusus untuk anak yatim dan piatu.
“Anak-anak di bawah 10 tahun. Tapi kita belum tahu ada atau tidak ada. Tapi pemerintah tegas untuk hal ini,” tegas Jokowi lagi.
Ditanya bagaimana status kewarganegaraan 600-an eks WNI di luar yatim-piatu? Jokowi tersenyum.
Menurutnya, orang-orang yang diduga teroris lintas negara itu telah memilih nasib mereka sendiri. Hal itu, sudah tidak lagi menjadi tanggung jawab negara.

WNI eks ISIS di kamp pengungsi Al-Hol, Suriah Timur.
“Itu sudah menjadi keputusan mereka, tentu saja segala sesuatu mestinya sudah dihitung dan dikalkulasi oleh yang bersangkutan,” ujarnya.
Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono memberi penjelasan soal pernyataan Presiden Joko Widodo yang menggunakan istilah ISIS eks WNI dalam menyebut teroris pelintas batas dan eks anggota kelompok terorISISdari Indonesia.
Dini menyebut, Presiden Jokowi menggunakan istilah eks WNI agar konsisten dengan Undang-Undang 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Baca Juga: Mengandung Babi, Ini Alasan MUI Perbolehkan Vaksin AstraZeneca Digunakan, Kini Siap Diedarkan
"Soal istilah, Presiden hanya ingin konsisten dengan UU Kewarganegaraan. Bahwa WNI kehilangan kewarganegaraan Indonesianya apabila dia bergabung dengan militer asing tanpa izin Presiden," kata Dini saat dihubungi, Kamis (13/2/2020).
Selain itu, WNI juga kehilangan kewarganegaraan jika menyatakan keinginan untuk tidak lagi menjadi WNI.
Dini menilai, langkah para anggota ISIS dari Indonesia membakar paspor bisa ditafsirkan sebagai pernyataan bahwa merekat tak ingin lagi berstatus WNI.
Baca Juga: Bikin Malu, WNI Ikut Rencana Pembunuhan Mahathir Mohamad Karena Alasan Ini, Begini Nasibnya Sekarang

Warjinem, menangis saat menceritakan anaknya yang dibawa kabur oleh suami ke Suriah bergabung dengan ISIS
Tak hanya itu, WNI juga bisa kehilangan kewarganegaraannya jika tinggal di luar Indonesia selama 5 tahun berturut turut dan tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi WNI.
"Orang-orang tersebut bisa dianggap masuk ke dalam kategori tersebut," kata politisi Partai Solidaritas Indonesia ini. Kendati demikian, Dini mengakui bahwa pemerintah tak bisa memukul rata bahwa semuanya telah kehilangan kewarganegaraan.
Sebab, ada juga WNI seperti anak-anak yang berangkat karena ajakan orangtua. Oleh karena itu, sampai saat ini pemerintah masih terus melakukan pendataan
"Untuk proses screening masih dalam proses setahu saya. Bisa ditanyakan ke Kemenkopolhukam atau BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme)," ucapnya.
(*)