Fotokita.net - Upah miniumum 2021 ditetapkan naik di 2 provinsi ini, tapi buruh tetap kecewa, apa sebabnya?
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan UMP Jateng di 2020 yang senilai Rp 1.742.015 naik 3,27 persen menjadi Rp 1.798.979,12 pada 2021.
Ganjar berpedoman pada Peraturan Pemerintah 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
Ada dua dasar yang membuatnya menaikkan UMP di tengah pandemi. "Perlu saya sampaikan, bahwa UMP ini sesuai dengan PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan yang mendasari pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dua hal ini yang coba kami pegang erat," terangnya.
Angka tersebut diperoleh berdasarkan data BPS yang menunjukkn pertumbuhan ekonomi 1,85 persen, serta angka inflasi year to date hingga September 2020 yang tercatat sebesar 1,42 persen.
"Dengan demikian, terdapat kenaikan sebesar 3,27 persen. Angka inilah yang kami pertimbangkan," ujar dia.
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 3,54 persen.
Sebelumnya, Provinsi Jawa Tengah juga menaikkan UMP sebesar 3,27 persen. Keputusan ini berbeda dengan surat edaran Menteri Tenaga Kerja yang tak menaikkan Upah Minimum di tahun 2021.
Disepakati Dewan Pengupahan
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY, Aria Nugrahadi, mengatakan dasar kenaikan UMP ialah Keputusan Gubernur DIY Nomor 319/KEP/2020.
"UMP DIY tahun 2021 ditetapkan naik sebesar 3.54%. UMP DIY 2021 sebesar Rp 1.765.000," kata Aria lewat keterangan resmi yang diterima, Sabtu (31/10/2020).
Menurutnya, besaran UMP sudah dibahas dalam forum Dewan Pengupahan yang terdiri dari buruh, pengusaha dan pemerintah.
Berdasarkan rekomendasi ahli yang menggunakan data BPS, UMP naik 3,33 persen. Namun pihak buruh meminta kenaikan UMP bisa mencapai 4 persen.
“Kajian kenaikan menggunakan data dari BPS yaitu pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional.
Berdasarkan rekomendasi Gubernur DIY menetapkan UMP DIY, sebesar Rp 1.765.000 dan berlaku mulai 1 Januari 2021,” katanya.
Upah Minimum Provinsi (UMP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah ditetapkan naik sebesar 3,54 persen.
Namun, peningkatan tersebut belum memuaskan pihak buruh, bahkan disebut membuat buruh patah hati.
Sekjen DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY Irsyad Ade Irawan mengatakan, seluruh buruh DIY merasa kecewa dan patah hati atas keputusan Gubernur yang hanya menaikkan UMP sebesar 3,54 persen.
Bahkan, menurut Ade, keputusan Gubernur tentang upah minimum 2021 tidak lebih baik dari Dewan Pengupahan Provinsi DIY yang merekomendasikan kenaikan UMP sebesar 4 persen.
"Gubernur seperti ingin memupuskan harapannya sendiri untuk mengurangi penduduk miskin dan mengurangi ketimpangan seperti yang disampaikan dalam pidato visi misi Gubernur 2017-2020," kata Ade melalui keterangan tertulis, Sabtu (31/10/2020).
Ade mengatakan, upah murah yang ditetapkan tiap tahun berpotensi melestarikan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di DIY.
"Upah minimum yang tidak pernah naik secara signifikan dari tahun ke tahun, berpotensi menyebabkan buruh di DIY tidak bisa membeli tanah dan rumah," kata dia.
Ade menilai, kebijakan upah murah berpotensi memangkas daya beli masyarakat di tengah ancaman resesi.
"Kami menuntut revisi Keputusan Gubernur DIY tentang Penetapan UM 2021, dan tetapkan UMK DIY sebagai berikut, Kota Yogyakarta Rp 3.356.521; Kabupaten Sleman, Rp 3.268.287; Kabupaten Bantul Rp 3.092.281; Kulon Progo Rp 3.020.127; Gunung Kidul Rp2.807.843," ujar Ade.
Selain itu, menurut Ade, buruh juga menuntut kepada pemerintah untuk mencabut Undang-Undang Cipta Kerja.
Kemudian mencabut SE Menaker tentang penetapan Upah Minimum (UM) 2021 dan juga menuntut pemerintah untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada seluruh buruh tanpa diskriminasi dan sebesar upah minimum.
(Kompas.com/Riska Farasonalia/Wisang Seto Pangaribowo)