Follow Us

Terkuak Kisah Pilu Rasisme Mahasiswa Papua, 'Ih, Kalian Bau dan Suka Makan Babi Mentah!'

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Jumat, 30 Agustus 2019 | 08:25
Mahasiswa Papua Gelar Aksi Unjuk Rasa, Kibarkan Bintang Kejora dan Menari Tari Wisisi Sebagai Bentuk Protes
KOMPAS.com/Cynthia Lova

Mahasiswa Papua Gelar Aksi Unjuk Rasa, Kibarkan Bintang Kejora dan Menari Tari Wisisi Sebagai Bentuk Protes

Fotokita.net - Anak-anak muda itu pergi dari pedalaman Papua untuk meraih asa. Mereka punya cita-cita yang nyaris sama, ingin membangun tanah kelahiran dengan upaya sendiri. Pastinya, mereka ingin menjadi tuan rumah di atas tanah sendiri.

Lantas, anak-anak muda yang penuh semangat itu menimba ilmu di sejumlah kota, yang tersebar di beberapa pulau, seperti Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Rupanya mereka mengalami gegar budaya. Adaptasi menjadi bagian proses yang harus mereka lewati. Apakah semua itu berlangsung mulus?

Sejumlah mahasiswa Papua yang tengah menimba ilmu di Jakarta bercerita mengenai perlakuan rasialisme dan merendahkan yang sering mereka alami.

Baca Juga: Papua Kembali Membara, Massa Bakar Gedung Hingga Jaringan Listrik dan Komunikasi Padam. Begini Cerita Trauma Warga Pendatang Pada Aksi Massa Nan Beringas

Mahasiswa Papua di Jakarta menyesalkan stigma-stigma buruk yang masih dipercaya masyarakat.
BBC Indonesia/Anindita Pradana

Mahasiswa Papua di Jakarta menyesalkan stigma-stigma buruk yang masih dipercaya masyarakat.

Salah seorang di antara mereka adalah Tasya Marian. Dari Wamena, sebuah kota yang terletak di pedalaman pegunungan Papua, ia pindah ke Jakarta demi menimba ilmu menjadi seorang pengacara.

Tekadnya bulat karena yakin bersekolah di Pulau Jawa akan membantunya lebih fokus mengejar mimpinya. Di Papua, kata Tasya, warga terus dihadapkan dengan berbagai masalah.

Perempuan berusia 22 tahun itu kemudian masuk ke sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta Selatan tempat dia menempuh studi pada jurusan hukum pidana.

Baca Juga: Papua Kembali Membara, Aksi Massa yang Beringas Sebabkan Jaringan Telkom Padam. Apa Penyebab Mereka Jadi Anarkis?

Dari Wamena, sebuah kota yang terletak pedalaman pegunungan Papua, Tasya Marian, hijrah ke Jakarta demi menjadi pengacara.
BBC Indonesia/Anindita Pradana

Dari Wamena, sebuah kota yang terletak pedalaman pegunungan Papua, Tasya Marian, hijrah ke Jakarta demi menjadi pengacara.

"Dengan itu (saya) bisa menyelesaikan kasus-kasus yang selalu terjadi di Papua," ujar Tasya.

Mahasiswa lain, juga dari Wamena, Priska Mulait memutuskan kuliah bisnis di Jakarta demi apa yang ia sebut membangun tanah Papua.

"Di Papua itu banyak emas, minyak, dan sebagainya. Itu bukan kami orang Papua yang olah. Sa (saya) ingin jika sa sudah selesai dan saya jadi manusia, sa ingin sasendiri yang mengelolanya," ujar perempuan berusia 20 tahun itu yang menggunakan kata 'Sa' yang berarti 'Saya'.

Baca Juga: Papua Rusuh Kembali, Sejumlah Fasilitas Umum Dibakar. Apakah Referendum Papua Jadi Solusi Terbaik?

Juga dari Wamena, Priska Mulait, memutuskan kuliah bisnis di Jakarta demi membangun tanah Papua.
BBC Indonesia/Anindita Pradana

Juga dari Wamena, Priska Mulait, memutuskan kuliah bisnis di Jakarta demi membangun tanah Papua.

Namun, Tasya dan Priska mengatakan, apa yang mereka alami di Jakarta tidak diduga sebelumnya.

Tasya menceritakan pengalamannya kesulitan mencari kamar kos.

Baca Juga: Kisah Pilu di Balik Kerusuhan di Manokwari: Mesin Kerja Senilai Rp 200 Juta Hancur Dijarah, Kekagetan Warga Asli Hingga Trauma Warga Pendatang

Mahasiswa Papua di Jakarta bercerita bahwa mereka bersekolah di Jakarta untuk membangun Papua di masa depan.
BBC Indonesia/Anindita Pradana

Mahasiswa Papua di Jakarta bercerita bahwa mereka bersekolah di Jakarta untuk membangun Papua di masa depan.

"Ada tulisan kos-kosan, tapi mereka tidak terima saya. Mereka bilang kos-kosannya sudah penuh dan tidak bisa mereka terima orang Papua," kata Tasya.

Ia akhirnya tinggal di sebuah kontrakan di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, bersama Priska dan sejumlah mahasiswa asal Papua lainnya.

Tak sampai di situ, Tasya mengatakan ada sebuah toko di sisi kontrakannya yang enggan melayani mereka dengan baik, meski ada pula toko yang melayani mereka.

Baca Juga: Fakta Lengkap Penangkapan Mahasiswa Papua, Cekcok Soal Pasang Bendera, Tiang Bendera Jatuh ke Tanah Hingga Makian Rasisme dari Oknum Berseragam Tentara

Massa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Papua Sejawa-Bali melakukan aksi unjukrasa damai di Depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin (19/8/2019).
Antara Foto via BBC Indonesia

Massa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Papua Sejawa-Bali melakukan aksi unjukrasa damai di Depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin (19/8/2019).

Hal itu terjadi saat mereka hendak memasang kompor gas namun petugas toko itu menolak.

"(Mereka bilang) 'Ih (kalian) bau, kami tidak bisa ke sana'. 'Kami tidak bisa injak kalian punya kontrakan'," ujar Tasya meniru ucapan petugas toko.

Pada awal perkuliahan, Tasya mengatakan ia juga menyaksikan teman-teman kuliahnya yang menutup hidung ketika mahasiswa Papua lewat.

Baca Juga: Jokowi Beri Titah, Akankah TNI Hukum Serdadu yang Diduga Berbuat Rasis Pada Mahasiswa Papua?

Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia. Papua tertinggal dibandingkan daerah lainnya.
BBC Indonesia

Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia. Papua tertinggal dibandingkan daerah lainnya.

Beberapa mahasiswa non-Papua serta dosen, kata Tasya, pun pernah bertanya langsung kepadanya mengenai hal itu.

"Kata dosen, 'Kalian dari Papua suka makan babi mentah ya?' Saya bilang, 'Ibu kalimat itu tidak benar, kami tidak makan mentah tapi kami masak dulu'," ujar Tasya.

Baca Juga: Aksi Mahasiswa Papua Jakarta, Teriakan Papua Merdeka Hingga Atribut Bintang Kejora Bermunculan. Ini Foto-Fotonya

Priska mengatakan dia sudah membuka diri untuk berteman dengan mahasiswa-mahasiswa non-Papua, tapi menurutnya, hal tersebut tidak terlalu membuahkan hasil.

Perlakuan yang mereka alami, membuat mahasiswa Papua cenderung berkumpul dengan mahasiswa Papua lainnya.

Unjuk rasa mahasiswa Papua di Jakarta saat menolak perlakuan rasialisme dan diskriminasi yang mereka alami di sejumlah daerah.
BBC Indonesia/Heyder Affan

Unjuk rasa mahasiswa Papua di Jakarta saat menolak perlakuan rasialisme dan diskriminasi yang mereka alami di sejumlah daerah.

Iswahyudi, 19, yang merupakan warga asli Tangerang, menceritakan kenangan manisnya bertetangga dengan pelajar Papua yang mengontrak rumah di samping kediamannya, beberapa tahun lalu.

Meski awalnya sempat merasa asing dengan mahasiswa Papua, Iswahyudi mengatakan lambat laun warga dan mahasiswa tersebut dapat berbaur dengan baik.

"Kalau ada demo masak, yang (mahasiswa) perempuan ikut. Dulu anak-anak kecil sepantar saya boleh masuk ke dalam kontrakan mereka," ujar Iswahyudi.

Baca Juga: Gedung Rakyat dan Fasilitas Umum Dibakar dalam Kerusuhan Manokwari, Tapi Bangunan Ini Sama Sekali Tak Disentuh Warga. Begini Analisisnya

Sejumlah mahasiswa Papua di Jakarta yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme, menggelar aksi unjuk rasa di seberang Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara, Kamis (22/8/2019). Mahasiswa Papua meminta Presiden Joko Widodo memas
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sejumlah mahasiswa Papua di Jakarta yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme, menggelar aksi unjuk rasa di seberang Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara, Kamis (22/8/2019). Mahasiswa Papua meminta Presiden Joko Widodo memas

Ia menambahkan banyak pula anak-anak yang minta diajarkan mata pelajaran sekolah oleh para mahasiswa di sana.

"Ternyata framing Papua oleh orang-orang yang nggak bertanggung jawab itu salah besar," ujarnya.

Baca Juga: Kerusuhan Meluas di Papua Barat, Alasan Inilah yang Bikin Kita Rindu Pada Cara Gus Dur Tangani Akar Masalah Papua

Iswahyudi yang tengah berkuliah di Malang, Jawa Timur, mengatakan dirinya memiliki banyak teman-teman dari Papua yang, katanya, asyik diajak bergaul.

"Yang jelas menghargai perbedaan itu penting," pungkasnya. (Callistasia Wijaya dan Heyder Affan/BBC Indonesia)

Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah (kanan) berdialog dengan Mahasiswa dan penghuni Asrama Mahasiswa Papua Cendrawasih IV Makassar pasca terjadi aksi saling lempar batu antara mahasiswa dan warga yang tidak dikenal di Jl Lanto Daeng Pasewang, Makassar, Senin (19/8/2019) malam. Serangan ini mengakibatkan
TRIBUNNEWS.COM

Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah (kanan) berdialog dengan Mahasiswa dan penghuni Asrama Mahasiswa Papua Cendrawasih IV Makassar pasca terjadi aksi saling lempar batu antara mahasiswa dan warga yang tidak dikenal di Jl Lanto Daeng Pasewang, Makassar, Senin (19/8/2019) malam. Serangan ini mengakibatkan

Source : BBC Indonesia

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest