Fotokita.net - Anak-anak muda itu pergi dari pedalaman Papua untuk meraih asa. Mereka punya cita-cita yang nyaris sama, ingin membangun tanah kelahiran dengan upaya sendiri. Pastinya, mereka ingin menjadi tuan rumah di atas tanah sendiri.
Lantas, anak-anak muda yang penuh semangat itu menimba ilmu di sejumlah kota, yang tersebar di beberapa pulau, seperti Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Rupanya mereka mengalami gegar budaya. Adaptasi menjadi bagian proses yang harus mereka lewati. Apakah semua itu berlangsung mulus?
Sejumlah mahasiswa Papua yang tengah menimba ilmu di Jakarta bercerita mengenai perlakuan rasialisme dan merendahkan yang sering mereka alami.

Mahasiswa Papua di Jakarta menyesalkan stigma-stigma buruk yang masih dipercaya masyarakat.
Salah seorang di antara mereka adalah Tasya Marian. Dari Wamena, sebuah kota yang terletak di pedalaman pegunungan Papua, ia pindah ke Jakarta demi menimba ilmu menjadi seorang pengacara.
Tekadnya bulat karena yakin bersekolah di Pulau Jawa akan membantunya lebih fokus mengejar mimpinya. Di Papua, kata Tasya, warga terus dihadapkan dengan berbagai masalah.
Perempuan berusia 22 tahun itu kemudian masuk ke sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta Selatan tempat dia menempuh studi pada jurusan hukum pidana.

Dari Wamena, sebuah kota yang terletak pedalaman pegunungan Papua, Tasya Marian, hijrah ke Jakarta demi menjadi pengacara.
"Dengan itu (saya) bisa menyelesaikan kasus-kasus yang selalu terjadi di Papua," ujar Tasya.