Dari rumahnya di wilayah Kedundong Mudo, bagian tengah kawasan hutan TNBD, Pengidas berjalan kaki tiga jam ke kantor desa. Kemudian pergi ke Kota Sarolangun menggunakan sepeda motor selama 4-5 jam.
Namun, pihak bank menolak karena Pengidas masih menjalankan tradisi melangun atau hidup berpindah-pindah saat ada kematian. Tidak adanya rumah yang tetap membuat pihak bank tidak memproses pengajuan kreditnya.
Baca Juga: Banyak yang Belum Sadar, 7 Kesalahan Ini Bikin Mesin Cuci Cepat Rusak
“Kami ini memang pindah-pindah, tapi kalau lagi melangun saja. Berpindah pun sekarang hanya berputar-putar di kawasan TNBD inilah. Karena hutan sudah habis,” kata anak tertua dari tiga bersaudara ini.
Dirinya berharap pihak bank dapat membantu memulihkan ekonomi orang rimba yang terpukul karena pandemi.
Banyak orang rimba sekarang memilih membuat kerajinan tangan karena sudah mulai sulit mencari babi di dalam hutan. Harga babi di pasar pun terus mengalami penurunan.
Selama pandemi, pemerintah memang telah mengucurkan bantuan sosial tunai dari Kementerian Sosial.
Baca Juga: Terbukti Manjur, 5 Tanaman Ini Ampuh Basmi Tikus di Rumah Tanpa Racun

Tumenggung Tarib atau H Jaelani, Orang Rimba yang menguburkan uangnya Rp 1,5 miliar di dalam tanah hutan gegara alasan ini.
Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warung Informasi Konservasi (Warsi) juga mengedukasi orang rimba untuk membuat kerajinan tangan dan memasarkan produk industri rumahan kepada masyarakat yang lebih luas.
Namun, mereka membutuhkan modal untuk meningkatkan produksi.
Sukma Reni dari KKI Warsi, menuturkan, orang rimba yang tinggal di dalam hutan mempunyai kehidupan ekonomi cukup, bahkan boleh dibilang kaya dalam artian terpenuhi semua kebutuhan hidupnya.