Follow Us

Anak Buah Jokowi Akui Komunikasi Pemerintah Buruk, Guru Besar UI Beri Nilai Ini Buat Sang Presiden Hingga Bikin Mantan Jubir SBY Terkekeh

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Minggu, 20 Desember 2020 | 10:47
 Presiden Jokowi
Kompas.com

Presiden Jokowi

Fotokita.net - Anak buah Jokowi akui komunikasi pemerintah buruk, Guru Besar UI beri nilai ini buat sang Presiden hingga bikin mantan jubir SBY terkekeh.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral mengaku sudah 4 kali ditegur Presiden Joko Widodo, karena persoalan komunikasi kebijakan pemerintah di masa pandemi Covid-19.

Hal itu ia ungkap dalam diskusi daring Forum Diskusi Salemba 'Evaluasi Strategi Komunikasi Kebijakan Pemerintah pada Sepanjang Masa Pandemi', Sabtu (19/12/2020).

"Kecepatan informasi dan kebijakan itu kadang-kadang membuat kita menjadi sangat kerepotan."

Baca Juga: Kerap Jalani Langkah Penting di Hari Istimewa Ini, Jokowi Diprediksi Kocok Ulang Kabinet Pada Tanggal Keramat

"Saya sudah 4 kali dipanggil presiden dan semuanya ditegur," kata Donny.

Donny menyebut kerap langsung mengisi ruang publik guna menanggapi opini negatif yang berkembang di masyarakat.

Atas hal itu, Jokowi disebut menegurnya dan mengingatkan bahwa apa yang ia ucapkan mewakili perasaan dan pikiran sosok Presiden.

Baca Juga: Reshuffle Kabinet Jokowi Disebut Terjadi di Hari Istimewa, Ternyata Sosok Ini Jadi Pesaing Kuat Risma Buat Isi KursiPosisi Menteri Sosial

Mengingat, dirinya adalah bagian dari orang di lingkungan Istana Negara.

"Presiden mengatakan, kami yang sering bicara itu, 'Apa yang bapak sampaikan mewakili perasaan dan pikiran saya. Jadi harus hati-hati'," tutur Donny menirukan Jokowi.

Disarankan Bentuk Unit Manajemen Komunikasi

Presiden Joko Widodo mengakui komunikasi pemerintah kepada publik sangat jelek, seperti yang disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing menyarankan Presiden Jokowi membentuk unit manajemen komunikasi.

Unit itu bisa di bawah langsung Presiden Jokowi, untuk mengelola manajemen komunikasi pemerintah yang baik.

Baca Juga: Ingat Ruslan Buton? Eks Anggota TNI AD yang Minta Presiden Jokowi Mundur Dibebaskan dari Penjara, Ini Alasannya

"Mereka harus komunikolog. Bapak Presiden, saya sarankan membentuk unit manajemen komunikasi."

"Di bawah langsung Presiden, tidak boleh di bawah kementerian, KSP, itu nanti distorsi informasi dari Presiden," ujarnya kepada Tribun Network, Kamis (22/10/2020).

Unit manajemen komunikasi di bawah langsung Presiden, juga memiliki wewenang untuk biro-biro hubungan masyarakat di kementerian dan lembaga pemerintah.

Baca Juga: Diborong Indonesia Hingga Bikin Bangga Jokowi, WHO Ungkap Data Mengejutkan Soal Vaksin Sinovac dari China

"Jadi terkelola, ter-manage dengan baik," sambungnya.

Emrus mencontohkan, sejumlah manajemen komunikasi kurang maksimal dilakukan pemerintah.

Misal, soal kurangnya sosialisasi protokol kesehatan atau penanganan Covid-19.

Lalu, soal Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja hingga membuat gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat.

Contoh lain, isu yang tidak produktif, misal isu komunis, anti-Islam, dan pro-Cina.

"Menurut pandangan saya Pak Presiden hebat, tapi tim komunikasinya bermasalah."

Baca Juga: Kabinet Jokowi Dihantam Isu Korupsi, 2 Pejabat Negara Ini Malah Saling Balas Cuitan Panas, Dipicu Acara Habib Rizieq

"Ide, gagasan, Pak Jokowi bagus," tutur Emrus.

Di era demokrasi ini, dengan melonjaknya pengguna sosial media, maka komunikasi menjadi kekuatan utama.

Hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi haruslah dihadapi dengan komunikasi.

Baca Juga: Sang Ayah Berani Tindak Tegas Pengawal Habib Rizieq, Sosok Anak Kapolda Metro Jaya Jadi Sorotan, Ternyata Punya Prestasi Jempolan

"Misal ada propaganda negatif atau propaganda hitam, ya lawan dengan propaganda positif atau propaganda putih."

"Komunikasi pemerintah harus dikelola proaktif, antisipatif, prediktif, jadi yang duduk di komunikasi harus tepat dan terampil," ujar Emrus.

Menurut Emrus, jika manajemen komunikasi bagus, komunikasi pemerintah tidak akan seperti komunikasi pemadam kebakaran.

Pemerintah dinilai baru mencerahkan masyarakat ketika isu itu menjadi liar dan timbul gejolak.

"Padahal konsep dan teori komunikasi mengatakan bahwa kalau manajemen komunikasi bagus, kita bisa proaktif sebelum isu datang."

"Bisa antisipatif, bisa duga ada hoaks, bisa duga siapa sumber, kalau sudah antisipasi, kita lakukan tindakan komunikasi sebelum muncul hoaks," ulas Emrus.

Baca Juga: Kerap Dipuji Karena Umbar Penampilan Sederhana, Menantu Jokowi Kepergok Pakai Tas dan Sepatu Seharga Rp 18 Juta Saat Ikut Nyoblos di Pilkada Solo

Sehingga, masyarakat sudah mendapatkan informasi yang baik terlebih dahulu, untuk mengantisipasi isu liar atau hoaks. Emrus mengistilahkan 'imunisasi' komunikasi.

"Jadi begitu virus hoaks masuk, hate speech, kita sudah kasih imunisasi komunikasi, mereka akan menolak, karena sudah tahu ciri-ciri hoaks dan ujaran kebencian," tutur Emrus.

"Kalau orang komunikolog mereka bisa memprediksi, tetapi lihat itu di Istana latar belakangnya komunikasi tidak?"

Baca Juga: Sengaja Walk Out Buat Permalukan PSI, Anggota Dewan DKI Malah Disebut Gali Kubur Sendiri

"Sehingga tidak bisa memprediksi."

"Menteri Komunikasi kita orang komunikasi tidak? Berikutnya banyak Kepala Biro Humas bukan orang komunikasi," bebernya.

Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI) Profesor Ibnu Hamad bereaksi tertawa saat membayangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menulis skripsi tentang komunikasi publik.

Ia bahkan meragukan Jokowi akan mendapat nilai baik tentang strategi komunikasi di masa pandemi virus corona (Covid-19).

Hal itu ia sampaikan saat dihubungi dalam tayangan Rosi di Kompas TV, Kamis (28/5/2020).

Baca Juga: Sama-sama Jadi Musuh Amerika, Diktator Irak Saddam Hussein Dihukum Gantung, Osama Bin Laden Meregang Nyawa di Ujung Senjata

Awalnya, ia menyebutkan dalam masa pandemi masyarakat sedang haus akan informasi.

"Ada satu istilah dalam dunia komunikasi, entropi namanya. Entropi itu merujuk pada situasi yang tidak pasti," ungkap Prof Ibnu Hamad.

"Memang harus diakui dalam ketidakpastian itu banyak pertanyaan, banyak teka-teki," lanjutnya.

Ibnu Hamad menuturkan banyak informasi yang ingin diketahui publik saat ini.

Ia menilai saat ini situasi semacam itu tidak diinginkan publik dalam kondisi krisis.

Baca Juga: Jokowi Minta Fase New Normal Langsung Tancap Gas Awal Juni, Anak Buahnya Malah Ketahuan Tarik Ulur dengan Anies Baswedan Soal Waktu Penerapan Pola Hidup Baru Itu

"Tapi justru itu, dalam pandemi yang diharapkan bukan entropi, tapi adalah kepastian," papar Prof Ibnu.

Ibnu menyebutkan banyak kebijakan yang berubah-ubah.

"Jadi ada kebijakan hari ini ke kanan, besok ke kiri. Lusanya lain lagi," kata Ibnu.

Menurut dia, masyarakat saat ini sangat mengharapkan kepastian arahan.

Ia menyebutkan istilah redudansi yang menjadi solusi dari entropi.

"Kepastian itu diperoleh dari redudansi, kebijakan yang saling menopang, saling menguatkan," papar Ibnu.

Presenter Rosiana Silalahi lalu menyinggung bagaimana Ibnu Hamad akan menilai kemampuan komunikasi publik Jokowi di masa pandemi Corona.

Baca Juga: Jokowi Minta New Normal Segera Dilaksanakan di Tengah Pandemi, Begini Cara Mudah Makan di Restoran Saat Pola Hidup Baru Itu Diterapkan

"Prof Ibnu, sebagai Guru Besar Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, kalau pemerintahan Jokowi ini menulis skripsi tentang komunikasi publik di masa pandemi, Anda luluskan tidak?" tanya Rosi.

Mendengar pertanyaan itu, Ibnu Hamad terkekeh.

Ia segera menjawab akan memberi nilai minimal untuk hal tersebut.

Baca Juga: Tunggu Keputusan Perpanjangan Tahun Depan, Ini Penyebab BLT BPJS Gelombang 2 Belum Cair di Rekening BCA, Mandiri, BNI dan BRI

Presiden Jokowi melakukan peninjauan untuk persiapan new normal
instagram @jokowi

Presiden Jokowi melakukan peninjauan untuk persiapan new normal

"Nilainya minim. Nilainya C," jawab Prof Ibnu masih tertawa.

"Lulus enggak?" tanya Rosi lagi.

"Lulus, tapi nilainya C, 60 lah," jawab Ibnu.

Ia menegaskan pentingnya memberikan kepastian informasi kepada masyarakat saat ini.

Baca Juga: Apes! Sukses Mudik dari Jakarta ke Kampung Satu Keluarga Harus Gigit Jari, Ternyata Rumah Nenek Sudah Dijual. Begini Nasib Mereka Setelah Terlantar di Emperan Toko

"Karena kalau komunikasi publik, prinsipnya kepastian bukan teka-teki, bukan kebingungan," jelasnya.

Ibnu membenarkan saat ini komunikasi yang dilakukan pemerintah justru lebih banyak menimbulkan ketidakpastian.

"Menimbulkan pertanyaan-pertanyaan berikutnya, ada apa ini?" ungkap Ibnu.

Baca Juga: Diancam Pidana, Ini Sosok Koordinator Lapangan Aksi 1812, Ternyata Pernah Dipenjara Usai Demo Ahok Hingga Gagal Jadi Anggota DPR

Mantan Juru Bicara Presiden era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yakni Andi Mallarangeng ikut menyinggung soal persiapan pembukaan Mal yang ditinjau langsung oleh Presiden Jokowi yang dilakukan beberapa waktu lalu.

Andi pada kesempatan yang sama, ia menimpali pernyataan Direktur Indo Barometer, M Qodari.

Qodari mengkritisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meninjau langsung persiapan New Normal Summarecon Mall Bekasi pada Selasa (26/5/2020).

Baca Juga: Pernah Jadi Kaya Raya Gara-gara Emas Hitam, Negara di Ujung Amerika Selatan Akhirnya Rela Serahkan Berton-ton Cadangan Harta Terakhir dan Impor Minyak dari Iran

Hal itu terjadi saat Andi Mallarangeng dan M Qodari hadir di acara Rosi Kompas TV pada Kamis (28/5/2020).

Mulanya, M Qodari berkomentar bahwa Jokowi turun langsung ke peninjauan New Normal di Sumarecon Mal Bekasi bisa memberi kesan pemerintah tidak konsisten.

Apalagi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih berlangsung.

"Sekarang ini timbul seolah-olah pemerintah tidak konsisten."

"Di satu sisi PSBB, di satu sisi kok membuka kegiatan-kegiatan ekonomi begitu," ujar Qodari.

Baca Juga: Ngaku Bertemu Rasulullah Hingga Takut Dibilang Riya, Ustaz Haikal Hassan Malah Dilaporkan ke Polisi, Ini Alasannya

Bahkan, Qodari menilai seharusnya Jokowi jangan ikut dalam peninjauan persiapan New Normal di Summarecon Mall Kota Bekasi.

"Bahkan kalau saya mengolah proses ini, saya tidak akan melibatkan Pak Jokowi dalam tahapan ini."

"Biarlah yang melakukan simulasi itu adalah tim Blue Print tidak boleh ada Pak Jokowi di sana," ujarnya.

Jika Jokowi yang melakukannya ini seolah-olah membuat presiden akan membuka mall.

Baca Juga: China Pontang-panting Tekan Angka Kasus Corona di Semua Provinsi, Negara Tetangganya Malah Santai Abaikan Protokol Kesehatan Tapi Sukses Tekan Penyebaran Virus Mematikan Itu: Kok Bisa?

"Ya karena kalau ada Pak Jokowi di sana pesannya beda gitu loh, seolah-olah Pak Jokowi ini ya tadi akan meresmikan mal, atau membuka mal, atau mal ini memang akan dibuka," katanya.

Menurut Qodari pembuat kebijakan publik seperti pemerintah itu seperti pembuat tahu.

Jika publik tahu bagaimana proses pembuatan tahu mungkin mereka tidak mau mengonsumsinya.

Baca Juga: Cerita Ahmad Bikin Gempar Usai Foto 'Jenazah Laskar FPI Tersenyum' Tersebar, Ini Sosok Sebenarnya

"Pembuat kebijakan publik itu seperti membuat tahu kalau orang tahu bagaimana tahu itu dibuat mungkin orang enggak jadi makan," ujar Qodari.

Lalu Juru Bicara Presiden SBY, Andi Mallarangeng yang turut hadir lantas menimpali.

Menurutnya, hal itu seharusnya bisa diumumkan atau dilakukan terlebih dahulu oleh sang Jubir Jokowi.

Sehingga, jika ada tanggapan negatif dari masyarakat, Presiden bisa mengoreksi kemudian.

Baca Juga: Indonesia Catat Rekor Tertinggi Penambahan Kasus Corona, 3 Negara Ini Malah Sukses Lenyapkan Infeksi Hingga Jalani Aktivitas Normal Lagi

"Kalau presiden sudah ada langsung di situ ga ada lagi behind correction kalau pesannya muncul."

"Lalu kenapa ada Jubir karena kalau Jubir salah masih ada di atasnya yang bisa mengkoreksi," ujar Andi.

Andi berkata, jika presiden saja salah maka siapa yang akan memperbaiki.

"Tapi kalau presiden salah siapa yang mau koreksi, dia kan paling tinggi," imbuhnya.

Baca Juga: Bikin Gempar Karena Kalahkan Anak Jokowi Sebelum Pilkada 2020, Begini Nasib Calon Wali Kota Anna Morinda Usai Pemungutan Suara Selesai

(*)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest