Follow Us

Jadi Sarang Virus Corona Terbesar di Dunia, Militer Brasil Mati-matian Tembus Belantara Demi Berikan Bantuan, Tapi Barang Terbawa Malah Zat Berbahaya

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Kamis, 02 Juli 2020 | 18:05
Suku asli Amazon.
Guilherme Gnipper Trevisan/Hutukara

Suku asli Amazon.

Fotokita.net - Seluruh dunia terus berkejaran dengan waktu untuk mendapatkan vaksin yang dapat menangkal wabah virus corona (Covid-19) yang membuat kehidupan warga luluh lantak.

Maklum, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan sekalipun vaksin corona telah ditemukan, rupanya virus itu tetap tak bisa dilenyapkan dari muka bumi.

Dengan melihat kenyataan itu, pemerintah negara-negara terdampak telah meminta warga mereka untuk bersiap-siap hidup bersama virus corona. Pandemi virus corona yang terjadi hampir di seluruh pelosok dunia belum juga berakhir dengan tuntas.

Baca Juga: Cuma Pakai Bra dan Celana Dalam di Balik APD yang Tembus Pandang, Rupanya Begini Alasan Perawat Muda Kenakan Pakaian yang Bikin Iman Tergoda Itu

Kasusnya sendiri masih menunjukkan pelonjakan di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Para ahli menyebut, sarang virus corona terbesar di dunia justru diprediksi ada di lokasi yang tak terduga.

Seperti dilansir dari Tribunnews, sarang penyakit mematikan itu kelak bukan di Wuhan (China) atau di Amerika Serikat sebagaimana terjadi saat ini.

Baca Juga: Masa Normal Baru Telah Di Depan Mata, IndonesiaTerhubung.id Hadir untuk Berikan Inspirasi di Tengah Risiko Kesehatan Tinggi

Seperti diketahui kasus covid-19 pertama kali terdeteksi tahun lalu di Wuhan, China.

Ahli menyebut bahwa ada tempat yang akan jadi sarang virus corona terbesar di dunia.

Ahli justru mengungkap hutan Amazon di Brasil sebagai tempat yang berpotensi menjadi sarang virus corona.

Hal ini diungkapkan Ahli Ekologi Brasil, David Lapola, yang memperingatkan bahwa pandemi berikutnya bisa datang dari hutan hujan tropis Amazon.

Baca Juga: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula: Wabah Corona Tak Kunjung Berakhir, BMKG Berhasil Deteksi Bibit Bencana yang Timbulkan Angin Kencang dan Banjir Bandang di 6 Daerah Ini, DKI Jakarta Salah Satunya

Ilustrasi suku di pedalaman Amazon.
National Geographic Indonesia

Ilustrasi suku di pedalaman Amazon.

David Lapola menyebutkan bahwa penyebabnya adalah terjadi deforestasi alias perusakan hutan Amazon, Brasil yang merajalela, yang telah menghancurkan habitat hewan.

Para peneliti mengatakan urbanisasi daerah yang dulu liar, berkontribusi terhadap munculnya penyakit zoonosis- yang berpindah dari hewan ke manusia, termasuk virus corona.

Baca Juga: Terlalu Sibuk Awasi Asteroid yang Kabarnya Tabrak Bumi di Pertengehan Ramadhan, Ahli Kembali Umumkan Kabar Kurang Enak: Ada Benda Langit yang Dekati Planet Kita Jelang Lebaran

Apalagi virus corona diyakini para ilmuwan berasal dari kelelawar sebelum ditularkan ke manusia di provinsi Hubei, yang mengalami urbanisasi.

Lapola, yang mempelajari bagaimana aktivitas manusia akan membentuk kembali ekosistem hutan tropis di masa depan, mengatakan bahwa proses yang sama juga berlaku di Amazon.

Baca Juga: Sehabis Bantah Kabar Asteroid yang Tabrak Bumi di Tengah Ramadhan, Kini Ahli Justru Sampaikan Kurang Sedap: Ada Benda Langit ke Arah Planet Kita Sebelum Lebaran

Amazon
tribunnews.com

Amazon

"Amazon adalah tempat penyimpanan virus yang sangat besar," katanya kepada AFP dalam sebuah wawancara.

"Sebaiknya kita tidak main-main," tambah Lapola.

Hutan hujan terbesar di dunia itu menghilang dengan kecepatan yang mengkhawatirkan.

Tahun lalu, di tahun pertama pemerintahan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro, deforestasi di Amazon Brazil melonjak 85 persen, menjadi lebih dari 10.000 kilometer persegi (3.900 mil persegi) - sebuah wilayah yang hampir seukuran Lebanon.

Baca Juga: Terjadi Lagi, Sekolah Kembali Buka: 2 Siswa Ketahuan Positif Corona. Seketika 75 Sekolah Langsung Pulangkan Guru dan Anak Didiknya

Ilustrasi warga penghuni hutan Amazon, Brasil.
Thinkstockphoto

Ilustrasi warga penghuni hutan Amazon, Brasil.

Tren ini sepertinya akan terus berlanjut tahun ini.

Dari Januari hingga April, 1.202 kilometer persegi dihilangkan, menetapkan rekor baru untuk empat bulan pertama tahun ini, menurut data berdasarkan gambar satelit dari National Space Research Institute (INPE) Brasil.

Itu adalah berita buruk, tidak hanya untuk planet ini tetapi untuk kesehatan manusia, kata Lapola, yang memegang gelar PhD dalam pemodelan sistem bumi dari Max Planck Institute di Jerman dan bekerja di University of Campinas di Brasil.

"Ketika Anda menciptakan ketidakseimbangan ekologis, saat itulah virus dapat melompat dari hewan ke manusia," katanya.

Baca Juga: Indonesia Catat Rekor Tertinggi Penambahan Kasus Corona, 3 Negara Ini Malah Sukses Lenyapkan Infeksi Hingga Jalani Aktivitas Normal Lagi

Pola serupa dapat dilihat dengan HIV, Ebola dan demam berdarah.

"Semua virus yang muncul atau menyebar dalam skala besar karena ketidakseimbangan ekologis," kata Lapola.

Sejauh ini, sebagian besar wabah tersebut telah terkonsentrasi di Asia Selatan dan Afrika, sering dikaitkan dengan spesies kelelawar tertentu.

Tetapi keanekaragaman hayati besar Amazon bisa menjadikan kawasan itu, "Kumpulan virus corona terbesar di dunia," kata Lapola, merujuk pada coronavirus secara umum, bukan yang berada di belakang pandemi saat ini.

Baca Juga: Terketuk Hatinya Usai Lihat Video Viral Perundungan Bocah Penjual Jalangkote, Orang Dekat Prabowo Subianto Langsung Singsingkan Lengan Kemeja: Kalau Posisi Kejadian Ini di Jakarta Sudah Saya Ratakan

"Itu satu alasan lagi untuk tidak menggunakan Amazon secara tidak rasional, seperti yang kita lakukan sekarang," kata Lapola.

Dan satu alasan lagi yang perlu diwaspadai oleh lonjakan deforestasi oleh petani ilegal, penambang dan penebang, ia menambahkan.

Bolsonaro, seorang skeptis perubahan iklim yang ingin membuka tanah adat yang dilindungi untuk pertambangan dan pertanian, mengerahkan pasukan ke Amazon minggu ini untuk memerangi deforestasi, dalam suatu langkah perlindungan yang langka.

Tapi Lapola mengatakan dia lebih suka melihat pemerintah memperkuat badan lingkungan yang ada, IBAMA, yang telah menghadapi pengurangan staf dan anggaran di bawah Bolsonaro.

Baca Juga: Kenakan APD Lengkap yang Tembus Pandang Hingga Mampu Goda Iman, Perawat Dikenakan Hukuman Dirumahkan: Mereka Seharusnya Mati

Masyarakat pedalaman Amazon mencari makan dengan memancing.
Daniel Tredgigo

Masyarakat pedalaman Amazon mencari makan dengan memancing.

"Saya berharap di bawah pemerintahan berikutnya kita akan lebih memperhatikan melindungi apa yang mungkin menjadi harta karun biologis terbesar di planet ini," kata Lapola.

"Kita perlu menemukan kembali hubungan antara masyarakat kita dan hutan hujan," tambah Lapola.

Baca Juga: Jokowi Getol Minta Ilmuwan Indonesia Temukan Vaksin Corona, Kabar Duka Kembali Datang dari Surabaya: Dokter Meninggal Karena Covid-19, Istrinya Kritis

Suku Amazon
indy100.com

Suku Amazon

Jika tidak, dunia menghadapi lebih banyak wabah - "proses yang sangat kompleks yang sulit diprediksi," katanya.

Pertahanan terakhir hutan Amazon pun terancam Covid-19, membuat militer Brasil mati-matian menembus belantara demi menghalau virus ini menyerang masyarakat adat yang masih hidup secara tradisional di sana.

Berbagai kebutuhan dibawa untuk melindungi masyarakat Amazon, tapi rupanya diantaranya justru ada zat yang berbahaya, yang tak lain Klorokuin.

Baca Juga: Video Jokowi Marah Besar Saat Rapat Kabinet Hingga Tangannya Gemetar Baru Beredar Setelah 10 Hari, Begini Penjelasan Pihak Istana, Cuma Jadi Alat Pencitraan di Tengah Krisis Covid-19?

Melansir Antara (1/7/2020), militer Brasil mengantarkan pasokan alat pelindung dan obat-obatan kepada suku Yanomami.

Suku tersebut merupakan masyarakat adat Amazon yang trisolasi dan tinggal di perbatasan dengan Venezuela.

Selain dibekali pasokan alat pelindung, beberapa anggota masyarakat adat juga dites Covid-19, yang mana hasil tes cepat menunjukkan tidak ada orang yang positif.

Operasi ini bertujuan untuk melacak Covid-19 yang mengancam ratusan suku Amazon.

Baca Juga: Marah Besar Lihat Kerja Pembantunya yang Seperti Kura-kura, Tangan Jokowi Sampai Gemetar Saat Bicara di Atas Podium, Ancam Lakukan Resuffle Kabinet: Bukan Sekadar Pencitraan?

Pasalnya, suku Amazon tidak memiliki imunitas terhadap penyakit eksternal, sementara gaya hidup komunal mereka tidak memungkinkan untuk diterapkannya physical distancing.

"Tujuan utama dari operasi bersama oleh angkatan bersenjata adalah untuk melacak Covid-19 di desa-desa terdekat," kata kapten angkatan laut medis Jarbes de Souza.

Selain tujuan tersebut, operasi militer Brasil ke pedalaman Amazon juga dilakukan sebagai bentuk kritik bahwa pemerintah sayap kanan Presiden Jair Bolsonaro tidak melakukan cukup upaya untuk melindungi masyarakat adat dari penularan virus ini.

Seperti diketahui, Bolsonaro menunjukkan sikap santai menghadapi pandemi Covid-19, bahkan saat rumah sakit di negaranya kewalahan.

Diberitakan bahwa saat dikunjungi oleh militer Brasil, orang Yanomami dan Yekuana yang tanpa alas kaki dan memakai masker mengantri untuk diuji dengan gelisah.

Baca Juga: Bak Kesabarannya Hilang, Anak Buah Jokowi Mati-matian Jaga Ekonomi 24 Jam, Presiden Malah Ancam Resuffle Kabinet Gegara Kerja Menteri Ini

Sementara bayi-bayi menangis setelah jari mereka ditusuk untuk tes cepat. Dokter pun memeriksa mereka untuk mengidentifikasi masalah kesehatan lainnya.

Namun, diantara pasokan pelindung diri yang diantarkan ke Amazon pada Selasa (30/6) menggunakan helikopter jenis Blackhawk itu, ada obat klorokuin, yang sudah dihentikan penggunaannya oleh WHO.

Ada masker, gel alkohol, celemek, sarung tangan, alat tes, dan obat-obatan termasuk 13.500 pil klorokuin yang didatangkan dari ibu kota negara bagian Roraima, Boa Vista.

Ya, klorokuin merupakan obat berbahaya yang harusnya dikonsumsi melalui resep dokter.

Baca Juga: Jumlah Kasus Positif Covid-19 Jatim Lewati Jakarta, Nenek Pasien Corona di Gresik Cuma Alami Gejala Mulas, Tapi Nafsu Makannya Tinggi Setelah Diberi 6 Jenis Obat

Bahkan, sebuah penelitian di Brasil yang menguji obat anti malaria klorokuin untuk Covid-19 terpaksa dihentikan lebih awal karena beberapa pasien mengalami komplikasi jantung.

WHO pun menghentikan pengujian obat malaria ini pada pasien Covid-19 karena masalah keamanan.

"Kelompok eksekutif menghentikan sementara hydrochloroquine dalam uji coba solidaritas, sementara dewan pemantauan keamanan data meninjau data keselamatan," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dikutip Reuters.

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Sarang Corona Terbesar Diprediksi Bukan di China atau AS, Tapi di Amazon, Begini Penjelasannya

Editor : Fotokita

Latest