Follow Us

Kapal China Sering Masuki Perairan Natuna Hingga Tak Peduli Peringatan dari TNI AL, Menteri Jokowi Ini Malah Tolak Bantuan Amerika Buat Tangani Persoalan Itu

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Minggu, 26 Januari 2020 | 09:11
Rupanya perbuatan China di Natuna adalah untuk menguji klaim mereka atas Laut China Selatan, ini respon Indonesia
South China Morning Post

Rupanya perbuatan China di Natuna adalah untuk menguji klaim mereka atas Laut China Selatan, ini respon Indonesia

Fotokita.net - Keberadaan China di wilayah Laut China Selatan telah meresahkan sejumlah negara. Sejak diketahui memiliki kandungan minyak dan gas bumi yang begitu besar, Laut China Selatan memang jadi rebutan antar negara.

Demi menunjukkan hegemoninya, China langsung gerak cepat. Mereka membangun pulau buatan hingga dilengkapi dengan persenjataan super lengkap layaknya sebuah pangkalan militer.

Baru-baru ini, Panglima Komando Armada I TNI AL Laksamana Muda Muhammad Ali menyebut bahwa China sudah sangat siap untuk memenangi pertempuran di Laut China Selatan.

Mereka dengan cepat membangun pulau-pulau buatan di sekitar Laut China Selatan, yang salah satunya berdekatan dengan perairan Natuna.

"Mereka bangun (pulau buatan) itu hanya dua-tiga tahun. Gerak cepat," ujar Ali dalam diskusi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (24/1/2020) seperti dilansir kompas.com.

Padahal, menurut Ali, China membangunnya di atas karang seluas 3000 meter.

Baca Juga: Pernah Pergi ke China Beberapa Waktu Lalu, Pasien Rumah Sakit di Jakarta Tunjukkan Gejala Tertular Virus Mematikan dari Negeri Tirai Bambu Itu. Begini Kronologinya

Tentu saja jika 'hanya' sekadar pulau buatan, China tidak akan sebegitu bertajinya di Laut China Selatan.

Hal paling mengerikan ada di atas pulau-pulau di kepulauan Spartly tersebut, yaitu berupa tiga pangkalan militer.

Kita akan semakin merasa bergidik jika melihat senjata-senjata hingga apa saja yang ada di pangkalan militer tersebut.

Simak uraiannya berikut ini.

Baca Juga: Jokowi Sudah Datangi Natuna, Tapi Kapal Nelayan China Masih Banyak yang Slonong Boy Tangkapi Ikan Secara Ilegal. Ternyata Begini Alasannya

Pada Maret 2017, lembaga kajian pakar (think tank) Amerika Serikat menyebutkan bahwa otoritas China sudah menempatkan pesawat tempur berikut peluncur rudalnya di pangkalan militer yang dibangunnya.

Pangkalan-pangkalan itu sendiri terdiri dari angkatan laut, udara, radar, dan fasilitas pertahanan rudal.

“Beijing sekarang dapat menggeser aset-aset militernya, termasuk pesawat tempur, dan peluncur-peluncur dual bergerak, ke Kepulauan Spratly kapan saja,” kata Asia Martitim Transparency Initiative (AMTI), bagian dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Washington DC, AS, seperti dilansir kompas.com.

AMTI sendiri pernah merilis citra satelit dari pulau karang Subi, Mischief, dan Fiery Cross, di mana ketiganya terlihat sudah memiliki landasan sebagai simbol adanya pangkalan udara.

Baca Juga: Sama-sama Pernah Bentuk Pasukan Elit yang Disegani di Medan Laga, Sikap Menteri Kepercayaan Jokowi Ini Setali Tiga Uang dengan Prabowo Soal Pelanggaran China di Laut Natuna: 'Jangan Selalu TNI yang Tampil'

Foto udara daratan buatan China, Karang Subi di Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan. AS menyebut Beijing akan membangun tujuh pangkalan militer di jalur laut yang disengketakan.
AFP/TED ALJIBE

Foto udara daratan buatan China, Karang Subi di Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan. AS menyebut Beijing akan membangun tujuh pangkalan militer di jalur laut yang disengketakan.

“China memiliki tiga pangkalan udara di Spratly dan lainnya di Pulau Woody dan Kepulauan Paracel, yang akan memungkinkan pesawat tempur militer China beroperasi ke hampir seluruh Laut China Selatan,” kata AMTI. “Hal serupa juga berlaku pada jangkauan radar China.”

Tak hanya itu, AMTI juga menyebutkan bahwa China telah memasang rudal HQ-9, sebuah rudal permukaan-ke-udara pada salah satu pulau dan rudal anti-kapal laut.

Selain itu, China juga juga telah dibangun hanggar untuk 72 pesawat tempur dan beberapa peluncur bom yang lebih besar.

Direktur AMTI, Greg Poling, mengatakan gambar menunjukkan antena radar baru di Fiery Cross dan Subi.

Baca Juga: Seperti Lecehkan Keputusan PBB di Laut China Selatan dan Natuna, Rupanya Kelakuan Sok Jago China Itu Juga Bikin Kesal Negara-negara Ini

Total 7 pangkalan militer

Dengan pangkalan militer tersebut saja sudah membuat seluruh kawasan Laut China Selatan seolah sudah berada dalam kekuasaan China.

Namun, meski demikian, China ada kenyataannya dianggap masih belum merasa benar-benar kuat secara militer.

Hal ini setidaknya jika merujuk pada pernyataan Komando Pasifik AS, Admiral Harry Harris pada Februari 2018.

Baca Juga: Posisinya Diapit Malaysia, Rupanya Begini Alasan Natuna Masuk ke Dalam Wilayah Indonesia. Kini Jadi Sumber Konflik dengan China

Salah satu pulau di Kepulauan Spartly di Laut China Selatan
Google Maps

Salah satu pulau di Kepulauan Spartly di Laut China Selatan

Saat itu, Harris menyebut bahwa China ingin menegaskan kedaulatan de facto mereka di wilayah Laut China Selatan.

"Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membangun basis militer di daratan buatan," kata Komandan Komando Pasifik AS, Admiral Harry Harris dalam sidang kongres.

Bukan hanya tiga yang sudah berdiri, mereka juga diperkirakan akan menambahnya hingga mencapai tujuh pangkalan militer.

Dilansir dari SCMP, Harris mengatakan kepada Komite Dinas Angkatan Bersenjata, fasilitas baru yang bakal dibangun China akan dilengkapi gudang pesawat, fasilitas barak, sistem radar dan persenjataan, serta landasan sepanjang tiga kilometer.

Baca Juga: PBB Sudah Nyatakan Tak Sah Atas Klaim di Laut Natuna, Rupanya China Lagi Ngetes Para Menteri Baru Jokowi di Kabinet Indonesia Maju. Siapa Saja Mereka?

"China menggunakan kekuatan militer dan ekonominya untuk mengikis tatanan internasional yang bebas dan terbuka," kata Harris.

Lalu, bagaimana dengan China sendiri menanggapi keberadaan pangkalan-pangkalan militer mereka?

Dengan tegas China justru menyangkal jika mereka disebut sedang melakukan militerisasi di Laut China Selatan, wilayah perairan yang diduga memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat besar.

Baca Juga: Pantas Saja Kapal Nelayan dan Coast Guard China Berani Petantang-petenteng di Laut Natuna, Rupanya Negara Komunis Itu Ketahuan Lakukan Hal Ini di Perairan yang Jadi Konflik Paling Berbahaya di Asia

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, saat ini Indonesia tidak memerlukan bantuan dari negara mana pun untuk mengatasi persoalan di Perairan Natuna.

Ia bahkan mengaku telah menolak bantuan dari Amerika Serikat yang berniat membantu Indonesia menangani polemik dengan China di kawasan Laut China Selatan.

Pernyataan itu disampaikan Mahfud ketika bertemu dengan Duta Besar AS untuk Indonesia, Joseph Donovan Jr.

"Saya bilang enggak perlu kerja sama dengan Amerika soal urusan itu," kata Mahfud di kantor PB Nahdlatul Ulama, Jakarta, Sabtu (25/1/2020).

Kapal China Masih Mondar-Mandir di Laut Natuna
globalnation.inquirer.net

Kapal China Masih Mondar-Mandir di Laut Natuna

Menurut Mahfud MD, jika Indonesia menerima bantuan dari AS, maka bisa saja terjadi konflik dengan China.

Mahfud menegaskan sikap Indonesia tegas bahwa tidak pernah mengakui Nine-Dash Line atau sembilan garis putus-putus di Laut China Selatan seperti klaim China.

Ia mengatakan, Indonesia berpegang pada Konvensi United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 yang menyatakan kawasan perairan itu merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Baca Juga: TNI Siap Tempur Gara-gara Kapal Nelayan China Lakukan Hal Ilegal di Laut Natuna, Tapi Menhan Prabowo Lebih Memilih Cara Ini Buat Bereskan Masalah Itu. Begini Alasannya

"Kalau kita kerja sama dengan Amerika, berarti kita perang dengan China. Padahal kita tidak (bersengketa). Pokoknya kita usir," ujar Mahfud MD.

"Sehingga kita tidak terjebak pada perang proksi. Kita enggak mau, enggak ada perundingan dengan China. Enggak perlu bantuan (AS)," kata dia.

Presiden Joko Widodo meninjau kesiapan kapal perang KRI Usman Harun di Puslabuh TNI AL di Selat Lampa, Natuna, Rabu (8/1/2020). Selain itu Jokowi juga mengadakan silaturahmi dengan para nelayan di Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa Natuna.
TRIBUNNEWS/SETPRES/AGUS SUPARTO

Presiden Joko Widodo meninjau kesiapan kapal perang KRI Usman Harun di Puslabuh TNI AL di Selat Lampa, Natuna, Rabu (8/1/2020). Selain itu Jokowi juga mengadakan silaturahmi dengan para nelayan di Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa Natuna.

Sebelumnya, Duta Besar China untuk Indonesia, Xiao Qian mengatakan, tidak ada perselisihan antara China dengan Indonesia ihwal teritorial.

Persoalan yang belakangan ini mencuat terkait perairan Natuna, kata dia, pada dasarnya berkaitan dengan overlapping atau tumpang tindih area perairan.

Hal ini disampaikan Xiao Qian usai bertemu dengan anggota Komisi I DPR, Syarief Hasan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (24/1/2020).

Baca Juga: Pintu Rumah Didobrak Polisi, Komplotan Penipu Asal China Ini Cerai Berai. Aksi Kabur Mereka Seperti dalam Film Laga Jadi Perhatian Warga

"Pertama, tidak ada perselisihan antara Indonesia dengan China terkait teritorial kita," kata Xiao Qian.

"Perselisihan sebenarnya adalah karena ada overlapping area perairan. Dan ini berbeda dari perselisihan teritorial," tuturnya.

Xiao Qian mengatakan, China sepenuhnya mengakui bahwa Natuna adalah milik Indonesia. China pun tidak pernah mempersoalkan itu.

Begitupun, China memiliki teritori sendiri yang tidak pernah dipersoalkan oleh Indonesia.

Baca Juga: Dapat Protes dari Jurnalis Mancanegara, China Ketahuan Lakukan Hal Ini Terhadap Keberadaan Kaum Minoritas Uighur. Kenapa Mereka Tak Peduli Sorotan Dunia?

Meski ada perbedaan pandangan antara China dengan Indonesia atas hal ini, Xiao Qian mengatakan hal tersebut tak jadi masalah.

"Dan dari pandangan yang berbeda tentang isu ini, kita akan membicarakan persoalan ini di negara kita melalui dialog diplomatik, seperti yang kita lakukan sebelumnya. Pembicaraan di antara para dubes, menteri, kita akan membicarakan itu," ujarnya.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest