Follow Us

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, Begini Kisah Heroik 2 Warga Papua Bertaruh Nyawa Demi Selamatkan Pengungsi dari Amukan Perusuh di Wamena

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Kamis, 07 November 2019 | 10:09
Suasana ruangan Kantor Bupati Jayawijaya yang terbakar saat aksi unjuk rasa di Wamena, Jayawijaya, Papua, Kamis (26/9).
ANTARA/IWAN ADISAPUTRA via BBC Indonesia

Suasana ruangan Kantor Bupati Jayawijaya yang terbakar saat aksi unjuk rasa di Wamena, Jayawijaya, Papua, Kamis (26/9).

Fotokita.net - Kegiatan pagi itu berjalan normal. Warga mulai melupakan kerusuhan 29 Agustus 2019 di Jayapura, yang menyebabkan ratusan bangunan terbakar dan rusak akibat tindakan sekelompok massa.

Jalanan dari Distrik Abepura hingga pusat kota Jayapura dipadati kendaraan bermotor yang lalu lalang. Tiba-tiba sekitar pukul 08.00, saya menerima informasi lewat grup Whatsapp bahwa polisi memblokir jalan di depan pintu masuk kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) di daerah Abepura.

Pada 23 September 2019, Jayapura dan Wamena kembali dilanda konflik yang dipicu sekelompok orang. Masyarakat di kedua wilayah ini dilanda ketakutan karena konflik yang tak berkesudahan.

Baca Juga: Cuma Bawa Sedikit Barang Bawaan dan Pakaian di Badan, Para Pengungsi Wamena Akhirnya Bisa Keluar dari Daerah Kerusuhan. Deretan Foto Mereka Bikin Hati Kita Pilu

Hari itu, aktivitas warga di Jayapura, ibu kota Provinsi Papua, dimulai seperti biasanya sejak pukul 06.00 WIT. Anak-anak berangkat ke sekolah diantar orangtua masing-masing. Para pegawai, baik swasta maupun pemerintah, berangkat ke kantor dengan kendaraan bermotor mereka.

Sejam kemudian, saya bersama sejumlah rekan wartawan pun segera tiba di lokasi kejadian. Tampak ratusan anggota polisi berada di luar kampus hingga di sekitar ruang auditorium Uncen.

Puing-puing bangunan yang terbakar di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Selasa (24/9/2019).
ROY PURBA/Kompas.id

Puing-puing bangunan yang terbakar di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Selasa (24/9/2019).

Tampak ratusan mahasiswa asal Papua yang datang dari Pulau Jawa dan Sulawesi. Mereka meninggalkan kuliah, pulang ke Papua, lalu hendak mendirikan posko di Uncen. Mereka kembali ke Papua sebagai bentuk protes terkait ujaran rasis dan persekusi atas mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang pada 16 Agustus 2019.

Kapolda Papua yang saat itu masih dijabat Inspektur Jenderal Rudolf Albert Rodja, bersama sejumlah jajaran Rektorat Uncen, berada di garis terdepan untuk menghadapi ratusan mahasiswa ini. Pihak kepolisian dan Uncen tak mau memberikan izin pembukaan posko karena dapat mengganggu aktivitas kuliah.

Setelah bernegosiasi dengan pihak keamanan, ratusan mahasiswa ini akhirnya bersedia kembali ke lokasi awal mereka di daerah Expo Waena. Sejumlah bus kemudian mengantar mereka ke sana. Namun, setibanya di sana, sekitar pukul 11.00, terjadi bentrok antara mahasiswa dan sekelompok massa dengan aparat keamanan, baik TNI maupun Polri.

Baca Juga: Penduduk Asli Wamena Ikut Mengungsi Saat Kerusuhan Pecah, Jadi Siapa Pelaku Kekacauan Itu? Begini Kisah Haru Warga Pendatang yang Ditolong Orang Asli Papua

Saya yang sudah berada di dekat Waena merasakan firasat tak enak. Lalu memutuskan untuk berbalik arah dan kembali ke tempat kos di daerah Entrop yang berjarak 15 kilometer dari Waena.

Kerusuhan di Wamena

Kerusuhan di Wamena

Di lokasi, massa menyerang aparat dengan senjata tajam dan batu. Praka Zulkifli, anggota TNI Angkatan Darat dari Satuan Raider 751/Sentani, yang sedang beristirahat di lokasi, terkena bacokan di kepala oleh salah satu oknum massa yang membawa senjata tajam. Nyawa Zulkifli tak tertolong lagi. Ia mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Bhayangkara Jayapura pada pukul 12.30 WIT.

Untuk menghentikan aksi massa, aparat keamanan melepaskan tembakan. Situasi akhirnya mampu dikendalikan sekitar pukul 15.00 WIT. Tiga warga ditemukan meninggal setelah insiden ini.

Ketika konflik di Kota Jayapura masih berlangsung, saya juga mendapat informasi, pada saat yang bersamaan terjadi konflik di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya.

Baca Juga: Terungkap, Warga Pendatang Ternyata Diselamatkan Oleh Orang Asli Papua dengan Cara Ini Sewaktu Kerusuhan Wamena Pecah

Sekelompok pelajar dan warga yang diduga terprovokasi informasi adanya ujaran rasis di salah satu sekolah menengah atas membakar ratusan fasilitas publik dan menyerang warga sejak pukul 08.00 WIT.

Orang pertama yang saya hubungi untuk memverifikasi informasi tersebut adalah Pastor John Jongga, salah satu tokoh agama yang sangat dihormati warga di Pegunungan Papua.

Kondisi saat sebuah bangunan terbakar menyusul aksi berujung ricuh di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019).  Demonstran bersikap anarkistis hingga membakar rumah warga, kantor pemerintah, dan beberapa kios masyarakat pada aksi berujung ricuh yang diduga dipicu kabar hoaks tentang seorang guru yang menge
AFP

Kondisi saat sebuah bangunan terbakar menyusul aksi berujung ricuh di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019). Demonstran bersikap anarkistis hingga membakar rumah warga, kantor pemerintah, dan beberapa kios masyarakat pada aksi berujung ricuh yang diduga dipicu kabar hoaks tentang seorang guru yang menge

Pastor John pun langsung mengirimi saya video dan foto sejumlah bangunan yang terbakar di Wamena via Whatsapp pada pukul 10.35 WIT. Setelah itu, jaringan internet dan telepon di Wamena terganggu. Saya pun tidak bisa menghubungi Pastor lagi.

Saya bersama rekan-rekan pers merasa kaget dan sedih karena terjadi lagi konflik di Papua. Sebelumnya, kerusuhan terjadi di Kota Jayapura pada 29 Agustus dan di Kabupaten Deiyai pada 28 Agustus 2019.

Kami lalu menghubungi pihak kepolisian setempat dan rekan wartawan yang bermukim di Wamena. Teryata rekan wartawan juga belum dapat dihubungi karena masih bersembunyi di sejumlah lokasi.

Kapolres Jayawijaya Ajun Komisaris Besar Tonny Ananda yang dapat dikontak pada pukul 14.00 WIT meminta saya untuk bersabar. Saat itu, ia bersama jajarannya masih berupaya mengevakuasi warga dari serangan pelaku kerusuhan.

Baca Juga: Presiden Jokowi Tolak Kerusuhan Wamena Sebagai Konflik Etnis, Tapi Ribuan Warga Pendatang Korban Kekacauan Itu Alami Trauma Berat. Bagaimana Kondisi Mereka?

Tonny akhirnya dapat dihubungi kembali sekitar pukul 17.00 WIT. Dia mengungkapkan, banyak warga yang menjadi korban dalam insiden ini dan puluhan ribu warga harus mengungsi ke sejumlah tempat, seperti Markas Polres Jayawijaya, gereja, dan Markas Kodim 1702 Jayawijaya.

Data terakhir pihak kepolisian menyebutkan, kerusuhan tersebut menyebabkan 33 warga meninggal dan 77 warga mengalami luka-luka, baik ringan maupun berat. Ribuan warga yang terlibat aksi perusakan membakar Kantor Bupati Jayawijaya, 465 ruko, 150 rumah, 165 motor, dan 224 mobil serta truk.

Dua hari pascainsiden di Wamena, warga mulai berani pulang ke kampung halamannya. Mereka yang punya dana lebih menggunakan pesawat komersial. Sementara warga lain menumpang pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara dari Detasemen Pangkalan Udara Wamena menuju Pangkalan Udara Silas Papare, Jayapura.

Suasana di Kota Wamena, Papua, pada Senin (23/09).
Antara via BBC Indonesia

Suasana di Kota Wamena, Papua, pada Senin (23/09).

Jumlah pengungsi yang meninggalkan Wamena hingga akhir September mencapai 16.000 orang. Selain dari Wamena, mereka juga berasal dari sejumlah kabupaten di pegunungan tengah Papua, seperti Lanny Jaya dan Tolikara.

Saya pun selama beberapa hari meliput kedatangan pengungsi di Pangkalan Udara Silas Papare, Jayapura, dan sejumlah lokasi pengungsian yang berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Jayapura.

Salah satu pengungsi yang membuat saya terus mengingat namanya adalah Iksan. Ayah dari lima anak ini tiba di Jayapura pada 27 September 2019. Sehari kemudian saya bertemu Iksan di lokasi pengungsian di Gedung Serbaguna Megantara Pangkalan Udara Silas Papare, Jayapura.

Baca Juga: Usia Sudah Lewat Setengah Abad, Dokter Ini Sukarela Layani Warga di Pelosok Papua. Sayang, Kisahnya Berakhir Tragis dalam Kerusuhan Wamena

Sebelum mengungsi ke Jayapura, Iksan sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek sepeda motor di Wamena sejak 2015. Di tengah percakapan dengan Iksan, saya pun mengajukan sebuah pertanyaan kepadanya, ”Apa yang Mas rasakan setelah tiba di Jayapura?”

Tidak saya duga, ternyata pernyataan sederhana itu begitu menyentuh Iksan. Ia kemudian menangis dan mengatakan sangat berterima kasih kepada Tuhan karena masih punya kesempatan untuk bertemu dengan keluarganya di Jawa Timur. Iksan saat itu berencana pulang ke Jawa Timur.

Saya sangat terharu dengan jawabannya. Saya pun memeluk Iksan untuk menguatkannya. Ayah dari lima anak itu sungguh terpukul dengan kejadian di Wamena. Selama beberapa waktu kemudian, saya masih terus berada di Pangkalan Udara Silas Papare, Jayapura, dan sejumlah lokasi pengungsian.

Pada 2 Oktober 2019, sekitar pukul 11.00 WIT, saya menuju Wamena untuk meliput situasi keamanan dan aktivitas warga pascakerusuhan.

Di sana, saya menyewa mobil milik salah satu pengungsi bernama Yudhi. Ia tetap bertahan di Wamena, sedangkan istri dan anaknya sudah lebih dulu pulang ke kampung halaman mereka di Jawa Timur.

Pengungsi korban konflik di Wamena beristirahat setibanya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Sebanyak 51 korban konflik di Wamena tersebut dievakuasi dengan menggunakan pesawat hercules C130 milik TNI Angkatan Udara.
ANTARA FOTO

Pengungsi korban konflik di Wamena beristirahat setibanya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Sebanyak 51 korban konflik di Wamena tersebut dievakuasi dengan menggunakan pesawat hercules C130 milik TNI Angkatan Udara.

Saya kemudian menuju Detasemen Pangkalan TNI Angkatan Udara Wamena. Saat itu tampak ribuan warga antre untuk menaiki Hercules menuju Jayapura, Biak Numfor, dan Timika.

Saya segera mendokumentasikan gambar eksodus warga. Saya juga mewawancarai warga dan Komandan Detasemen Pangkalan Udara Wamena Mayor Arief Sujatmiko. Ia mengatakan, pihaknya berupaya semaksimal mungkin untuk menerbangkan warga karena banyak yang mengalami trauma berat pascakerusuhan.

Hari berikutnya, pada 3 Oktober 2019, saya mengecek kondisi pengungsi yang berada di Markas Polres Jayawijaya. Para pengungsi memperoleh makanan rutin sehari tiga kali. Hanya saja, tempat mereka beristirahat kurang memadai karena hanya beralaskan tikar atau karpet di atas lantai yang dingin.

Cuaca di Wamena pada malam hari sangat dingin karena lokasinya yang berada di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pada dini hari, suhu bisa jatuh hingga di bawah 20 derajat celsius. Meskipun tidur di tempat yang kurang memadai, para pengungsi tetap merasa bersyukur karena berhasil selamat dari insiden yang mengerikan.

Salah satunya adalah Mak’iel yang mengungsi bersama istrinya, Atik, dan kedua anaknya, Ulil Albaq (2) dan Syaiful, yang masih berusia 7 bulan. Mereka beserta 3.000 warga lain bertahan di Markas Polres Jayawijaya pascakerusuhan.

Baca Juga: Cerita di Balik Kerusuhan Wamena, Apakah Para Perusuh Sadar Ada Kerugian Terbesar Setelah Aksi Anarkis Itu? Begini Sosok Malaikat Kesehatan Orang Papua yang Jadi Korban Meninggal dalam Kerusuhan

Pengungsi korban konflik di Wamena turun dari pesawat setibanya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Sebanyak 51 korban konflik di Wamena tersebut dievakuasi dengan menggunakan pesawat hercules C130 milik TNI Angkatan Udara.
ANTARA FOTO

Pengungsi korban konflik di Wamena turun dari pesawat setibanya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Sebanyak 51 korban konflik di Wamena tersebut dievakuasi dengan menggunakan pesawat hercules C130 milik TNI Angkatan Udara.

Pria berusia 36 tahun ini mengaku bahwa dirinya bersama ratusan orang berhasil selamat dari kerusuhan berkat bantuan seorang tokoh masyarakat, Titus Kogoya, dan keluarganya dari Kampung Mawampi, Distrik Wesaput, Wamena.

Saya juga mendapatkan informasi, adanya seorang tokoh masyarakat di daerah Wouma yang menyelamatkan 16 orang dengan cara menyembunyikan mereka di dalam kamarnya.

Saya berusaha melacak keberadaan para penyelamat ini. Saya lalu ke Wouma. Saat itu situasi masih tampak sepi. Puing-puing bangunan Pasar Wouma yang dibakar massa menjadi saksi bisu kerusuhan. Saya lalu mencari Theodorus Pawika.

Theodorus nekat menyembunyikan 16 orang di tempat tidurnya dan tidak mau menyerahkan mereka meskipun ratusan warga mengancam akan membunuhnya. Saat itu, tidak kurang dari 500 orang mendatangi rumah Theodorus.

Baca Juga: Korban Jiwa Masih Akan Bertambah, Inilah Penyebab Warga yang Tewas dalam Kerusuhan Wamena. Foto Rumah Rata dengan Tanah Ini Bikin Kita Miris!

Theodorus Pawika
KOMPAS/FABIO MARIA LOPES COSTA

Theodorus Pawika

Namun, pria berusia 60 tahun ini tetap keras kepala. Ia dengan tegas menolak permintaan massa. Salah satu perkataan Theodorus yang berkesan, ”Mereka anak-anak saya. Jika mereka mati, saya juga harus mati.”

Kemudian saya bersama Yudhi mengunjungi Titus di rumahnya di Kampung Mawampi. Perjalanan ke sana tidak jauh karena daerah tersebut berada tidak jauh dari area Bandar Udara Wamena.

Baca Juga: Bikin Sang Penanya Tertawa, Anggota DPR yang Pernah Tertangkap Kamera Tertidur Sewaktu Pelantikan Ini Ungkap Cara Berbagi Ranjang dengan Ketiga Istrinya

Tiba di sana, saya memperkenalkan diri kepada warga setempat dan menanyakan lokasi rumah Titus. Mereka lalu mengantar kami ke sana. Titus pun menyambut kami dengan ramah.

Ia mengaku sangat senang bisa menyelamatkan 100 warga yang kemudian mengungsi ke Markas Polres Jayawijaya. Bagi Titus dan warga setempat, para pengungsi seperti saudara kandung mereka walaupun berasal dari lain daerah.

Titus Kogoya
KOMPAS/FABIO MARIA LOPES COSTA

Titus Kogoya

Titus bersama ratusan warga setempat menutup jalan masuk ke Kampung Mawampi dengan kayu. Mereka lalu berjaga-jaga. Berkat usaha mereka, massa tak berani masuk untuk menyerang dan merusak rumah warga.

Pertemuan dengan Titus diakhiri dengan makan singkong rebus dan berfoto bersama di halaman rumahnya. Saya merasa sangat bangga bisa bertemu dengan orang seperti Theodorus dan Titus.

Keberanian mereka dalam menghadapi para perusuh dalam tragedi tersebut menunjukkan bahwa nilai kemanusiaan masih ditempatkan di atas segala perbedaan, baik suku, ras, maupun agama. (Fabio Maria Lopes Costa/Kompas.id)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest