“Hanya berbeda di huruf pertama saja. Harapan media ini menjadi yang paling ahlinya. Segmennya adalah milenial, sehingga gayanya milenial tetapi tetap memegang kode etik jurnaliatik. Saya juga berharap dapat berpartner dengan media lainnya,” kata Fakar didampingi karyawannya, Khairul Umam dan Buyung Habibi Harahap kepada wartawan usai acara HUTnya, di Hotel Cambridge Medan, Senin (13/7/2020) malam.
Selama ini, Fakar kerap melakukan gerakan sosial, yakni memberikan sembako kepada warga Medan, bahkan di hari ulang tahun nya yang ke-29, Fakar memberikan uang secara cuma-cuma atau ‘give away’, untuk masyarakat seluruh Indonesia melalui Instagram (IG), sebesar Rp7 juta.
Kemudian ia juga membagikan secara gratis beras 5kg sebanyak 200 karung, dengan nominal sebesar Rp13 juta, khusus untuk masyarakat Kota Medan.
Dengan hasil jerih payahnya, Fakar bahkan berniat ingin mencalonkan diri menjadi wali kota Medan, untuk 6 tahun ke depan.

Fakarich Guru Indra Kenz berani melawan perintah polisi. Foto ibunda Fakarich digeruduk. Dulu kebelet jadi ibu pejabat di Medan.
Tetapi sebelumnya, kata dia, ia berupaya memperkaya dirinya terlebih dahulu dari usaha sendiri, agar jika nanti ia melangkah menuju mencalonkan diri menjadi Medan 1, ia tidak lagi tergiur untuk korupsi.
“Bahkan jika nanti menjadi wali kota Medan, gaji saya akan disumbangkan untuk masyarakat Kota Medan,” ungkapnya dengan antusias. Ia sangat menginginkan membangun Kota Medan ke arah infrastruktur.
Fakar membandingkannya dengan Kota Bandung yang jauh lebih bagus infrastrukturnýa, padahal Kota Medan adalah kota metropolitan. “Saya melihat Medan ini hancur sekali, infrastruktur, tata kotanya, kedisiplinan masyarakatnya, hingga birokrasinya,” beber Fakar.
“Selama ini saya juga sudah buat gerakan sosial, seperti 50 persen omset saya, saya sumbangkan untuk masyarakat se Indonesia. Saya juga selalu menyumbang uang setiap hari. Dengan gerakan sosial ini, Insya Allah rezeki saya mengalir terus,” kata Fakar yang merupakan anak tunggal.
Fakar mengisahkan bagaimana menjalani hidup susah semasa ia sekolah dulu. Sewaktu duduk di bangku SMA, orang tuanya bercerai, ibunya adalah seorang penjual lontong, yang sehari saja untuk mendapatkan Rp50 ribu sangatlah sulit.
“Saya juga pernah mengalami selama 3 bulan hanya makan mie instan dalam sehari dibagi 2, sepotong untuk makan siang, sepotongnya lagi untuk makan malam,” kisahnya.