Alhasil, ide pembangunan TMII tersebut di tengah masih banyaknya masyarakat miskin dinilai tidak prioritas oleh para mahasiswa.
Protes datang dari mahasiswa dalam bentu diskusi dan seminar. Akibat derasnya protes dari mahasiswa terhadap rencana pembangunan TMII, Tien Soeharto sampai menggelar konferensi pers yang juga dihadiri para pejabat tinggi negara.
Dalam keterangannya, sebagaimana dikutip dari pemberitaan Harian Kompas pada 8 Januari 1972, Tien Soeharto mengatakan pembangunan TMII telah mengikuti prosedur yang semestinya.
Terkait sumbangan dari pemerintah kepada Yayasan Harapan Kita selaku pengelola pembangunan TMII, Tien Soeharto menjawab tak ada masalah.
Ia menilai wajar bila Yayasan Harapan Kita yang diketuai olehnya mendapat seumbangan dari pemerintah untuk pembangunan TMII.
“Akan tetapi kalau pemerintah memberikan sumbangan apa salahnya,” kata Tien Soeharto dikutip dari Harian Kompas pada 8 Januari 1972.
Pembangunan TMII terus dikebut meskipun gelombang protes dari mahasiwa terus mengalir.
Puncaknya, kekesalan mahasiswa terhadap pembangunan TMII terakumulasi dengan masalah kemiskinan dan korupsi pemerintahan terwujud dalam peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari 1974).
Setelah kerusuhan Malari mereda, pembangunan TMII semakin dikebut. Mimpi Tien Soeharto pun akhirnya terwujud.