"Lama kelamaan saya kayak terhipnotis apa yang mereka share itu saya anggap pasti bener, walaupun orang di luar sana bilang kelompok ini begini begitu, tidak saya dengar. Bagi saya itu kayak fitnah saja," kata Nur.
Dia pun kemudian aktif melakukan propaganda mengenai ISIS dan kehidupan di Suriah di bawah ISIS kepada keluarganya. Walnya, kata Nur, ia sering berbeda pendapat dengan ayahnya.
"Ayah saya kan PNS. Saya lihat dia sibuk dan agamanya kurang. Ayah suka menyampaikan pendapat yang beda, aku selalu lawan dengan dalil yang aku dapat dari kelompok ini di internet," ujar Nur.
Tekad untuk hijrah ke Suriah pun semakin besar ketika Nur membaca kesaksian dari remaja seusianya di Eropa yang pergi ke daerah kekuasaan ISIS, antara lain tiga gadis dari Inggris.
"Tapi Allah menakdirkan lain: aku harus pergi dengan keluarga, karena aku pengen juga belajar Islam bareng mereka, hidup di bawah khilafah. Walaupun awalnya ada yang ragu tapi akhirnya kita saling menguatkan," kata dia.
Nur berhasil berpropaganda ke lingkup luas di keluarganya. Ia bergabung dalam rombongan berjumlah 26 orang, termasuk dirinya sendiri, untuk berangkat ke Suriah melalui Turki: dia, ayah dan ibunya, dan sejumlah orang lain.
Salah satunya, Dwi Joko sempat menimbulkan kehebohan, karena ia adalah seorang pejabat daerah :Direktur Pelayanan Satu Pintu PTSP di Badan Pengusahaan untuk Kawasan Batam. Ia mengambil cuti pada Agustus 2015, namun tak pernah kembali lagi.
Untuk membiayai perjalanan ke Suriah, Dwi Joko menjual rumahnya. Kakak iparnya Iman Santosa alias Abu Umar, yang diduga paling mempengaruhi keluarga tersebut untuk migrasi ke Suriah, melakukan kontak dengan ISIS dan merencanakan perjalanan tersebut.
Agustus 2015, keluarga tersebut pergi ke Suriah melalui Istanbul Turki, di sana bertemu dengan penghubung yang kemudian membantu mereka menyebrang ke Suriah dan terhubung dengan militan ISIS.