Sampai di perbatasan, keluarga ini dibagi dalam beberapa rombongan agar tidak terlalu mencolok. Namun hanya 19 orang yang berhasil menyebrang ke perbatasan Suriah, selebihnya ditangkap pemerintah Turki kemudian di deportasi ke Indonesia, termasuk Iman Santosa.
"Ketika masuk aku bener-bener seneng banget, pas di perbatasan, langsung sujud syukur, karena sampai di negeri yang diberkahi. Kan sebutannya bless land tuh," ungkap Nur.
Di perbatasan mereka dijemput oleh anggota militan ISIS, dan berjalan kaki di daerah kekuasaan ISIS. Esok harinya paspor dan identitas mereka diperiksa termasuk telepon seluler dan diambil oleh ISIS.
Anggota keluarga laki-laki dan perempuan dipisahkan. Anggota keluarga laki-laki dibawa ke sebuah tempat untuk menjalani 'pelatihan'.
"Yang perempuan itu dibawa ke sebuah asrama, sebagai tempat penampungan bagi wanita yang menunggu mahromnya sedang sekolah," jelas Nur.
Namun begitu sampai di asrama, Nur merasa situasinya tak seperti yang digambarkan di internet.
"Sudah mulai muncul perasaan kecewa, kok beda seperti yang disampaikan di internet, mereka cerita di asrama semuanya bersih, semua akhwat saling tolong menolong dan ramah. Tapi sampai di sana kotor, banyak orangnya dan tidak tertata rapih, dan kita lihat sering ada perkelahian," ungkap Nur.
Di sana, Nur dan kakak perempuannya beberapa kali diajak menikah oleh 'petempur ISIS', namun dia menolaknya.
"Waktu itu saya masih 17 tahun, kaget dan syok dan nggak mau. Tapi alhamdulillah ternyata bisa nolak," kata Nur.