Secara umum putusan Mahkamah mengabulkan hampir semua gugatan Filipina, dan menihilkan klaim maupun tindakan RRT di Laut China Selatan.
China juga menyatakan tidak terikat terhadap putusan PCA itu. Meski gugatan ke PCA diajukan oleh Filipina, putusan tersebut punya implikasi pada negara-negara ASEAN yang selama ini bersengketa dengan China di Laut China Selatan, tak terkecuali Indonesia.

Menara penangkal serangan udara dan serangan rudal
Hubungan Indonesia China dalam beberapa hari terakhir tengah panas dingin.
Ini setelah insiden masuknya kapal-kapal nelayan asal China yang dikawal kapal coast guard terdeteksi masuk ke perairan Natuna secara ilegal.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, mengungkapkan kembalinya China berulah di Natuna salah satunya karena ingin menguji menteri terkait di kabinet baru Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"China mau ngetes, sejauh mana ketegasan dan kekompakan menteri-menteri baru Jokowi dalam mengelola masalah di Laut China Selatan. Kalau soal sengketa dengan China, itu terdekat terjadi di tahun 2016," kata Hikmahanto, Minggu (5/1/2020).
Manuver China, kata dia, memang sengaja dilakukan untuk memancing reaksi pejabat Indonesia. Ini penting buat China dalam mengambil kebijakan-kebijakan geopolitik dan ekonomi di kawasan tersebut.
"Yang terbaru kan tahun 2016, kapal China masuk Natuna, Presiden Jokowi sampai langsung datang ke Natuna dan menggelar rapat di sana. Nah China mau lihat bagaimana respon pejabat sekarang," ujar Hikmahanto.
Menurutnya, selama sembilan garis putus-putus dan traditional fishing right dijadikan dasar klaim, maka China akan selalu memepetahankan keberadaan fisiknya di Natuna Utara.