Fotokita.net - Hujan telah datang di sejumlah wilayah. Kemarau yang begitu panjang tahun ini membuat pemerintah dan sejumlah pihak kelimpungan menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Kerugian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) memang teramat besar. Bukan hanya membawa korban manusia, kabut asap yang begitu pekat telah menyebabkan sejumlah gangguan kesehatan bagi warga yang terdampak.
Kabut asap juga mengganggu kesehatan dari penghuni hutan alami itu sendiri. Lihat saja pada kondisi orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), yang menghuni sejumlah wilayah hutan di Tanah Dayak itu.
Melansir Antaranews.com, sebanyak 355 orangutan yang berada di pusat rehabilitasi Nyaru Menteng, Provinsi Kalimantan Tengah, terancam sakit akibat semakin pekatnya kabut asap beberapa pekan terakhir.
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga berdampak kepada satwa hutan Indonesia, dari "sekadar" terpapar asap hingga mati terpanggang.
Pada foto-foto yang diperoleh dari Antara Foto, tampak gambaran naas para satwa yang turut menjadi korban karhutla.
Ada sejumlah ular yang ditemukan mati terpanggang di area kebakaran, ada pula sejumlah orangutan yang bertahan di tengah pekat asap karhutla di lokasi pra-pelepasliaran.
Dikonfirmasi oleh Directur Policy dan Advocacy WWF-Indonesia, Aditya Bayunanda, pendekatan per spesies hewan tersebut di suatu daerah bisa dikatakan mengkhawatirkan.
Meski, tutur Aditya, pihaknya belum mengetahui secara menyeluruh data satwa Indonesia yang terancam karhutla.
"Satwa yang terancam agak sulit datanya, karena mungkin kita lihat dari konteks habitat. Misal gajah di Sumatera terancam karena habitatnya juga sedang terancam," ujar Aditya di Jakarta, Kamis (17/9/2019).
Dicontohkan juga oleh Dito, seperti Sumatera, salah satu lokasi karhutla terbesar di Tanah Air, saat ini sangat sedikit hutan alamnya. Di Sumatera bagian tengah hanya tersisa di daerah penyangga Bukit Tigapuluh, Jambi.
"Semakin kecil lahan, semakin cepat juga satwa di alam akan mengalami kepunahan," tutur Dito. Hal itu juga terjadi saat satwa berusaha diselamatkan atau dievakuasi, namun tidak ada tempat bahkan kesulitan untuk mencari tempat melepaskannya kembali.
Inilah yang menjadikan hewan yang direhabilitasi tidak bisa berkembang dan tetap di tempat rehabilitasi. (Sumber: KOMPAS.com/Ellyvon Pranita, Antara Foto)