Belum lagi ketersediaan air di Jawa yang diperkirakan akan mencapai kelangkaan absolut pada 2040.
Dengan segala persoalan itu dan demi pemerataan pembangunan dan ekonomi, Jokowi memutuskan memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Kendati Jakarta, katanya, akan tetap menjadi prioritas pembangunan berskala global.

ilustrasi pembelian air bersih dalam jerigen
"Jadi bukan Jawa-sentris lagi karena itu dipilih ke Kalimantan. Karena secara geografis di tengah-tengah. Pemerintahan akan lebih mudah, misal kalau ada tugas ke Papua, dengan posisi di tengah-tengah, akan memudahkan," ujar Deputi Bidang Pengembangan Regional, Kementerian PPN/Bappenas, Rudy Soeprihadi Prawiradinata, kepada BBC News Indonesia, Rabu (28/8).
"Dari sisi lain, (untuk) mengurangi beban Jakarta dan Jawa supaya lebih optimal," sambungnya.
Pengamat perkotaan, Rendy A. Diningrat, kontribusi beban pemerintahan beserta para aparatur sipil negara di Jakarta sekitar 10%. Hitungan itu merujuk pada jumlah aparatur sipil negara yang sekitar 1,5 juta dari total warga Jabodetabek yang mencapai 20 juta jiwa.
Kalaupun para ASN berkontribusi pada masalah kemacetan dan polusi, jumlahnya tidak besar dan dapat teratasi dengan adanya transportasi publik.

Pemandangan padatnya kendaraan yang melintasi jalan M.H Thamrin di Jakarta Pusat, Senin (29/7/2019). Berdasarkan data situs penyedia peta polusi daring harian kota-kota besar di dunia AirVisual, menempatkan Jakarta pada urutan pertama kota terpolusi sedunia pada Senin (29/7) pagi dengan kualitas uda
"Karena lebih dari 10 persennya itu aktivitas orang ke Jakarta untuk bekerja di luar sektor pemerintahan," jelas Rendy A. Diningrat kepada BBC News Indonesia.
Sehingga, menurutnya, dengan kontribusi beban yang sangat sedikit itu, kepindahan ibu kota takkan menyelesaikan masalah. Menurutnya, Jakarta akan tetap berkubang pada problem yang sama jika tidak ada solusi.