Dengan gabungan temuan di atas, dapat dilihat bahwa masyarakat Indonesia rentan terhadap serangan hoaks. Kendati sudah ada polisi siber dan undang-undang yang berusaha mencegah peredaran hoaks di dunia maya, namun hal itu masih belum memadai.

Infografis temuan isu hoaks Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Lalu, apakah pembatasan media sosial menjadi cara efektif dalam menangkal hoaks di Indonesia untuk ke depannya?
Langkah pemerintah dengan membatasi media sosial dalam mengantisipasi hoaks nampak cukup berhasil, namun bukan berarti itu menjadi solusi jangka panjang.
Jika pembatasan media sosial dijadikan langkah yang akan diambil tiap kali memerangi hoaks, maka tentu akan mengancam kebebasan masyarakat.
Berkaca dari persoalan ini, apakah Indonesia perlu mengubah sistem pemerintahan menjadi ideologi totalitarian yang identik dengan pemerintah sebagai pusat pengendali informasi?
Baca Juga: Sanggah Telah Makan Gurita Hidup, Apakah Ria Ricis Bikin Konten Bohong Demi Clickbait di Youtube?

Infografis siberkreasi untuk literasi digital Indonesia.
Nyatanya, jika melihat lebih luas, penyebaran hoaks tidak mengenal sistem pemerintahan negara. Dari negara yang menganut demokrasi penuh(full democracy)hingga otoritarian(authoritarian),semua menghadapi serangan hoaks.
Dalam konteks ini, Korea Utara mungkin menjadi satu-satunya negara otoritarian yang tak tersentuh oleh hoaks karena minimnya informasi yang dapat diakses dari negara itu.
Berdasarkan Indeks Demokrasi 2018 yang dirilis olehThe Economist Intelligence Unit,Indonesia termasuk dalam kategori cacat demokrasi(flawed democracy).Indonesia berada di posisi 65 (skor 6,39 poin) dari 167 negara yang dinilai.