Follow Us

Tokoh Senior Papua Ini Bilang Bintang Kejora Adalah Bendera Budaya. Katanya, 'Mana Ada Belanda Mau Bikin Papua Merdeka. Itu Mimpi!'

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Sabtu, 31 Agustus 2019 | 09:09
Mahasiswa Papua menggelar aksi demonstrasi di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019). Massa aksi menuntut agar rasialisme terhadap rakyat Papua dihentikan dan menuntut pemerintah membuka kembali akses internet di Papua.
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Mahasiswa Papua menggelar aksi demonstrasi di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019). Massa aksi menuntut agar rasialisme terhadap rakyat Papua dihentikan dan menuntut pemerintah membuka kembali akses internet di Papua.

Fotokita.net - Penjemputan paksa mahasiswa Papua oleh aparat kepolisian di Asrama Mahasiswa Papua di Kalasan, Surabaya, Jawa Timur terjadi pada hari Sabtu (17/8/2019). Ketegangan bermula sejak hari Jumat (16/8/2019).

Atas kejadian itu, banyak masyarakat Papua yang tidak terima karena dinilai aparat dan ormas melakukan tindak rasisme dengan melontarkan kata-kata tidak pantas.

Kejadian represif yang dilakukan aparat kepolisian dan sejumlah massa ormas terhadap mahasiswa Papua di Surabaya memicu letupan aksi di berbagai daerah.

Aksi Massa pertama bermula di Kota Manokwari pada Senin (19/8/2019). Mereka mengecam keras tindakan rasisme yang dilakukan terhadap saudara-saudaranya di Jawa Timur. Di Deiyai, unjuk rasa yang berujung memakan korban di pihak aparat dan warga sipil. Paling terakhir, demo di Jayapura menyisakan gedung-gedung yang dibakar dan penjarahan terhadap toko milik warga.

Baca Juga: Foto-foto Bendera Bintang Kejora Saat Demo Papua, Sejak Masa Presiden Ini Diakui Sebagai Bendera Budaya

Dalam setiap demo itu, bendera bintang kejora kerap muncul. Sebetulnya, bendera bintang kejora telah diakui sebagai bendera budaya.

Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengatakan, Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebenarnya memiliki warisan dalam menyelesaikan persoalan di Papua. Gus Dur selalu mengedepankan dialog dalam menangani masalah di sana.

Ia berharap, pendekatan dialog juga diterapkan oleh pemerintah saat ini dalam menangani situasi setelah aksi unjuk rasa.

"Teladan ini perlu dicontoh sehingga warga Papua tidak lagi diperlakukan secara diskriminatif, didengar aspirasinya, serta dihargai martabat kemanusiaannya," ujar Alissa melalui keterangan tertulisnya, Selasa (20/8/2019).

Marjinalisasi dan diskriminasi dialami orang asli Papua, baik secara politik, ekonomi, maupun sosial-budaya. Sedangkan, sampai hari ini belum ada masalah pelanggaran HAM yang diselesaikan secara adil, termasuk juga belum berhasil diputusnya siklus kekerasan di Papua yang dilakukan negara.

Baca Juga: Pemerintah Sebut Ada Penumpang Gelap, Warga Jadi Saksi Mata Waktu Penjarahan dan Pembakaran Dilakukan Sekelompok Orang di Jayapura. Siapakah Mereka?

Bendera Bintang Kejora yang berada di atas tower Navigasi di Asmat, Sabtu (17/8).
ISTIMEWA via Kompas.com

Bendera Bintang Kejora yang berada di atas tower Navigasi di Asmat, Sabtu (17/8).

Pada akhir 2008, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menerbitkan buku "Papua Road Map" sebagai hasil penelitian pemetaan masalah utama di Papua.

Dalam penelitiannya, LIPI menyebut persoalan marjinalisasi, diskriminasi dan pelanggaran HAM sebagai bagian dari banyak isu utama di Papua.

Baca Juga: Kerusuhan Juga Terjadi di Mimika, Apakah Perlu Status Darurat di Papua Barat?

Peringatan 100 Hari Gus Dur --- Mahasiswa asal Papua  mengikuti karnaval budaya untuk memperingati 100 hari meninggalnya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Jalan Malioboro Yogyakarta, Sabtu (10/4). Dalam karnaval budaya yang dimotori oleh Kaum Muda Nahdlatul Ulama Yogyakarta tersebut ditampilkan atra
Kompas Jogja

Peringatan 100 Hari Gus Dur --- Mahasiswa asal Papua mengikuti karnaval budaya untuk memperingati 100 hari meninggalnya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Jalan Malioboro Yogyakarta, Sabtu (10/4). Dalam karnaval budaya yang dimotori oleh Kaum Muda Nahdlatul Ulama Yogyakarta tersebut ditampilkan atra

Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengatakan, Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebenarnya memiliki warisan dalam menyelesaikan persoalan di Papua. Gus Dur selalu mengedepankan dialog dalam menangani masalah di sana.

Ia berharap, pendekatan dialog juga diterapkan oleh pemerintah saat ini dalam menangani situasi setelah aksi unjuk rasa.

"Teladan ini perlu dicontoh sehingga warga Papua tidak lagi diperlakukan secara diskriminatif, didengar aspirasinya, serta dihargai martabat kemanusiaannya," ujar Alissa melalui keterangan tertulisnya, Selasa (20/8/2019).

Baca Juga: Kerusuhan di Fakfak, Kantor Dewan Adat dan Pasar Dibakar, Bendera Bintang Kejora Sempat Dikibarkan. Lihat Foto-fotonya

Massa melakukan aksi di Jayapura, Senin (19/8/2019). Aksi tersebut untuk menyikapi peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.
ANTARA FOTO

Massa melakukan aksi di Jayapura, Senin (19/8/2019). Aksi tersebut untuk menyikapi peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.

Semasa hidupnya, Gus Dur memberikan teladan tentang kepedulian akan situasi di Papua. Ia selalu mengedepankan dialog dengan melibatkan kepala suku dan tokoh agama dengan prinsip partisipatif, tanpa kekerasan dan mengutamakan keadilan.

Ia mencontohkan langkah Gus Dur untuk mengembalikan nama Papua sebagai nama resmi dan mengizinkan pengibaran bendera bintang kejora sebagai bendera kebanggaan dan identitas kultural masyarakat Papua. Upaya tersebut merupakan bagian dari pendekatan dialog yang dilakukan oleh Gus Dur.

Massa melakukan aksi di Jayapura, Senin (19/8/2019). Aksi tersebut untuk menyikapi peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.
ANTARA FOTO

Massa melakukan aksi di Jayapura, Senin (19/8/2019). Aksi tersebut untuk menyikapi peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.

"Gus Dur selalu mengedepankan dialog dan pelibatan tokoh-tokoh non-formal, misalnya kepala suku dan pemimpin agama dengan prinsip partisipatif, non-kekerasan, dan adil," kata Alissa.

Baca Juga: Gerakan Papua Merdeka Kerap Disebut, Kata Riset Kelompok Ini Tak Solid. Ada yang Berperang di Hutan, Ada Pula yang Hidup Makmur di Eropa

Sejumlah orang keluar dan mengangkat tangannya di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan 10, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (17/8/2019). Sebanyak 43 orang dibawa oleh pihak kepolisian untuk diminta keterangannya tentang temuan pembuangan bendera Merah Putih di depan asrama itu pada Jumat (16/8/2019).
ANTARA FOTO

Sejumlah orang keluar dan mengangkat tangannya di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan 10, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (17/8/2019). Sebanyak 43 orang dibawa oleh pihak kepolisian untuk diminta keterangannya tentang temuan pembuangan bendera Merah Putih di depan asrama itu pada Jumat (16/8/2019).

Jaringan Gusdurian menyadari sepenuhnya bahwa selama ini Papua sebagai tempat yang memiliki kekayaan alam melimpah justru menjadi kawasan yang tertinggal di Indonesia. Oleh sebab itu, keadilan dan perlakuan yang tidak setara masih terjadi di Papua hingga sekarang.

Dialog yang Setara

Putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid itu pun menegaskan bahwa masyarakat Papua harus dihargai martabatnya sebagai sesama warga negara Indonesia. Ia mengatakan, penyelesaian segala perbedaan harus dilakukan berdasar kesetaraan, keadilan dan kemanusiaan.

"Masyarakat Papua harus dihargai martabatnya sebagai sesama anak bangsa Indonesia yang mempunyai hak yang sama dan setara," tutur dia.

Baca Juga: Gedung Rakyat dan Fasilitas Umum Dibakar dalam Kerusuhan Manokwari, Tapi Bangunan Ini Sama Sekali Tak Disentuh Warga. Begini Analisisnya

Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah (kanan) berdialog dengan Mahasiswa dan penghuni Asrama Mahasiswa Papua Cendrawasih IV Makassar pasca terjadi aksi saling lempar batu antara mahasiswa dan warga yang tidak dikenal di Jl Lanto Daeng Pasewang, Makassar, Senin (19/8/2019) malam. Serangan ini mengakibatkan
TRIBUNNEWS.COM

Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah (kanan) berdialog dengan Mahasiswa dan penghuni Asrama Mahasiswa Papua Cendrawasih IV Makassar pasca terjadi aksi saling lempar batu antara mahasiswa dan warga yang tidak dikenal di Jl Lanto Daeng Pasewang, Makassar, Senin (19/8/2019) malam. Serangan ini mengakibatkan

Peneliti LIPI Adriana Elisabeth sependapat. Ia menyarankan pemerintah membuka dialog yang selama ini tidak pernah dibicarakan bersama masyarakat Papua. Dialog dapat menjadi alat untuk mempertahankan suasana tetap damai.

"Jadi untuk jangka panjangnya, berdialoglah tentang apa yang selama ini menjadi ketidaksukaan Papua, atau ketidaksukaan non-Papua kepada Papua. Itu kan harus dibicarakan," ujar Adriana.

Tidak dipungkiri, kerusuhan di Manokwari merupakan buntut aksi protes dari persekusi dan diskriminasi yang dialami mahasiswa Papua di Jawa Timur. Oleh karena itu, Andriana mengingatkan semua pihak untuk berhati-hati dalam menyampaikan label Identitas.

Baca Juga: Asrama Dilempari Warga Tak Dikenal, Gubernur Sulawesi Selatan dan Kepolisian Lindungi Mahasiswa Papua di Makassar

Pohon tumbang menutupi jalan pascakerusuhan di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/02/2019). Suasana Manokwari mulai kondusif pascaaksi kerusuhan akibat kemarahan atas peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.
ANTARA FOTO

Pohon tumbang menutupi jalan pascakerusuhan di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/02/2019). Suasana Manokwari mulai kondusif pascaaksi kerusuhan akibat kemarahan atas peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.

"Karena isu soal identitas itu sangat sensitif apapun agama, suku dan sebagainya, itu dan ini masih masuk dalam pesan intoleransi. Jadi hati-hati kalau tidak dikelola dengan baik, orang akan mudah marah dan mudah tersinggung," kata dia.

Pada Rabu (21/8/2019) terbetik kabar aksi demo akibat kecewa terhadap insiden yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang beberapa waktu lalu yang berujung rusuh meluas di sejumlah wilayah di Papua Barat.

Awalnya aksi berlangsung tertib di Mimika, Papua Barat, Rabu (21/8/2019). Namun beberapa saat kemudian, massa menjadi beringas. Massa mulai melempari aparat polisi dan TNI yang mengawal aksi.

Baca Juga: Mahasiswa Papua di Surabaya di Jemput Paksa Polisi. Apakah Masalahnya? Berikut Foto-Fotonya

Warga melakukan aksi dengan pengawalan prajurut TNI di Bundaran Timika Indah, Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019). Aksi tersebut untuk menyikapi peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.
ANTARA FOTO/JEREMIAS RAHADAT

Warga melakukan aksi dengan pengawalan prajurut TNI di Bundaran Timika Indah, Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019). Aksi tersebut untuk menyikapi peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.

Massa juga merusak mobil polisi dan pemadam kebakaran. Bahkan, terlihat seorang petugas kepolisian terluka akibat lemparan batu. Hingga kini, kerusuhan masih berlangsung di Mimika.

Baca Juga: Kerusuhan di Fakfak, Kantor Dewan Adat dan Pasar Dibakar, Bendera Bintang Kejora Sempat Dikibarkan. Lihat Foto-fotonya

Berdasarkan pantauan jurnalis Kompas.com, Isrul, di lapangan, ribuan demonstran yang berunjuk rasa di halaman gedung DPRD Mimika merusak berbagai fasilitas umum, antara lain gedung DPRD Mimika, bangunan di sekitar gedung DPRD hingga mobil yang berada di jalan.

"Selain itu, massa juga memblokade jalan Cendrawasih," kata Isrul via sambungan telepon. Kerusuhan bermula saat massa menggelar unjuk rasa memprotes dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur.

Pengibaran bendera Bintang Kejora di Fakfak, Papua Barat.
Foto: Eko

Pengibaran bendera Bintang Kejora di Fakfak, Papua Barat.

Aksi demo di Fakfak diwarnai pembakaran Pasar Tambaruni dan Kantor Dewan Adat. Sementara sejumlah jalan raya diblokade. Sejumlah kios tutup sehingga pusat perekonomian terhenti.Bahkan, menurut kesesaksian seorang warga, massa sempat mengibarkan bendera Bintang Kejora di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Berdasarkan UU Otonomi Khusus Papua yang diratifikasi pada tahun 2002, bendera bintang kejora dapat dikibarkan di Papua selama bendera Indonesia juga dikibarkan dan lebih tinggi dari bendera Bintang Kejora. Bendera ini terdiri dari sebuah pita vertikal merah di sepanjang sisi tiang, dengan bintang putih berujung lima di tengahnya.

Baca Juga: Menunggu Dialog di Papua, Damai atau Referendum? Foto-Foto Ini Tunjukan Jayapura Papua Masih Tegang

Pada konferensi pers di Kantor Kemenko polhukam, Jumat (30/8/2019), mantan Gubernur Papua tahun 1998 sekaligus Purnawirawan TNI-AL Freddy Numberi, menjelaskan apa yang menjadi makna bendera bintang kejora.

Persoalan makna bendera bintang kejora, kita pasti mengingat sikap Gus dur terhadap bendera identitas Rakyat Papua.

Semasa hidupnya, Gus Dur memberikan teladan tentang kepedulian akan situasi di Papua.

Baca Juga: Yuk Kenalan dengan Mahasiswa Papua yang Juara Lomba Fisika Dunia. Mimpinya, Ingin Buat Sekolah dan Makan Siang Gratis di Tanah Kelahirannya

Sejumlah mahasiswa Papua di Jakarta yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme, menggelar aksi unjuk rasa di seberang Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara, Kamis (22/8/2019). Mahasiswa Papua meminta Presiden Joko Widodo memastikan proses hukum pelaku rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sejumlah mahasiswa Papua di Jakarta yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme, menggelar aksi unjuk rasa di seberang Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara, Kamis (22/8/2019). Mahasiswa Papua meminta Presiden Joko Widodo memastikan proses hukum pelaku rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.

Ia selalu mengedepankan dialog dengan melibatkan kepala suku dan tokoh agama dengan prinsip partisipatif, tanpa kekerasan dan mengutamakan keadilan.

Ia mencontohkan langkah Gus Dur untuk mengembalikan nama Papua sebagai nama resmi dan mengizinkan pengibaran bendera bintang kejora sebagai bendera kebanggaan dan identitas kultural masyarakat Papua.

Upaya tersebut merupakan bagian dari pendekatan dialog yang dilakukan oleh Gus Dur.

Baca Juga: Kota Jayapura Masih Mencekam, Berikut Daftar Kerusakan Akibat Massa yang Beringas. Tapi, Massa Tak Pernah Berani Merusak Bangunan Ini...

Bendera bintang kejora sebagai bendera identitas kultural juga dibenarkan oleh Freddy Numberi, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan zaman SBY.

“Saya sekali lagi katakan itu bukan bendera negara. Itu adalah bendera budaya. Belanda sebutkan itu land vlag. Land vlag itu bendera budaya. Bendera tanah,” jelas Freddy tegas.

Mahasiswa Papua Tari Wasisi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28-8-2019).
Kompas.com/Cynthia Lova

Mahasiswa Papua Tari Wasisi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28-8-2019).

Mantan Menteri Perhubungan 2009-2011 itu juga menjelaskan bahwa ada banyak pihak yang menginginkan Indonesia pecah.

“Lagu Kebangsaan itu namanya volkslied, lagu rakyat. Mana ada belanda mau bikin papua merdeka itu. Itu mimpi itu,” jelasnya lagi.

“Belanda ingin punya foothold di asia sini. Makanya dia pakai Papua sebagai sarana untuk bisa mengadu domba kita. Ini yang harus kita pahami. Ini sejarah Indonesia harus kita pahami dengan baik. Kalau tidak kita mudah di adu domba sama orang,” imbuh Freddy Numberi.

Baca Juga: Terkuak Kisah Pilu Rasisme Mahasiswa Papua, 'Ih, Kalian Bau dan Suka Makan Babi Mentah!'

Aksi massa di Deiyai, Papua
Twitter @Koran_Kejora

Aksi massa di Deiyai, Papua

Jaringan Gusdurian menyadari sepenuhnya bahwa selama ini Papua sebagai tempat yang memiliki kekayaan alam melimpah justru menjadi kawasan yang tertinggal di Indonesia.

Oleh sebab itu, keadilan dan perlakuan yang tidak setara masih terjadi di Papua hingga sekarang.

Perwakilan pemuda dari Nduga, Samuel Tabuni mengatakan, masalah Papua adalah masalah besar bagi bangsa ini.

Baca Juga: Lihat Foto-foto Keindahan Papua, Bianglala Surgawi di Khatulistiwa

konferensi pers Menko polhukam, Wiranto bersama sejumlah tokoh Papua di kantor Kemenko polhukan Jakarta, Jumat (30/8/2019)
Fotokita/Mahmud Zulfikar

konferensi pers Menko polhukam, Wiranto bersama sejumlah tokoh Papua di kantor Kemenko polhukan Jakarta, Jumat (30/8/2019)

Baca Juga: Jokowi Beri Titah, Akankah TNI Hukum Serdadu yang Diduga Berbuat Rasis Pada Mahasiswa Papua?

Kita bisa melihat sejarah Freeport misalnya, “PT Freeport itu, untuk melibatkan orang Papua itu sulit sekali, kalaupun waktu itu perjanjiannya dilakukan bersama pemerintah, lalu orang Papua melakukan demo yang luar biasa, lalu ada perhatian,” jelas Samuel.

Kemudian Samuel menyinggung soal Otonomi Khusus (otsus).

“UU Otsus. UU itu lahir, orang Papua harus demo, demonya sampai bentuk tim 100 ke Jakarta. Lalu kita dapat Otsus,” tambahnya.

Kemudian dia membahas rasisme terhadap mahasiswa di Surabaya.

Baca Juga: Fakta Lengkap Penangkapan Mahasiswa Papua, Cekcok Soal Pasang Bendera, Tiang Bendera Jatuh ke Tanah Hingga Makian Rasisme dari Oknum Berseragam Tentara

“Khusus kemarin di Surabaya, kita harus demo baru ada proses hukum. Padahal proses rasisme ini sudah terjadi sejak lama, itu menjadi amarah bagi orang Papua hari ini. Waktu Pak Natalius Pigai berbicara pada publik, kemudian ada pernyataan analisis. Negara tidak hadir. Justru negara hadir ketika orang Papua marah di Surabaya,” jelas Samuel yang berbicara disamping Wiranto.

Mahasiswa Papua Gelar Aksi Unjuk Rasa, Kibarkan Bintang Kejora dan Menari Tari Wisisi Sebagai Bentuk Protes
KOMPAS.com/Cynthia Lova

Mahasiswa Papua Gelar Aksi Unjuk Rasa, Kibarkan Bintang Kejora dan Menari Tari Wisisi Sebagai Bentuk Protes

Baca Juga: Kisruh Papua Belum Usai, Listrik Padam dan Jaringan Komunikasi Terputus. Warga Papua Diminta Tak Mudah Terprovokasi

“Kami terus merasa terganggu dengan program-program yang tidak memberi keunggulan-keunggulan besar bagi generasi muda Papua. Dalam waktu yang bersamaan operasi militer terus terjadi di tanah Papua. Disana hampir 100% generasi Papua hari ini bapak ibu bisa lihat. Yang hari ini turun di lapangan semua anak anak muda,” tambah Samuel.

Wiranto menegaskan pemerintah akan tetap melakukan pendekatan persuasif demi menyelesaikan masalah Papua.

Karena itu Wiranto berharap situasi segera kondusif agar dialog konstruktif, damai, dan terbuka bisa segera terjadi.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest