Fotokita.net - Pergilah ke timur. Melanconglah ke pedalaman khatuliswa yang ada di sebelah timur negeri ini. Di sana, niscaya kita mendapatkan pengalaman menakjubkan—bukan hanya indah!
Papua menawarkan pelangi—yang memesonakan indra melalui warna-warni cemerlangnya. Bagi kita bianglala bagaikan perlambang betapa indahnya menikmati keberagaman. Tak ubahnya gejala optik di langit, Papua menawarkan budaya yang bervariasi dan bentang alam heterogen, mulai dari perairan dangkal, pesisir, dataran rendah, hingga pegunungan berbalutkan salju tropis. Tentu keadaan itu memikat hati pejalan untuk singgah.
Bagi sebagian pejalan atawa traveler, Papua adalah bentang alam yang harus disinggahi dan dijejaki. Alam raya yang mengelilinginya seolah mengundang orang untuk datang dan berkenalan dengannya.
Baca Juga: Mahasiswa Papua di Surabaya di Jemput Paksa Polisi. Apakah Masalahnya? Berikut Foto-Fotonya
Betapa tidak, kita lihat dari atas, hamparan salju menyelimuti bagian atas batuan yang menembus awan di dekat lintasan khatulistiwa. Puncak Ndugundugu itu yang menjadi salah satu agenda pendakian internasional bukanlah satu-satunya tujuan perjalanan. Tanah Papua membentang dari pulau-pulau satelit di wilayah kepala burung hingga setengah badan Pulau Nugini.
Tempat itu melahirkan beragam budaya—yang menghasilkan bianglala kehidupan. Masyarakat Papua yang terbuka berinteraksi dengan kaum pendatang. Budaya tuan rumah menjadi pijakan awal kita saat mengembara di batas akhir timur Nusantara.
Seorang rekan pejalan pernah berseloroh, “Janganlah bilang sudah sampai di Papua kalau Anda belum pernah ke Wamena.” Mengapa begitu? Berada di wilayah Baliem—lembah besar di ketinggian 1.600 meter, Wamena bak pusat peradaban yang berbentuk mangkuk lonjong.
Sekeliling kota berpagarkan bukit dan gunung. Tempat ini menjadi pintu masuk atas petualangan yang mengasyikkan di wilayah Pegunungan Tengah—daerah yang mungkin paling terakhir mengadakan kontak dengan dunia luar di Papua.