Sejak awal, yang mampu menyuarakan kejanggalan kasus penembakan Brigadir Yosua adalah adik kandung Rosti, Rohani Simanjuntak, dan ayah Yosua,Samuel Hutabarat. "Tolong, untuk istri saya untuk tidak diwawancarai. Wajar dia masih trauma karena dia ibu, orang yang melahirkan anak kami," kata Samuel.
Sejak kepergian almarhum, putra tercinta mereka, Rosti terus tampak murung, sesekali wajahnya tampak berupaya kuat menyambut kedatangan rekan dan kerabat, usai pemakaman Brigadir Yosua.

Brigadir Yosua yang sibuk melayani istri Kadiv Propam Polri sampai belum sempat memenuhi permintaan keluarga. Ibunya terus menangis.
Namun, kesedihan tetap tampak di wajahnya, berulangkali Rosti mengangkat kacamatanya, untuk mengusap air mata yang jatuh tanpa ia sadari. Rostitidak bisa dibiarkan sendirian.
Ibu Brigadir Yosua selalu ditemani 3 atau 4 orang untuk mengajak dirinya berbicara. Ini merupakan permintaan sang suami, agar Rosti tidak sempat termenung dan selalu ada teman untuk berbicara.
"Ya harus ditemani, saya takut dia stres kepikiran terus. Jadi anak saya dan adik ipar saya selalu nemani ke mana pun dia, dia tidak bisa dibiarkan sendirian," kata Samuel.
Saat dijumpai awak media, raut wajah ibu Brigadir Yosua terlihat pucat. Matanya sembab. Beberapa keluarganya mengajaknya berbicara, untuk menghibur perempuan paruh baya yang baru saja kehilangan anak kesayangannya.
Persis di atasnya, pada dinding terpasang foto anak kesayangannya yang tewas akibat ditembak. Foto almarhum Brigpol Nofriansyah Yosua tampak gagah memakai seragam Brimob.
Di depan ruang tamu, suami Rosti,Samuel Hutabarat. sedang duduk menemui tamu-tamu yang menemaninya. Dirinya mengkhawatirkan kondisi sang istri yang masih terpukul perasaannya.
“Masih menangis terus. Tadi pagi di makam anak saya juga nangis-nangis lagi,” katanya.