Gerakan Khilafatul Muslimin diduga juga berafiliasi dengan jaringan terorisme, salah satunya ISIS. Hal itu seperti dinyatakan peneliti terorisme dari Singapura, Rohan Gunaratna. "Selain itu, gerakan Khilafatul Muslimin mudah berafiliasi dengan jaringan kelompok teror seperti ISIS. Bahkan, pada masa kejayaan ISIS pada 2015, Rohan Gunaratna, peneliti terorisme dari Singapura, menggolongkan Khilafatul Muslimin telah berbaiat kepada ISIS," tuturnya.Selain itu, sosok Baraja pernah dimuat dalam laporan International Crisis Group (ICG) berjudul 'Al Qaeda in Southeast Asia: The Case of The Ngruki Networks in Indonesia' yang terbit pada 2002.Baraja disebut terlibat peristiwa terorisme pemboman Candi Borobudur terjadi pada 21 Januari 1985. Sembilan stupa yang baru direstorasi rusak. Baraja ditangkap bersama enam orang lainnya terkait kasus itu. "Seorang penjual baju dan penceramah keliling, Abdul Qadir Baraja," tulis laporan itu.Baraja berasal dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebelum ditangkap terkait bom Borobudur, Baraja dicokok aparat pada 1979 terkait peristiwa perampokan dan pembunuhan yang dilakukan jaringan Warman. Tiga tahun dipenjara, dia kemudian keluar dan pergi ke Telukbetung, Lampung.Dia ditangkap aparat di lokasi itu pada Mei 1985 karena diduga terkait bom Borobudur. Selanjutnya, dia dipenjara selama 13 tahun. Dia didakwa menyediakan bahan peledak untuk bom Borobudur."Dia selalu membantah bahwa dia tahu bahan peledak yang dia beli akan dipakai untuk aksi teror (bom Borobudur)," kata Direktur Institute of Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones, kepada wartawan, Senin (14/10/2019).Dia mengatakan Baraja adalah ustaz radikal yang dulu dekat dengan Abu Bakar Ba'asyir. Dilansir dari situs Khilafatul Muslimin, Baraja menggagas kelompok ini pada 18 Juli 1997.

Foto Abdul Qadir Hasan Baraja pendiri Khalifatul Muslimin viral di media sosial. Dia mengaku baiat anggotanya bukan untuk kekarasan.
(*)