Soeradji dan kelompoknya kemudian membuat kongres PDI di Medan dan Soeradji disepakati terpilih jadi Ketua Umum 22 Juni 1996.
Akibatnya terjadi dualisme kepemimpinan yang berujung bentrok pada masing-masing pendukung di Kantor DPP PDI pada 27 Juli 1966 yang disebut peristiwa Kudatuli.
Baca Juga: Ikuti Perintah Megawati, Begini Nasib Bansos Covid-19 Usai Risma Ditunjuk Jadi Menteri Sosial
Akibat kerusuhan pada 27 Juli tersebut, setidaknya 22 bangunan rusak, 91 kendaraan dibakar termasuk lima bus kota dan dua motor.
Megawati beserta pendukungnya akhirnya mendeklarasikan PDI Perjuangan (PDI-P) pada 14 Februari 1999.
Meski PDI-P memenangkan Pemilu pada 1999, Megawati tidak bisa langsung menjadi Presiden, karena pemilihan saat itu dilakukan oleh MPR.
MPR dalam sidang istimewa Oktober 1999 sepakat mendudukkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang saat itu memimpin Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai Presiden, dan Mega menjadi Wakil Presiden (Wapres).
Pada 2001, manuver politik menyebabkan Gus Dur kemudian dijatuhkan dari kursi presiden dan Megawati kemudian ditunjuk sebagai presiden untuk menggantikan Gus Dur.
Saat menjadi presiden, Megawati berpasangan dengan Hamzah Haz. Pada pemilu 2004, Mega kembali menyalonkan dirinya dengan berpasangan dengan Ketua Umum NU Hasyim Muzadi.
Namun ia kemudian kalah dari presiden SBY. Berulang, Mega juga kembali maju nyapres berpasangan dengan Prabowo Subianto. Namun saat itu ia kembali kalah dari SBY-Boediono.
Baca Juga: Dibubarkan Gus Dur Karena Alasan Ini, Lantas Kenapa Megawati Malah Hidupkan Lagi Kementerian Sosial?
(*)