Misalnya, ormas GB bisa merekomendasikan tokoh-tokoh Betawi yang akan diantarkan ke berbagai parpol yang memenuhi syarat secara Undang-Undang dan menarik bagi masyarakat Jakarta.
"Saya melihat banyak tokoh Betawi potensial, tapi cara yang dilakukannya belum sistematis. Coba hitung orang Betawi di parpol, masih sedikit. Padahal Jakarta hanya satu pemilihan; gubernur," tegasnya.
Selain parpol, M Taufik juga menyoroti perlunya penyiapan kader-kader Betawi di birokrasi Pemprov DKI Jakarta. Sayangnya, langkah ini juga belum dilakukan serius oleh ormas Betawi. Padahal tujuannya strategis yakni bila ada posisi atau pergantian pejabat baru di SKPD, birokrat-birokrat terbaik Betawi lah yang tampil dan dipilih.
Terobosan Melahirkan Tokoh Betawi
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gerbang Betawi dr Ashari dalam pengantar kuliah mengatakan, Provinsi DKI Jakarta telah tiga kali melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung, yakni pada 2007, 2012, dan 2017.
Dari ketiga pilkada tersebut, lepas dari gesekan, bagi masyarakat Betawi pilkada 2017 adalah pilkada suram, karena tidak memiliki calon gubernur yang memiliki ikatan etnisitas dengan kebetawian.
Maka itu, Gerbang Betawi perlu melakukan antisipasi agar untuk pelaksanaan pilkada 2022 dapat mendorong orang Betawi menjadi kontestan pilkada.
"Sedangkan pada pilkada DKI Jakarta pada 2007 dan 2012, masyarakat Betawi memiliki representasi yang begitu kuat. Berbeda dengan pilkada DKI 2017, parpol tidak mengusung tokoh yang memiliki latar belakang Betawi. Kondisi ini memperlihatkan bahwa masyarakat Betawi secara politik hanya sebagai pemilih, tanpa mampu menonjolkan tokoh-tokohnya. Dengan kata lain, masyarakat Betawi mengalami keterpurukan secara politik yang sangat serius dan sebaiknya tidak terulang di pilkada 2022," ujar dr Ashari.
Oleh karena itu, lanjut dia, Gerbang Betawi akan membangun satu tradisi baru dengan mengedepankan figur-figur orang Betawi yang layak untuk dikontestasikan pada pilkada 2022.