"Meski kasus tersebut tidak diproses karena Ismail bersedia meminta maaf, namun pemanggilan terhadap Ismail oleh Polres Sula adalah bentuk intimidasi institusi negara terhadap warganya," ujar Alissa dalam keterangan tertulis, Kamis.
Menurut dia, kasus tersebut menambah catatan upaya penggunaan UU Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai instrumen untuk membungkam kebebasan berpikir dan berpendapat di Indonesia.
Alissa pun meminta aparat penegak hukum tidak mengintimidasi masyarakat yang mengekspresikan serta menyatakan pendapat dalam media apa pun.
Terlebih lagi, hak kebebasan berpendapat dan berekspresi dijamin dalam konstitusi.
Polisi anti-kritik
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga ikut melontarkan kritik terhadap tindakan kepolisian tersebut. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, langkah Polres Kepulauan Sula menunjukkan institusi kepolisian anti-kritik.
"Tindakan itu berlebihan. Tindakan itu bisa mencerminkan bahwa kepolisian anti-kritik,” kata Usman ketika dihubungi, Kamis.
Dalam pandangannya, kasus itu menunjukkan bahwa aparat tak memahami arti kebebasan berpendapat yang tercantum dalam UUD 1945.