Langkah itu, kata Usman, akan menjadi bumerang bagi Korps Bhayangkara dalam aspek kepercayaan masyarakat.
"Justru tindakan kepolisian yang memeriksa warga tersebut dan memerintahkannya untuk meminta maaf berpotensi melanggar konstitusi sendiri,” ujar dia.
“Kalau sudah begitu, akuntabilitas kepolisian sebagai sebuah lembaga bisa dipertanyakan,” ucap Usman.
Ia mengatakan, kasus tersebut menjadi bagian dari potret kebebasan berpendapat yang menurun belakangan ini.
Penangkapan bukan untuk menakut-nakuti
Sementara itu, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati berpendapat, polisi telah bertindak berlebihan dan represif dalam kasus ini.
Ia menyebutkan, penangkapan seseorang tidak boleh dilakukan dengan tujuan menakut-nakuti atau mengancam.
"Penangkapan itu cuma bisa untuk proses hukum, bukan untuk yang lain-lain, misalnya nakut-nakutin orang atau ancaman untuk memaksa orang melakukan sesuatu kalau mau dilepas," kata Asfinawati ketika dihubungi, Kamis.