Follow Us

Dikira Sudah Bisa Beraktivitas Normal Lagi, Ahli Malah Temukan Virus Corona dengan Bentuk Berbeda dalam Kasus Baru di China: Lebih Sulit Buat Diobati?

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Sabtu, 23 Mei 2020 | 12:59
Kota Jilin di China setelah di lockdown kembali padahal baru satu bulan dibuka.
Antara

Kota Jilin di China setelah di lockdown kembali padahal baru satu bulan dibuka.

Fotokita.net - Tidak hanya di Wuhan, infeksi baru sebanyak tiga kasus juga ditemukan di Shulan, kota yang berlokasi di kawasan timur laut China.

Otoritas kota berpenduduk 670.000 orang itu langsung menerapkan perintah tinggal di rumah dan larangan bepergian buntut temuan tersebut.

Virus corona pertama kali ditemukan pada Desember 2019, menjangkiti Wuhan sebelum menjalar ke kota di seluruh wilayah Provinsi Hubei.

Sebuah kota besar di China telah mengadopsi tindakan karantina (lockdown) terhadap virus corona atau Covid-19 setelah wabah baru terdeteksi di sana.

Lebih dari 70 orang telah terinfeksi dan lebih dari 4.000 sedang diuji di Harbin setelah virus itu diyakini 'diimpor' ke kota oleh seorang siswa yang telah kembali dari New York.

Seperti dikutip dailymail.co.uk, para pejabat telah melarang pertemuan dan memerintahkan masyarakat untuk memonitor secara dekat pengunjung dan kendaraan non-lokal di kota berpenduduk sekitar 10 juta.

Baca Juga: Meskipun Ada Penambahan Kasus Baru Corona, Ternyata Masih Ada Kabar Baik: Sekarang WhatsApp Bisa Video Call 8 Orang Sekaligus. Begini Caranya

Pos pemeriksaan telah dipasang di bandara dan stasiun kereta api, untuk menyaring mereka yang datang dari tempat lain.

"Berita itu muncul ketika China hari ini mengumumkan bahwa hanya ada dua pasien sakit kritis yang tersisa di Wuhan, bekas pusat pandemi," tulis keterangan tersebut seperti dikutip di Jakarta, Kamis (23/4/2020).

Rapid test virus corona dengan skema Drive thru yang diadakan Kementerian Perhubungan.
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Rapid test virus corona dengan skema Drive thru yang diadakan Kementerian Perhubungan.

Lebih detail lagi, Harbin merupakan sebuah kota berpenduduk sekitar 10 juta orang di Provinsi Heilongjiang.

Sementara itu, pemerintah kemarin mengeluarkan instruksi untuk menginstruksikan pembatasan lebih lanjut pada penghuninya, pengunjung dan lalu lintas masuk.

"Sebelum memasuki fasilitas umum dan kompleks perumahan, orang harus menggunakan aplikasi kesehatan yang disetujui pemerintah untuk membuktikan mereka tidak memiliki virus, suhunya diambil dan memakai masker wajah," kata pemberitahuan itu.

Baca Juga: Suara Merdunya Sewaktu Mengaji Bikin Tentram Hati dalam Kondisi Pandemi, Tapi Nenek Sebatang Kara Ini Hidup di Rumah Tua yang Nyaris Roboh: Tak Ada Bantuan dari Pemerintah

Virus corona saat dilihat menggunakan mikroskop
BBC via Kompas.com

Virus corona saat dilihat menggunakan mikroskop

Baca Juga: Jadi Istri Raja Jam Tangan Indonesia, Penyanyi Kondang Ini Pamer Foto Makan Daun Emas 24 Karat Telur Ikan Termahal di Dunia: Aman Buat Kesehatan?

Di sisi lain, warga harus mengikuti langkah-langkah menjauhkan sosial. Pernikahan, pemakaman, pertunjukan publik, dan konferensi dilarang.

Setelah sekitar satu bulan tidak ada kasus infeksi, Kota Wuhan, China, kembali mengumumkan adanya klaster baru Covid-19.

Kasus itu memunculkan kekhawatiran bahwa Negeri Panda itu akan mengalami gelombang penularan baru, di tengah kelonggaran karantina di beberapa wilayah.

Lima kasus infeksi baru ditemukan di satu distrik permukiman Wuhan, kota yang pertama kali mendeteksi adanya Covid-19 sebelum menyebar ke seluruh dunia.

Dilansir AFP, Senin (11/5/2020), ibu kota Provinsi Hubei itu baru empat pekan "bebas" dari lockdown yang diterapkan pada Januari lalu.

Tidak hanya di Wuhan, infeksi baru sebanyak tiga kasus juga ditemukan di Shulan, kota yang berlokasi di kawasan timur laut China.

Otoritas kota berpenduduk 670.000 orang itu langsung menerapkan perintah tinggal di rumah dan larangan bepergian buntut temuan tersebut.

Virus corona pertama kali ditemukan pada Desember 2019, menjangkiti Wuhan sebelum menjalar ke kota di seluruh wilayah Provinsi Hubei.

Baca Juga: Belum Cukup 3 Kebijakan Jokowi yang Picu Kontroversi, Pakar UI Sebut Akhir Pandemi Dipastikan Molor dari Bulan Juni Jika Pemerintah Nekat Lakukan Hal Ini

Pemerintah lokal menerapkan aturan draconian (diambil dari nama politisi kuno Athena, Draco) melalui lockdown, melarang bepergian dan keluar rumah, yang tampaknya dianggap sukses menangkal penyebaran.

Masa karantina selama 11 pekan itu kemudian diangkat pada awal April, setelah otoritas mengklaim jumlah kasus semakin sedikit.

Covid-19
Mirror

Covid-19

Namun pada Minggu (10/5/2020), pemerintah Wuhan mengakui ada satu orang yang positif, disusul lima orang lainnya keesokan harinya.

Dikatakan bahwa kasus baru itu berasal dari permukiman yang sama, di mana kebanyakan penderita merupakan warga berusia lanjut.

Dampaknya, pejabat setempat langsung dicopot karena dianggap "tidak becus" dalam memberikan instruksi pencegahan penularan.

Baca Juga: Usai Setujui 3 Kebijakan yang Picu Kontroversi di Tengah Pandemi, Kini Jokowi Berikan Pil Pahit Rakyat Indonesia: Iuran BPJS Kesehatan Batal Turun

Kemudian, terdapat juga 11 kasus orang tanpa gejala (OTG) di kawasan lainnya. China disebut memisahkan OTG dengan penderita yang menunjukkan gejala.

Selain itu, kabar mengkhawatirkan lainnya, Shulan mencanangkan adanya klaster baru menyusul temuan tiga infeksi di sana.

Media pemerintah CCTV mengabarkan, segala layanan transportasi seperti taksi dan kereta yang meninggalkan kota langsung dibekukan.

Petugas medis membawa seorang pasien yang diduga terinfeksi virus misterius mirip SARS, ke rumah sakit Jinyintan, di Kota Wuhan, China, Sabtu (18/1/2020).
Kompas.com

Petugas medis membawa seorang pasien yang diduga terinfeksi virus misterius mirip SARS, ke rumah sakit Jinyintan, di Kota Wuhan, China, Sabtu (18/1/2020).

Tak hanya itu, Pemerintah Provinsi Jilin langsung meningkatkan peringatan adanya kondisi darurat hingga ke level tertinggi.

Pemerintah setempat menerapkan 21 hari karantina dan kewajiban menjalani empat tes asam nuklead bagi mereka yang datang ke Shulan.

Kemudian, di kawasan timur laut dekat Korea Utara, otoritas mengumumkan adanya lima kasus setelah sebelumnya mengklaim tak menemukan infeksi.

Sebuah kota di timur laut China menutup sebagian perbatasannya dan memutus hubungan transportasi setelah muncul kluster baru virus corona lokal yang memicu kekhawatiran gelombang kedua infeksi di Negeri Panda itu.

Dilansir media Perancis AFP, kota Jilin yang terletak di Provinsi Jilin, dengan populasi lebih dari 4 juta jiwa itu menangguhkan layanan transportasi bus pada Rabu (13/5/2020).

Baca Juga: Sehabis Gontok-gontokan di Depan Jokowi, Anies Baswedan Tanpa Tedeng Aling-aling Bongkar Aib Menteri Kesehatan di Media Asing

Para penduduknya hanya diperbolehkan keluar kota itu apabila telah diuji negatif untuk Covid-19 dalam 48 jam terakhir dan menyelesaikan isolasi mandiri yang ketat.

Tempat publik seperti bioskop, pusat kebugaran dalam ruangan, warung internet dan tempat hiburan tertutup lainnya segera ditutup.

Apotek di sana bahkan harus melaporkan semua penjualan obat demam, dan obat anti-virus berdasarkan pernyataan pemerintah setempat.

Sementara itu, sebuah kluster kasus baru infeksi dilaporkan di pinggiran Shulan selama akhir pekan, dengan wakil wali kota Jilin, pada Rabu memperingatkan bahwa situasinya "sangat parah dan rumit" dan "ada risiko besar penyebaran lebih lanjut".

Kota Jilin melaporkan enam kasus baru pada Rabu, semua terkait dengan kluster Shulan, sehingga jumlah total kasus yang dikaitkan dengan pekerja binatu lokal menjadi 21 kasus.

Shulan menutup transportasi umum serta kereta yang meninggalkan kota pada Minggu. Kota Jilin, kota terbesar kedua di provinsi Jilin, juga menangguhkan layanan kereta api dari stasiun kereta api utamanya pada Rabu pagi, berdasarkan laporan stasiun televisi CCTV.

China telah mengendalikan sebagian besar virus, tetapi mengkhawatirkan adanya potensi gelombang kedua karena telah mengangkat lockdown dan pembatasan di seluruh negeri.

Baca Juga: Tak Cuma Sifat Aslinya Dibongkar Nagita Slavina, Pelawak Senior yang Dibilang Jadi Saksi Nikah Siri Raffi Ahmad dan Ayu Ting Ting Juga Dapat Pesan Menohok: Jangan Ngelawak Ya!

Klaster baru virus corona ditemukan di timur laut China, tepatnya di Provinsi Jilin. Akibatnya, 1.205 desa harus di- lockdown.

Awalnya kasus baru virus corona di Jilin hanya sedikit, yang dikaitkan dengan kembalinya warga China dari perbatasan Rusia.

Kasus-kasus baru ini sebagian besar berpusat di kota Shulan, dan langsung menerapkan lockdown di kota berpenduduk 600.000 jiwa itu akhir pekan lalu.

Baca Juga: Biarpun Indonesia Siap Jual Bebas Obat Corona Agustus Nanti, Tetap Saja Masyarakat Harus Mau Hidup Bersama Organisme Tak Kasat Mata Itu. Lantas, Apa Dampaknya?

Namun pada Sabtu (16/5/2020), provinsi Jilin melaporkan total 125 kasus baru virus corona dari penularan lokal termasuk 2 kematian.

Media pemerintah mengabarkan, sekitar 28 pasien masih di rumah sakit, sedangkan 95 dipulangkan, dan hampir 1.000 orang yang ada kontak dengan pasien Covid-19 sedang diamati.

Kasus virus corona kembali ditemui di kota Wuhan, China.
NPR.org

Kasus virus corona kembali ditemui di kota Wuhan, China.

Dalam upaya mencegah penyebaran virus, sebagian besar transportasi ke 1.205 desa dan daerah sekitarnya telah ditangguhkan, sebagaimana dilansir dari The Independent Minggu (17/5/2020).

Kebijakan itu diberitakan oleh NBC News, yang mengutip pernyataan pejabat setempat.

Baca Juga: Kim Jong Un Mendadak Muncul dalam Peresmian Pabrik Pupuk untuk Ketahanan Pangan, Korea Utara Malah Minta Rakyatnya Bersiap Makan Akar Tanaman Ini untuk Hadapi Musim Kelaparan

Wali Kota Shulan, Jin Hua, mengatakan pada konferensi pers Sabtu, bahwa langkah-langkah baru telah "diterapkan secara ketat sesuai dengan pengambilan keputusan pemerintah pusat serta persyaratan provinsi dan kota."

Wanita tersebut menambahkan, "Setelah kasus-kasus lokal muncul di kota kami, Komite Partai Kota Shulan dan pemerintah kota bertindak cepat, memasuki keadaan perang secara menyeluruh, mengambil langkah-langkah kontrol yang ketat, dan berusaha sekuat tenaga mencegah serta mengendalikan epidemi."

Tes asam nukleat akan dilakukan di seluruh kota, dengan fokus pada masyarakat perumahan dan daerah-daerah utama di mana kasus baru telah dikonfirmasi.

Media pemerintah China Xinhua melaporkan, 40.000 tes virus corona telah dilakukan sejauh ini.

Lebih dari 500 staf medis dari kota-kota tetangga juga bergegas ke Jilin pada Minggu (17/5/2020), ketika tingkat siaga dinaikkan dari menengah ke tinggi.

Klaster baru virus corona di Jilin telah menyebabkan 8.000 orang dikarantina, menurut pemberitaan Global Times.

Baca Juga: Sehabis Jokowi Persilakan Warga Aktivitas Kembali, Anies Baswedan Keluarkan Aturan Baru: Warga yang Keluar Masuk Jakarta Harus Punya Surat Ini

Lockdown parsial diberlakukan di wilayah itu pada Rabu, termasuk penangguhan transportasi umum jarak jauh, pelarangan pertemuan massa, dan tempat-tempat umum yang ditutup.

Wakil Perdana Menteri China Sun Chunlan mengunjungi provinsi itu akhir pekan ini, dan menuntut pemerintah setempat meningkatlan upaya untuk mengatasi gelombang baru penyebaran wabah.

Sebanyak lima pejabat dilengserkan dari jabatan mereka di Jilin akhir pekan ini, termasuk Liu Shijun wakil direktur Komisi Kesehatan Kota, menurut CGTN.

Ketua Partai Komunis Shulan, Li Pengfei, juga dicopot dari jabatannya. Hal itu terjadi ketika China merayakan satu bulan tanpa ada laporan kematian virus corona pada Jumat (15/5/2020), dengan rencana untuk lebih melonggarkan pembatasan.

Di Shanghai misalnya, para pelajar memiliki pilihan kembali ke sekolah pada 3 Juni atau tetap menghadiri kelas online.

Baca Juga: Tak Terima dengan Tudingan Amerika Soal Pencurian Data Vaksin Corona, China Langsung Gertak Paman Sam dengan Senjata Rahasia di Laut China Selatan: Bikin Rontok Lawan dalam Sekedipan Mata

Penerbangan domestik juga telah kembali ke 60 persen dari tingkat sebelum krisis, menurut regulator penerbangan sipil China.

Banyak situs wisata dibuka lagi, seperti Beijing Forbidden City dan Disneyland Shanghai.

Sementara itu Reuters mengabarkan, China dan Korea Selatan telah berkonsultasi dengan Jepang untuk melonggarkan kontrol perbatasan pada beberapa pelancong, guna menghidupkan kembali bisnis di antara ketiga negara tersebut.

Dokter di China melihat bentuk virus corona lebih berbeda di antara pasien dalam kelompok kasus baru di wilayah timur laut China dibandingkan dengan kasus di Wuhan.

Hal itu menunjukkan bahwa patogen mungkin berubah dengan cara yang tidak diketahui dan mempersulit upaya untuk mengatasinya.

Dilansir dari Stratits Times, Rabu (20/5/2020), pasien yang ditemukan di provinsi Jilin dan Heilongjiang tampaknya membawa virus untuk jangka waktu yang lebih lama dan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih.

Fakta tersebut disampaikan oleh salah satu dokter perawatan klinis top China Dr Qiu Haibo, Selasa (19/5/2020) setelah melakukan tes asam nukleat negatif.

Baca Juga: Virus Corona Disebut Tak Bakal Lenyap dari Muka Bumi, Benarkah Kondisi Matahari Sekarang Ini Picu Bencana Susulan di Dunia? Ahli Menjelaskannya

Kasus-kasus baru di daerah timur laut China tampaknya memakan waktu lebih lama dari satu hingga dua minggu untuk menunjukkan gejala setelah terinfeksi.

Hal tersebut akan mempersulit pihak berwenang untuk menemukan kasus infeksi sebelum benar-benar menyebar.

"Periode yang lebih lama, yaitu ketika pasien yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala telah menciptakan klaster infeksi baru," kata Dr Qiu.

Sekitar 46 kasus telah dilaporkan selama dua minggu terakhir di tiga kota, yaitu Shulan, Jilin dan Shengyang yang memicu tindakan penguncian baru di wilayah itu.

Namun, para ilmuwan masih belum sepenuhnya memahami apakah virus ini berubah secara signifikan.

Perbedaan itu dimungkinkan juga karena para dokter dapat mengamati pasien secara lebih menyeluruh dari tahap lebih awal dibandingkan di Wuhan.

Baca Juga: Ramalannya Soal Virus Corona Kini Jadi Terbukti, Sosok Orang Terkaya Ini Ditangkap Kaki Tangan Donald Trump Gara-gara Uji Coba Vaksin Ilegal: Ternyata Begini Faktanya

Ketika wabah pertama kali meledak di Wuhan, sistem perawatan kesehatan setempat begitu kewalahan sehingga hanya kasus-kasus paling serius yang sedang dirawat.

Temuan ini menunjukkan bahwa ketidakpastian yang tersisa tentang bagaimana virus bermanifestasi, akan menghambat upaya pemerintah untuk menghentikan penyebarannya dan membuka kembali keran ekonomi yang telah hancur.

Para peneliti di seluruh dunia berusaha memastikan apakah virus tersebut bermutasi dengan cara yang signifikan untuk menjadi lebih menular ketika menyebar melalui populasi manusia, meski menuai banyak kritikan.

Dr Qiu mengatakan bahwa dokter juga memperhatikan bahwa pasien di klaster timur laut tampaknya mengalami kerusakan sebagian besar di paru-paru mereka.

Sementara pasien di Wuhan menderita kerusakan multi-organ di jantung, ginjal, dan usus. Para pejabat meyakini klaster baru di negaranya berasal dari orang yang melakukan kontak dengan pendatang dari Rusia.

Baca Juga: Gontok-gontokan Soal Data Vaksin Corona, Rupanya Kapal Induk China Nyaris Beradu Senjata dengan Kapal Berpeluru Kendali Amerika di Perairan Ini: Aksi Provokatif di Tengah Pandemi

Menurut Dr Qiu, urutan genetik telah menunjukkan kecocokan antara kasus di timur laut dan yang terkait dengan Rusia.

Di antara kasus itu, hanya sepuluh persen yang mengalami kritis dan 26 orang telah dirawat di rumah sakit.

Provinsi-provinsi di timur laut telah memerintahkan penerapan penguncian, menghentikan layanan kereta api, menutup sekolah-sekolah, dan menyegel tempat tinggal.

Baca Juga: Tak Terima Diingatkan Agar Pakai Masker dan Kelebihan Muatan, Lelaki Berjubah Putih Panjang Langsung Serang Petugas Gabungan Sambil Teriak: Penyakit Itu Orang yang Tidak Sembahyang!

"Orang tidak boleh berasumsi bahwa puncaknya telah lewat atau mengecewakan penjaga mereka. Sangat mungkin epidemi itu akan berlangsung lama," kata Dr Wu Anhua, seorang dokter penyakit menular senior China. (Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest