Follow Us

Berani Periksa Menteri dan Jenderal yang Diduga Korupsi, Inilah Sosok Jaksa Agung yang Pernah Menentang Perintah Soekarno: Nasibnya Berakhir Tragis

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Senin, 02 Desember 2019 | 07:01
Upacara pelantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden R.I.S. oleh Mahkamah Agung Mr. Kusumah Atmadja tgl. 17/12/1949
dok. Internet

Upacara pelantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden R.I.S. oleh Mahkamah Agung Mr. Kusumah Atmadja tgl. 17/12/1949

Sebaliknya sewaktu Ketua PKI Aidit mengeluarkan brosur yang menghina Bung Hatta, Soeprapto menindaknya secara hukum dan mengadili Aidit, meski sudah ada perintah dari atasan agak tidak melanjutkannya.

Bagi Soeprapto, prinsip yang selalu ia pegang adalah keadilan, keyakinan, dan kejujuran, sehingga tak terpengaruh oleh apa pun.

Dalam artikelnya yang berjudul "Mengenang Keberanian Jaksa Agung Soeprapto" yang dikutip dari laman resmi LIPI, sejarawan Asvi Warman Adam menyebut bahwa Soeprapto pernah marah kepada putrinya Sylvia karena menerima dua gelang emas besar dari seorang Pakistan.

Soeprapto pun marah kepada Sylvia dan menyuruhnya untuk mengembalikan gelang emas itu. Putranya, Susanto, juga pernah dimarahinya karena menerima cincin bermata giok dari seorang pedagang Tionghoa.

DN Aidit ketika bertemu dengan Mao Zedong.
Tribunnews.com

DN Aidit ketika bertemu dengan Mao Zedong.

Suatu saat ketika Susanto bermain bola di halaman rumah, tendangannya meleset dan mengenai tukang becak yang tengah mengangkut tiga orang. Becak itu pun terguling dan semua penumpangnya terluka.

Mengetahui hal itu, Soeprapto menyuruh anaknya untuk meminta maaf kepada tukang becak tersebut. Ia juga membayar ganti rugi kepada si tukang becak serta memberi biaya pengobatan untuk tiga penumpangnya.

Ia adalah Jaksa Agung yang terkenal ulet, rajin, dan berani. Tidak peduli Menteri atau Jenderal dipanggil dan diperiksa oleh Kejaksaan.

Baca Juga: Di Ende Soekarno Jatuh Cinta Pada Rakyat Jelata dan Lakukan Olahraga Ini Setiap Pagi

Banyak yang merindukan kehadiran 'Soeprapto' lainnya di era saat ini. Sayangnya belum ada satu pun generasi Jaksa Agung yang bisa mengalahkan kepiawaian dan ketegasan pria kelahiran 27 Maret 1897 tersebut dalam penegakan hukum di Indonesia.

Kalaupun patung yang menjadi ikon Kejaksaan Agung itu bisa berbicara, mungkin saja dia menangis melihat kondisi kejaksaan yang bak macan ompong dalam pemberantasan korupsi dan mengembalikan kerugian negara.

Perjuangan Soeprapto menegakkan citra kejaksaan yang bersih dan profesional kini hilang seketika. Kondisi itu tercipta karena ulah oknum-oknum pejabat kejaksaan yang 'menggadaikan' jabatannya untuk kepentingan pribadi dan mengkriminalisasi orang-orang yang tak bersalah.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest