Follow Us

Pernah Minta Proyek Infrastruktur Dihentikan, Sosok Ini Soroti Peran Menko Luhut Binsar yang Kelewat Dominan dalam Kabinet: 'Sekalian Saja Jadikan Perdana Menteri!'

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Kamis, 21 November 2019 | 07:00
Presiden Jokowi bersama Menteri Kelautan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menko Maritim Luhut Pandjaitan
Dok KKP

Presiden Jokowi bersama Menteri Kelautan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menko Maritim Luhut Pandjaitan

Fotokita.net - Pada masa pemerintahannya yang pertama, periode 2014 - 2019, Presiden Joko Widodo mendapat kritik dan keraguan tentang gaya pemerintah dalam mengelola fiskal negara.

Pada tahun 2018 pengamat ekonomi Faisal Basri mengingatkan adanya gejolak kecil yang muncul saat akhir tahun itu.

Ketika itu, ekonom Faisal Basri menyarankan pemerintah menghentikan untuk sementara pembangunan proyek infrastruktur.

Tak ada cara lain, sebab upaya ekstra menggenjot pajak untuk membiayai anggaran saat ini bisa kontraproduktif.

Indonesia bisa menuju gejolak ekonomi kecil di bulan November 2018.

Baca Juga: Pemerintah Jakarta Bangun Infrastruktur di Kepulauan Seribu pada 2019

Kata-kata itu keluar dari bibir pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Faisal Basri saat ditanyakan soal pandangannya terhadap kondisi waktu itu.

Faisal menyebutkan, tanda-tanda gejolak kecil itu sudah terlihat.

Penyebabnya, pemerintah sudah mulai tidak disiplin dalam mengelola fiskal dalam negeri.

Banyak aturan dan pakem dalam mengelola fiskal yang ditabrak demi menggulirkan pembangunan proyek infrastruktur.

Padahal, menurut Faisal, proyek infrastruktur itu juga tidak menunjang pertumbuhan ekonomi secara langsung.

Long Span Kuningan merupakan salah satu infrastruktur hasil desain anak bangsa yang patut diapresiasi.
Kementerian PUPR

Long Span Kuningan merupakan salah satu infrastruktur hasil desain anak bangsa yang patut diapresiasi.

Kepada wartawan KONTAN Mesti Sinaga, Lamgiat Siringoringo dan Arsy Ani Sucianingsih, Faisal menuturkan pandangannya tentang ekonomi Indonesia dan sulusinya.

Berikut nukilannya:

KONTAN: Bagaimana Anda melihat perekonomian saat ini, setelah tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)?

FAISAL: Kalau saya lihat bagaimana kita memberikan pandangan, tapi tidak membuat orang kalap. Analisis saya, kita akan mengalami gejolak kecil kira-kira pada bulan November nanti.

KONTAN: Mengapa Anda bisa menyebutkan akan ada gejolak kecil?

FAISAL: Jadi, awalnya itu kalau kamu perhatikan dari bulan ke bulan. Penerimaan pajak selama Januari hingga Maret, setiap bulannya selalu di atas target. Mengapa? Karena ada tax amnesty, tahun lalu tidak ada tax amnesty selama Januari-Maret.

Nah sebenarnya secara riil, sampai sekarang selalu dibawah target. Terutama mulai Juli, Agustus. Terakhir, Agustus, semakin lebar lagi. Jadi akan terjadi shortfall, baik penerimaan pajak dalam arti luas maupun sempit.

Begini, penerimaan pajak dalam artian luas, berarti penerimaan perpajakan termasuk bea cukai, bea keluar, bea masuk dan lainnya. Pajak dalam artian sempit adalah penerimaan pajak yang menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) saja, bea cukai tidak.

Nah dihitung di dua sisi itu, masih ada kemungkinan shortfall yang cukup besar. Dugaan saya sekitar Rp 70 triliun-Rp 100 triliun kekurangannya.

Baca Juga: Bukan Cuma Sekali, Aktivis Greenpeace Biasa Lakukan Hal Nekat Buat Suarakan Masalah Ini. Salah Satunya, Bikin Geram Menko Maritim Luhut Pandjaitan!

Nah, tapi pemerintah sudah melihat ini dan sudah ancang-ancang, hingga pengeluaran sudah diturunkan. Outlook sudah turun, hingga di range sekitar 3%. Tetapi kalau itu betul shortfall Rp 100 triliun, itu defisit di atas 3% dari produk domestik bruto, kan itu tidak mungkin.

Ini menyebabkan, mau tidak mau, walau waktunya sudah mepet sekali, secepat mungkin pengeluaran infrastruktur dipotong. Tidak ada cara lain.

KONTAN: Tetapi, sejauh ini apakah Anda melihat ada tanda-tanda Presiden Jokowi mengendurkan proyek infrastruktur?

FAISAL: Pertanyaannya memang, apakah Jokowi mau? Selama ini kan tidak mau. Makanya, di situ pertaruhannya. Saya bilang infrastruktur itu bisa dikorbankan demi menjaga kestabilan makro ekonomi.

Standard and Poor’s (S&P) meng-upgrade peringkat kita kan karena strong fiscal policy. Artinya, Pemerintah disiplin dalam menjaga defisit hingga risiko fiskalnya rendah. Nah, risiko fiskal kita bakal meningkat jika tidak mau memotong pengeluaran.

Ilustrasi pembangunan infrastruktur Indonesia(Tol Balikpapan-Samarinda)
Kemenkeu

Ilustrasi pembangunan infrastruktur Indonesia(Tol Balikpapan-Samarinda)

KONTAN: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) kan sudah disetujui, apakah itu artinya akan ada perubahan atas APBN Perubahan?

FAISAL: APBN-P itu kan baru diperlukan kalau semua indikator tidak mencapai target dan plus minus 10%. Misal, pertumbuhan ekonomi di-setting 5%, tetapi ternyata hitungannya mencapai 3%.

Maka saat itu kita butuh APBN-P. Tetapi bukan alasan itu pemerintah melakukan APBN-P kemarin. Pajak diturunkan Rp 26 triliun, tetapi pengeluaran dinaikkan. Ya, otomatis utang di tambah untuk mengakomodasi pengeluaran.

Apa yang belum ada dan diadakan di pengeluaran? Light rapid transit (LRT). Pembiayaan dari APBN untuk LRT memang tidak ada. Tetapi dia masuk melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Pada 2015, PMN ke Adhi Karya Rp 1,4 triliun.

Tahun 2016, PMN tidak turun, tapi LRT harus jalan, Adhi Karya kehabisan duit. Lalu, diakalin. Masuklah PT KAI. Disisipkan di APBN-P Rp 3,6 Triliun untuk KAI. Ini tidak lazim karena KAI itu operator kereta api. Yang harus bangun rel, segala macam, ya pemerintah. Nah ini sudah mulai melanggar pakem.

Lalu, tidak disetujui APBN kemarin Rp 3,6 triliun cuma di kasih Rp 2 triliun, itu datang dari mana? Dari alokasi pembangunan kereta api di Sumatra, pindah ke LRT. Karena ada sisipan itu, maka ada APBN-P.

Baca Juga: Di Ujung Masa Jabatan, Menteri Luhut Panjaitan Malah Kena Skak Gubernur Bali. Ada Masalah Apa?

KONTAN: Artinya, fiskal kita tidak dikelola dengan benar?

FAISAL: Istilah akademisnya disiplin fiskal semakin longgar. Kalau benar nggak, saya tidak bisa judge. Dan disiplin fiskal ini yang menjadi pertimbangan utama kita dapat upgrade dari S&P dan disiplin fiskal itu pula yang kita langgar sekarang.

Nanti risiko kita akan ditinjau kembali, bukan hanya oleh S&P tapi juga oleh lembaga rating yang lain. Kenapa sih, disiplin fiskal jadi penting? Karena rating itu kan kemampuan pemerintah membayar utang.

KONTAN: Bukankah pemerintah masih tetap mampu bayar utang?

FAISAL: Ya, kalau nggak bisa bayar utang sudah default. Ini kan tingkat kesehatan. Misal, saya pendapatan saya Rp 1.000, cicilan saya Rp 700. Ya, saya masih sanggup tetapi nafas sudah megap-megap. Indikator kan bukan sekadar sanggup. Kapasitas sebetulnya itu yang dilihat.

KONTAN: Menurut Anda mengapa disiplin fiskal kita semakin longgar?

FAISAL: Di mata pemerintah saat ini hanya ada satu tahun saja. Yakni tahun 2019. Semua harus selesai tahun 2019. Makanya semua dilanggar. Aturan mengatakan setiap tiga bulan, harga BBM ditinjau.

Tetapi jauh hari Menteri Keuangan sudah menyampaikan, di tahun 2018 tidak ada kenaikan harga BBM, listrik dan elpiji. Tidak apa-apa nggak ada kenaikan, jika subsidi dinaikkan. Yang terjadi, subsidi dinaikkan, tetapi kenaikannya tidak sebesar risk. Pokoknya jika ada apa-apa, Pertamina yang menanggung.

Efek dari Pertamina menanggung ke fiskal adalah keuntungan Pertamina turun. Jika itu terjadi, dividen yang bisa diperoleh negara akan terpangkas. Akhirnya, APBN juga yang kena.

Jadi APBN itu semakin artifisial. subsidi BBM kecil karena di tanggung Pertamina. Soal satu harga, pemerintah boleh menentukan harga BBM gratis. Tetapi selisih antara gratis dan ongkos harus ada di APBN.

Itulah pertanggung jawaban pemerintah kepada rakyat karena ini keputusan politik. Ada akuntabilitasnya. Nah, gara-gara di tanggung Pertamina, tidak ada akuntabilitasnya, jadi makin tidak disiplin.

Mobil tanki pertamina tiba di pelabuhan muara padang sumatera barat bersiap memindahkan BBM ke kapal untuk di bawa ke Tua Pejat Kep. Mentawai

Mobil tanki pertamina tiba di pelabuhan muara padang sumatera barat bersiap memindahkan BBM ke kapal untuk di bawa ke Tua Pejat Kep. Mentawai

KONTAN: Seperti apa gejolak kecil yang Anda maksud?

FAISAL: Maksud saya, growth itu akan di bawah 5%, kurs rupiah bisa terpukul. Tetapi itu sebentar, karena Presiden Jokowi sudah kejedot dengan ketidak disiplinannya.

Berarti selama ini Jokowi di-entertain sama menteri-menteri yang tidak benar. Ada reshuffle nanti. Ini very quick. Maka saya bilang ada gejolak kecil. Saya bilang ini waspada fiskal. Apalagi kalau dilihat harga minyak naik terus.

Nah, subsidi tidak dinaikkan, dan harga jadi murah. Kalau harga murah kita tidak peduli, impornya naik. Sekarang defisit minyak Januari–Agustus sudah US$ 9,4 miliar.

Selama Januari-Agustus tahun lalu US$ 6,8 miliar. Defisit ini akan ikut merusak rupiah. Jadi meskipun semester I 2017 lalu surplus neraca perdagangan kita menjadi yang terbesar sejak tahun 2012, namun sebetulnya kita punya masalah di depan mata

Baca Juga: Bikin Heboh Gara-gara Masuk Anggaran Disdik DKI, Rupanya Lem Aibon Diimpor Keluarga Ketua Penasihat Ekonomi Jusuf Kalla dari Negara Ini

KONTAN: Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah gejolak kecil yang Anda sebut?

FAISAL: Jalan keluarnya, ya tolong infrastruktur di-reschedule setahun aja. Atau, bagusnya dua tahun, jadi kelar pada 2020. Nggak bikin kiamat, kok. Ongkosnya akan lebih mahal untuk Pak Jokowi kalau terjadi gejolak kecil.

Kalau diteruskan kemungkinan Jokowi tidak mampu, oposisi bisa dibilang akan semakin ugal-ugalan. Walaupun saya katakan, secara politik Jokowi itu makin kuat. DPR kan tidak apa-apa segala macam.

KONTAN: Pemerintah bilang akan melakukan upaya ekstra menggenjot pajak, misalnya dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017 yang merupakan kelanjutan UU Pengampunan Pajak. Apakah ini bisa membuat target pajak tercapai?

FAISAL: Itu cara sapu jagad. Dengan segala cara, baik PP atau yang lainnya, agar bisa terkejar penerimaan pajaknya. Tapi kalau Pak Jokowi tidak mau infrastrukturnya dipotong, ya dilakukanlah cara-cara sapu jagad itu.

Ibaratnya, induk ayam semakin stres, ya tidak bertelur dia. Induk ayam maksudnya swasta. Padahal, investasi pemerintah cuma 10%. Sisanya, 90% adalah investasi swasta.

Jadi sebanyak 10% diamankan at the cost of 90%. Neto nya pertumbuhan tidak akan tercapai. Kalau tidak ada gejolak saja, pertumbuhan kita cuma 5%. Apalagi kalau muncul gejolak kecil.

Long Span Kuningan merupakan salah satu infrastruktur hasil desain anak bangsa yang patut diapresiasi.
Adhi Karya

Long Span Kuningan merupakan salah satu infrastruktur hasil desain anak bangsa yang patut diapresiasi.

KONTAN: Bukankah proyek infrastruktur itu dibutuhkan untuk menggerakan ekonomi?

FAISAL: Jalan yang dibangun itu kan harusnya untuk mengangkut hasil pertanian, hasil tambang. Kalau bangun jalan tol, memang pada saat mudik akan terasa. Bisa dibangga-banggakan. Tetapi itu tidak berefek untuk kegiatan ekonomi.

Contohnya, pembangunan jalan tol Sumatra Rp 80 triliun. Ditender, nggak ada yang mau. Karena tidak ada yang mau, maka ditunjuk Hutama Karya.

Anggap saja jalan tol itu jadi. Jeruk brastagi bisa dibawa ke Jakarta pakai truk. Kelihatannya hebat. Truk itu bisa membawa 10 ton. Jeruk dijual dengan harga Rp 40.000 per kg. Dibandingkan jeruk dari China yang diangkut lewat laut, sampai sini bisa Rp 20.000 per kg karena ongkos angkutnya murah.

Jadi untuk menurunkan biaya logistik, bisa dengan cara memindahkan moda dari darat ke laut. Ongkos logistik darat itu 10 kali lebih mahal daripada laut.

Baca Juga: Bertolak Belakang Pada Saat Berkuasa, Begini Perbedaan Alasan 2 Presiden Kita Terhadap Posisi Tinggi dalam Struktur Militer Indonesia

KONTAN: Menurut Anda mengapa Jokowi tak mengutamakan infrastruktur laut?

FAISAL: Karena nggak ngefek ke Pemilu. Kan yang memilih rakyat, bukan barang. Jokowi tidak bisa mengandalkan partai. Jadi dia musti berjalan sendiri. Sekarang kita tinggal yakinkan Jokowi bahwa akan lebih bagus kalau kita bisa keluar dari gejolak ekonomi kecil.

Bayangkan kalau Pak Jokowi kalah dalam pemilihan presiden. Duit triliunan dalam proyek infrastruktur hilang karena semuanya terhenti. Makanya, saya kirim surat terbuka ke Jokowi. Sudah sampai di Istana. tetapi saya nggak tahu dibaca atau tidak.

KONTAN: Proyek apa saja yang bisa direschedule?

FAISAL: Saya kurang paham. Tetapi kalau bisa, jadwal ulang lebih cepat, lebih bagus. Misal PMN untuk KAI bisa stop. Jalan tol Sumatra bisa distop. Tidak akan kiamat, kok. Sudah ada trans Sumatra High Way. Padahal jalan itu rusak tidak dipelihara oleh negara karena ada pos anggaran itu. Bukannya diperbaiki, malah dibuat baru.

KONTAN: Apa tidak ada risiko politik kalau proyek infrastruktur yang menjadi andalan itu kemudian di-reschedule?

FAISAL: Ongkosnya lebih besar kalau benar terjadi gejolak kecil yang saya bilang tadi.

Kini, Faisal Basri mempertanyakan tugas Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang selama ini mengurus keseluruhan tugas kabinet menteri, salah satunya urusan investasi.

Padahal, tugas-tugas tersebut sudah menjadi tanggung jawab kabinet menteri yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo.

Menurut Faisal, investasi merupakan ranah Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

"Sebenarnya di nomenklatur itu urusannya Menko Perekonomian, kenapa di maritim? Apakah hanya maritim yang didorong investasinya? Nggak juga kan. Kalau ingin meningkatkan peran Pak Luhut, angkat saja jadi Perdana Menteri sekalian," kata Faisal ditemui di Jakarta, Rabu (20/11/2019).

Baca Juga: Sempat Berkonflik dan Tolak Pengangkatannya Sebagai Menkes, Kini IDI Malah Menitipkan 7 Harapan Ini Kepada Dokter Terawan

Faisal mencontohkan, Raden Djoeanda Kartawidjaja adalah Perdana Menteri Indonesia ke-10 sekaligus yang terakhir pada masa era Kepresidenan Soekarno. Djoeanda selama menjadi perdana menteri mengemban tugas yang serupa dilakukan oleh Luhut.

"Seperti dulu Juanda, jelas. Jadi, dia cawe-cawe seluruh kementerian, semua dia urus. Sekarang (Luhut B Pandjaitan) sampai uang dari Hong Kong masuk ke Indonesia dia urus juga. Ini calo apa menteri? Semua diurus," katanya.

Meski nomenklatur dari Jokowi mempercayai kepada Menko Maritim dan Investasi, namun sebut Faisal, urusan investasi lebih diwenangkan kepada Kemenko Perekonomian dan BKPM.

"Kalau menurut saya, salahin diagnosis. Investasi itu kan dari luar, Indonesia itu tidak banyak investasinya dari luar. Investasi itu kan ada di BKPM. Memang nomenklaturnya di dia, tapi jadi enggak benar. Kalau mau jelas, angkat saja dia jadi Perdana Menteri, dia suruh semua menterinya," ujarnya.

Faisal menyebutkan, selama ini Indonesia dari sisi investasi sebenarnya tidak mengalami kemerosotan. Bahkan, nilai investasi di Indonesia lebih tinggi dari rata-rata Negara ASEAN dan China. Meski, jumlahnya lebih rendah dari Vietnam dan India.

Baca Juga: Sibuk Naik Gunung dan Kemping Bareng Mapala Kampus, Dosen UGM Ini Bongkar Kelakuan Jokowi Sewaktu Jadi Mahasiswa Skripsinya

"Apalagi penyebabnya adalah seolah-olah investasi kita ini jeblok, enggak. Investasi Indonesia tidak jelek-jelek amat. Dari dulu investasi asing kecil perannya. Investasi asing yang datang ke Indonesia tahun lalu, itu nomor 16 di dunia, naik dari nomor 18. Dan lebih tinggi dari datangnya investasi ke Vietnam. Egggak jelek kan? Real, 22 miliar dollar AS datang ke Indonesia. Jadi diagnosisnya salah," tandasnya.

Faisal Basri, Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia

Riwayat pendidikan:

- Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Jakarta

- Master of Arts (M.A.) dalam bidang Ekonomi, Vanderbilt University, USA

Riwayat pekerjaan:

- Pendiri Partai Amanat Nasional

- Penggagas dan Ketua Presidium Nasional Pergerakan Indonesia (PI)

- Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

- Dosen, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

- Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI)

- Pendiri Instutute for Development of Economics & Finance (Indef)

- Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta

- Anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI 2000

(Kompas.com/Kontan.co.id)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest