Follow Us

Baru Terungkap Sekarang, Pejabat Daerah Kelimpungan Jelaskan Awal Mula Ada Desa Fiktif di Wilayahnya. Lantas, Ke Mana Larinya Dana Desa Selama Ini?

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Sabtu, 09 November 2019 | 10:01
Foto udara jalan trans sulawesi terendam banjir bandang di Kecamatan Asera, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Minggu (9/6/2019). Akibat intensitas hujan tinggi menyebabkan Sungai Lasolo meluap dan menyebabkan banjir bandang, sementara pihak BPBD Kabupaten Konawe Utara mencatat sebanyak 1.054 unit rum
ANTARA FOTO

Foto udara jalan trans sulawesi terendam banjir bandang di Kecamatan Asera, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Minggu (9/6/2019). Akibat intensitas hujan tinggi menyebabkan Sungai Lasolo meluap dan menyebabkan banjir bandang, sementara pihak BPBD Kabupaten Konawe Utara mencatat sebanyak 1.054 unit rum

Fotokita.net - Anggaran dana desa selama ini memang jadi rebutan. Maklum, angka rupiah yang diterima setiap desa besarannya tak sedikit. Tentu saja, melihat kue yang besar itu bikin sejumlah pihak jadi tergiur.

Pada tahun 2019, total alokasi dana desa mencapai Rp 70 triliun dan 2020 mendatang akan mencapai Rp 72 triliun.

Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani beserta jajarannya belum lama ini mengungkap hal baru, yakni adanya desa- desa fiktif.

Baca Juga: Biarpun Kalah Ngetop dari Via Vallen, Penyanyi Dangdut Berparas Ayu Ini Sukses Terpilih Sebagai Pemimpin di Desa Kelahirannya. Apa Rahasianya?

Desa itu merupakan desa tak berpenghuni namun menerima dana desa. Keberadaan desa fiktif ini tentunya akan merugikan negara, mengingat dana desa selalu meningkat setiap tahunnya.

Berikut ini sejumlah desa-desa yang dianggap sebagai desa fiktif:

Illustrasi Sri Mulyani Temukan 'Desa Hantu' Sang Penyedot Anggaran Dana Desa
Instagram/ @smindrawati

Illustrasi Sri Mulyani Temukan 'Desa Hantu' Sang Penyedot Anggaran Dana Desa

Pulau kecil tak berpenghuni Halmahera

Salah satu lokasi yang disinyalir sebagai desa fiktif adalah pulau-pulau kecil di Halmahera.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hatari dalam keterangan tertulis seperti dikutip dari Kompas.com (7/11/2019).

“Saya kebetulan tahu persis di Halmahera Selatan ada pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni. Tetapi kalau bupati mencatat itu sebagai desa, kami bisa bayangkan berapa banyak anggaran kita yang sudah turun selama bertahun-tahun ini dihabiskan,” kata dia.

Wakil Bupati Konawe Gusli Topan Sabara mengatakan, tiga desa yang disebut fiktif di Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), tidak pernah menerima bantuan dana desa dari Kementerian desa.

Tiga desa tersebut ialah Desa Uepai dan Desa Morehe di Kecamatan Uepai serta Desa Ulu Meraka di Kecamatan Onembute.

Keputusan itu berdasarkan hasil rekomendasi pemeriksaan Inspektorat Provinsi Sultra pada 27 Juli 2018 sehingga tiga desa itu tidak boleh mendapat bantuan dana desa.

"Jadi, tiga desa itu memang tidak ada, sesuai dengan hasil pemeriksaan Inspektorat Pemprov Sultra. Jadi, dana desa sebesar Rp 5,8 miliar itu tidak boleh dicairkan sejak 2015, 2016, 2017, dan 2018," ungkap Gusli, Kamis (7/11/2019).

Baca Juga: Alami Kekeringan Akibat Kemarau Panjang, Warga Desa di Boyolali Terpaksa Jual Kesayangannya Ini Demi Air Bersih

Foto udara kondisi banjir yang merendam perumahan warga di Kecamatan Asera, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Minggu (9/6/2019). Akibat intensitas hujan tinggi menyebabkan Sungai Lasolo meluap dan menyebabkan banjir bandang, sementara pihak BPBD Kabupaten Konawe Utara mencatat sebanyak 1.054 unit rum
ANTARA FOTO

Foto udara kondisi banjir yang merendam perumahan warga di Kecamatan Asera, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Minggu (9/6/2019). Akibat intensitas hujan tinggi menyebabkan Sungai Lasolo meluap dan menyebabkan banjir bandang, sementara pihak BPBD Kabupaten Konawe Utara mencatat sebanyak 1.054 unit rum

Dana desa sebesar Rp 5,8 miliar masih tersimpan di kas daerah dan tidak dipergunakan untuk kegiatan apa pun.

Jika ada pernyataan yang menyebutkan bahwa tiga desa itu masih menerima dana desa, Gusli meminta untuk menanyakannya langsung ke Kemendes.

Gusli menjelaskan, Desa Uepai tercantum karena faktor human error. Ada kesamaan nama antara Desa Uepai dan Kelurahan Uepai.

"Kenapa bisa? Karena nama Kelurahan Uepai sama dengan nama Desa Uepai, sementara kelurahan tidak bisa terima dana desa," ujar dia.

Adapun Desa Morehe di Kecamatan Uepai juga tidak diberi dana desa karena terdaftar di wilayah Kabupaten Kolak Timur.

Baca Juga: Contoh Nyata Perubahan Iklim di Tanah Jawa, Desa Ini Ditinggalkan Penghuninya. Lihat Foto yang Jadi Buktinya

"Desa Morehe juga disebabkan pemekaran Kolaka Timur sehingga wilayah administrasi Kabupaten Konawe masuk ke dalam koordinat Koltim sehingga kami akan sanggah nanti di kementerian," ujar Gusli.

Camat Uepai Jasman menjelaskan, Desa Morehe tidak pernah menerima dana desa terhitung sejak 2015.

“Wilayah Desa Morehe tidak jelas karena berada di kawasan hutan lindung setempat,” ucap dia.

Pada umumnya warga Desa Morehe hidup berpindah-pindah alias tidak menetap. Sebagian warga berkebun dan tinggal di desa lain. Desa Morehe, kata Jasman, berstatus sengketa.

Desa ini menjadi perebutan antara Kabupaten Konawe dan Kabupaten Kolak Timur pada 2014. Sementara Desa Uepai tidak mendapat pengakuan karena terdaftar sebagai desa definitif.

Baca Juga: Bakal Segera Tayang dalam Bentuk Buku. KKN di Desa Penari Masih Bikin Penasaran Kita, Di manakah Lokasi Sesungguhnya?

Dua orang anak berada di atas perahu menerobos banjir sejak dua pekan lalu di Desa Laloika, Kecamatan Pondidaha, Konawe, Sulawesi Tenggara, Minggu (9/6/2019). Banjir bandang merendam beberapa kecamatan di Kabupaten Konawe akibat meluapnya Sungai Konaweha disebabkan intensitas hujan tinggi sementara
ANTARA FOTO

Dua orang anak berada di atas perahu menerobos banjir sejak dua pekan lalu di Desa Laloika, Kecamatan Pondidaha, Konawe, Sulawesi Tenggara, Minggu (9/6/2019). Banjir bandang merendam beberapa kecamatan di Kabupaten Konawe akibat meluapnya Sungai Konaweha disebabkan intensitas hujan tinggi sementara

Sebelumnya, Uepai merupakan nama desa yang pada 2003 berubah status menjadi kelurahan dan akhirnya menjadi kecamatan.

"Pemekaran Kecamatan Uepai tahun 2003. Sebelumnya Uepai statusnya masih desa. Waktu berjalan, Desa Uepai naik status menjadi kelurahan. Setelah mekar jadi kelurahan, Uepai menjadi Desa Tangkondimpo pada 2007,” kata Jasman.

Pernyataan tersebut senada dengan keterangan Kepala Desa Tangkondimpo Budusila. Ia menjelaskan, desa yang ia pimpin sebelumnya bernama Desa Uepai, tetapi mengalami pemekaran sehingga berganti nama menjadi Desa Tangkondimpo.

“Yang saya tahu, Desa Uepai pernah ada, tapi sekarang saya tidak tahu lagi karena sudah diduduki oleh kelurahan," ucap dia.

Baca Juga: Di Desa Ini Langit Jadi Merah Pada Siang Hari Terjadi Karena Hamburan Cahaya, Ahli Bilang Bukan Disebabkan Pengaruh Api Karhutla

"Yang saya tahu sebelumnya ini Desa Uepai karena Uepai sudah berubah menjadi kelurahan, lalu mengalami pemekaran dan Tangkondimpo menjadi satu desa," Budusila menambahkan.

Wakil Bupati Konawe Gusli Topan Sabara mengatakan, Desa Ulu Meraka tak lagi ada karena desa ini sama dengan nama desa yang ada di Kecamatan Onembute.

Hal itu juga sejalan dengan penjelasan Camat Lambuya Jasmin. Jasmin menyampaikan, Desa Ulu Meraka dulunya berada di Kecamatan Lambuya.

Namun, kini nama Ulu Meraka terdaftar sebagai nama desa di Kecamatan Onembute, bukan lagi di Lambuya.

“Dulu masih bergabung kecamatan di Kecamatan Induk Lambuya, Puriala, dan Onembute. Memang masih ada Desa Ulu Meraka, tapi ketika mekar ini dua kecamatan, Puriala dan Onembute. Desa Ulu Meraka sudah ada di Onembute," ujar Jasmin.

Nama Desa Wonorejo tiba-tiba tenar di Kalimantan Selatan (Kalsel). Bagaimana tidak, desa yang terletak di Kabupaten Balangan ini merupakan salah satu desa fiktif yang 2 tahun terakhir tetap menerima dana desa dari pemerintah pusat.

Padahal, sejak 2 tahun lalu desa ini sudah tak berpenghuni lantaran penduduknya menjual lahan mereka ke perusahaan tambang.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kalsel Zulkifli mengatakan, penduduk Desa Wonorejo tergiur dengan besaran ganti rugi yang disodorkan perusahaan tambang.

Baca Juga: Jumlah Pengunjung Negeri Di Atas Awan Gunung Luhur Capai Rekor Baru, Warga Desa Citorek Justru Rasakan Manfaat Positif: Dapur Jadi Ngebul Terus!

"Kan masyarakat diiming-imingi nih dapat duit instan dengan cara cepat. Akhirnya satu per satu warganya pindah ke desa-desa yang lain," ujar Zulkifli, saat dihubungi, Jumat (8/11/2019).

Walaupun penghuninya sudah tidak ada, Zulkifli menyebut, Desa Wonorejo selama 2 tahun terakhir tetap menerima dana desa.

Namun, lanjut Zulkifli, dana desa tersebut tidak digunakan sama sekali, tetapi dikembalikan ke pemerintah pusat.

"Jadi, memang selama 2 tahun desa itu menerima dana desa, tapi oleh Pemerintah Kabupaten Balangan tidak dicairkan, tetapi dikembalikan ke pusat," kata dia. Zulkifli mengatakan akan segera memverifikasi ulang seluruh desa yang ada di Kalsel.

Menurutnya, apa yang terjadi pada Desa Wonorejo yang ditinggal penghuninya demi rupiah bisa juga terjadi pada desa-desa lain.

Apalagi, di Kalsel masih banyak perusahaan tambang yang lahannya berseberangan dengan lahan milik warga.

Bukan tidak mungkin, akan ditemukan lagi desa yang bernasib sama dengan Desa Wonorejo.

"Itu tidak menutup kemungkinan, tapi kalau masyarakatnya masih ada yang tinggal banyak, itu masih layak selama masih memenuhi persyaratan jumlah penduduk, tapi kalau penduduknya tinggal sedikit, itu enggak bisa lagi disebut desa," kata Zulkifli.

Baca Juga: Dampak Kabut Asap dan Karhutla Makin Parah, Warga Dua Desa Ini Harus Nyalakan Lampu di Siang Hari Karena Langit Memerah Seperti Maghrib

Untuk tahun 2020 terdapat 1.874 desa di Kalsel yang menerima dana desa, besarannya mencapai Rp 800 juta hingga Rp 900 juta per desa dengan total anggaran Rp 1,5 triliun.

Zulkifli pun yakin jika di Kalsel, hanya satu desa fiktif yang masih menerima dana desa. (Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest