Follow Us

Masih Ada Pekerjaan Rumah yang Belum Selesai Jadi Alasan Jokowi Pilih Kembali Sri Mulyani Sebagai Menteri Keuangan. Apa Saja Itu?

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Rabu, 30 Oktober 2019 | 12:17
Sri Mulyani meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/10/2019).
Tribunnews/Irwan Rismawan

Sri Mulyani meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/10/2019).

Fotokita.net - Pada Rabu (23/10/2019) Presiden Joko Widodo kembali melantik Sri Mulyani Indrawati sebagai menteri keuangan. Tentu, Jokowi memilih mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini dengan sederet pertimbangan.

Persoalan pajak digital boleh jadi menjadi salah satu tantangan Jokowi kepada Sri Mulyani. Pada pertengahan tahun, Sri Mulyani sempat menyatakan bakal mulai menggodok aturan mengenai pajak digital.

Penarikan pajak untuk perusahaan-perusahaan over the top (OTT) tersebut menjadi masalah lantaran skema perpajakan umumnya mengategorikan wajib pajak sebagai BUT (Badan Usaha Tetap) atau permanent establishment.

Baca Juga: Jadi Menteri Termuda di Dalam Kabinet, Sosok Nadiem Makarim Ternyata Bikin Resah Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ada Apa?

Padahal, perusahaan digital telah mengeruk keuntungan yang begitu besar di Indonesia dengan masifnya pengguna jasa mereka. Sementara, pemerintah belum mampu menarik pajak untuk perusahaan itu.

Oleh karena itulah, pada pertemuan G20 tingkat menteri 8-9 Juni 2019 lalu, negara-negara yang terlibat tengah menggodok peraturan perpajakan yang bakal meredefinisi BUT.

Retno Marsudi bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Presiden Jokowi, dan Wapres Ma'ruf Amin
Instagram/smindrawati

Retno Marsudi bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Presiden Jokowi, dan Wapres Ma'ruf Amin

"Karena company-nya tidak ada di negara kita namun dia mendapatkan revenue yang efektif, sehingga tidak bisa diaplikasikan yang selama ini di dalam undang-undang dan perjanjian pajak internasional yaitu BUT permanen establishment. (Saat ini) itu mereka tidak perlu BUT di sini namun mereka mendapatkan revenue yang cukup besar," ujar Sri Mulyani.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan masih mengutak-atik cara untuk bisa mengejak pajak Netflix, perusahaan penyedia jasa video on demand.

Baca Juga: Punya Hobi Motret, Sosok Menteri Nyentrik Ini Dibongkar Rahasianya Oleh Sri Mulyani: Sampai Sekarang, Dia Enggak Pernah Pakai WA!

Pasalnya, perusahaan yang berpusat di Amerika Serikat tersebut memiliki nilai ekonomi yang cukup signifikan. Baru-baru ini kencang dikabarkan, di Australia, pemerintah setempat kewalahan untuk bisa menagih pajak kepada Netflix.

Seperti dikutip dari The Australian Financial Review, perusahaan streaming video raksasa tersebut hanya membayar pajak kurang dari 1 persen sepanjang 2018.

Dari kiri ke kanan, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menghadiri Rapat Kabinet Paripurna tentang evaluasi pelaksanaan RPJMN
Kompas/Wawan H Prabowo

Dari kiri ke kanan, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menghadiri Rapat Kabinet Paripurna tentang evaluasi pelaksanaan RPJMN

Padahal, di tahun itu mereka meraup untung mulai dari 600 juta dollar AS hingga 1 miliar dollar AS. Pajak yang dibayarkan hanya sekitar 341.793 dollar AS (0,06 persen).

"Konsep mengenai ekonomi digital tidak memiliki BUT (Badan Usaha Tetap) tapi aktivitasnya banyak seperti yang saya sebutkan, maka mereka memiliki kehadiran ekonomis yang signifikan atau economy present yang signifikan," ujar Sri Mulyani, Selasa (29/10/2019).

"Oleh karena itu, mereka wajib untuk membayar pajak. Di Australia, di Singapura mereka sudah menetapkan untuk mengutip pajak dari Netflix ini, namanya Netflix Tax bahkan di sana," lanjutnya.

Sri Mulyani pun mengatakan, pihaknya secara serius bakal memantau aktivitas Netflix di Tanah Air, meski hingga saat ini aturan mengenai perpajakan digital belum diundangkan.

Baca Juga: Masa Kerja Telah Usai, Sri Mulyani Bongkar Kebiasaan Unik Salah Satu Menteri Kabinet Kerja Ini. Apa Rahasianya?

"Tapi kami akan cari cara untuk tetap mendapatkan hak perpajakan kita," ujar dia.

Menjabat 3kali Menkeu, Inilah Orang Dibalik Kesuksesan Sri Mulyani
Instagram/ @smindrawati

Menjabat 3kali Menkeu, Inilah Orang Dibalik Kesuksesan Sri Mulyani

Pada pertengahan tahun, Sri Mulyani sempat menyatakan bakal mulai menggodok aturan mengenai pajak digital.

Penarikan pajak untuk perusahaan-perusahaan over the top (OTT) tersebut menjadi masalah lantaran skema perpajakan umumnya mengategorikan wajib pajak sebagai BUT (Badan Usaha Tetap) atau permanent establishment.

Padahal, perusahaan digital telah mengeruk keuntungan yang begitu besar di Indonesia dengan masifnya pengguna jasa mereka. Sementara, pemerintah belum mampu menarik pajak untuk perusahaan itu.

Baca Juga: Blak-blakan Laporkan Akar Masalah BPJS Kesehatan Kepada Wakil Rakyat, Menteri Sri Mulyani Sebut Salah Satu Akar Masalah yang Terasa Konyol Ini...

Sri Mulyani

Sri Mulyani

Oleh karena itulah, pada pertemuan G20 tingkat menteri 8-9 Juni 2019 lalu, negara-negara yang terlibat tengah menggodok peraturan perpajakan yang bakal meredefinisi BUT.

"Karena company-nya tidak ada di negara kita namun dia mendapatkan revenue yang efektif, sehingga tidak bisa diaplikasikan yang selama ini di dalam undang-undang dan perjanjian pajak internasional yaitu BUT permanen establishment. (Saat ini) itu mereka tidak perlu BUT di sini namun mereka mendapatkan revenue yang cukup besar," ujar Sri Mulyani.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest