Nikon sudah mewujudkannya pada tahun 1959 dengan Nikkor Telephoto Zoom 8.5-25cm f/4-4.5 dan tahun 1971 memperkenalkan teknologi ED (extra low dispersion) atau kaca optik dispersi ekstra rendah yang ditanam pada lensa Nikkor H-300mm f/2.8.
Nikon sudah banyak memproduksi lensa telefoto dengan rentang fokus lensa 300mm, 400mm, 500mm, 600mm, 800mm, hingga 1.200mm.
Canon yang menjadi kompetitor tak mau ketinggalan. Pada tahun 1969, Canon mengeluarkan lensa FL-L 300mm f/5.6. Tahun 1993, Canon meluncurkan lensa EF35-350mm f/3.5-5.6L USM dan mengklaim lensa zoom pertama di dunia yang dapat dipertukarkan untuk kamera SLR dengan rasio pembesaran 10 kali.
Lensa-lensa tele di era SLR ini bekerja pada mekanisme analog. Seorang fotografer olahraga dituntut kepiawaiannya dalam mengelola nalurinya di tengah lapangan.
Naluri padanan mata dan kerja motorik otak memberi respons seketika agar tangan kirinya bekerja untuk mencari titik fokus subyek pada optik lensa dan jari kanannya seketika pula menekan tombol rana kamera, ketika momen puncak dalam dalam frame bidikannya.
Baca Juga: Cek Spek Fujifilm Square SQ6, Kamera Instax yang Simpel dan Keren
Dalam perkembangan selanjutnya, kamera SLR yang menggunakan film 35 mm mulai tergantikan dengan kamera DSLR, tidak lagi menggunakan film 35 mm, tetapi foto dalam format digital pada kartu memori. Transisi teknologi ini juga merambah dalam penyediaan lensa-lensa telefoto.
Sejak munculnya kamera mirrorless beberapa tahun belakangan, teknologi yang ditanam di kamera ini semakin melesat. Pelan tetapi pasti mirrorless menggeser peran DSLR.
Teknologi mirrorless dengan tubuhnya yang mungil mulai melirik kebutuhan fotografer spesialisasi olahraga dan alam liar dengan menyiapkan beberapa lensa telefoto.
Dalam dua tahun ini, paling tidak ada empat lensa supertele yang sudah diproduksi untuk kebutuhan kalangan profesional pengguna kamera mirrorless.