”Awan yang bisa disemai masih minim. Cuma ada sedikit kumpulan awan di bagian timur Pekanbaru. Maka itu tadi kami agak lama berkeliling di udara,” ujar Danang yang juga bertugas sebagai Kepala Seksi Operasional Skuadron Udara 31 Lanud Halim Perdanakusuma.
Flight Scientist BPPT Faisal Sunarto menjelaskan, awan yang bisa disemai dengan garam haruslah memiliki kualitas ketebalan mencapai 70 persen. Kurang dari itu, penyemaian garam akan sia-sia karena garam bekerja dengan prinsip mengikat uap air di awan. Awan dengan ketebalan kurang dari 70 persen hanya memiliki sedikit uap air.
Menurut Faisol, pihaknya intens berkoordinasi dengan BMKG untuk menentukan posisi awan dengan ketebalan tinggi. Biasanya, awan jenis itu muncul pada pagi atau sore hari setelah pukul 13.00.
Kembali terbang
Pesawat C130 Hercules tak bisa berlama-lama ”beristirahat” di Pekanbaru. Beberapa jam seusai mendarat, panggilan tugas kembali datang. BMKG melaporkan ada banyak titik awan tebal berpotensi hujan berkumpul di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Segera setelah itu Hercules terbang untuk menyemai garam agar hujan juga turun di Pulau Kalimantan.
Untuk berjaga-jaga, TNI AU mengerahkan pesawat lain. Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Fajar adriyanto memaparkan, pihaknya juga menyiapkan 1 pesawat CN295 Kalong dari Skuadran Udara 2 Lanud Halim Perdanakusuma dan 1 pesawat Casa C212 Oviocar dari Skuadron Udara 4 Lanud Abdulrachman Saleh, Malang, Jawa Timur.
Selain ketebalan awan, menurut Faisal, kecepatan angin, kelembaban udara, dan radiasi matahari juga amat memengaruhi keberhasilan rekayasa cuaca. Matahari mesti lebih terik agar awan mengandung uap air bisa banyak terbentuk.
Adapun kecepatan angin memengaruhi persebaran garam di awan. Jika berjalan lancar, hujan bisa turun dalam rentang waktu 1 hingga 6 jam setelah penyemaian garam.