Follow Us

Dulu Saling Bunuh, Kini Bergandengan Tangan. Begini Potret Suram Suku Asli Amazon yang Tak Lagi Berperang Demi Kelestarian Tempat Tinggalnya.

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Selasa, 10 September 2019 | 18:28
Anak-anak suku Awa, suku yang hampir punah di pedalaman hutan Amazon.
Charlie Hamilton James

Anak-anak suku Awa, suku yang hampir punah di pedalaman hutan Amazon.

Ilustrasi Sungai Amazon
https://www.maxpixel.net/

Ilustrasi Sungai Amazon

Pada hari terakhir pertemuan, muncul momen simbolik lainnya ketika Kayapo mengundang perwakilan orang-orang Panara, musuh lama kelompoknya, untuk menampilkan lagu dan tarian tradisional.

Dengan tubuh berhias cat yang diekstraksi dari buah tropis, keempat perwakilan Panara bernyanyi. Mereka mendapat tepuk tangan hangat dari Kayapo.

Sebagian orang menganggap peristiwa itu sebagai pertanda perseteruan lama di antara kelompok-kelompok itu telah berakhir.

Baca Juga: Kata Siapa Generasi Milenial Tak Peduli Lingkungan, Survei Ini Buktikan Mereka Paling Banyak Lakukan Diet Kantong Plastik Dibanding Generasi Tua

Menurut catatan sejarah, dua kelompok suku itu pertama kali berperang tahun 1922. Pada 1968, Kayapo disebut membantai seluruh penghuni Desa Panara.

Gambar sekilas penyintas suku terasing di hutan Amazon.
FUNAI

Gambar sekilas penyintas suku terasing di hutan Amazon.

Kelangsungan hidup suku Panara semakin berisiko ketika pada dekade 1970-an, pemerintah meresmikan BR-163, jalan raya penghubung kawasan utara dan selatan Brasil.

Jalan raya itu adalah salah satu siasat rezim militer Brasil untuk mengintegrasikan penghuni Amazon dengan komunitas masyarakat lain.

Dengan jumlah anggota suku yang makin menipis dan di tengah serangan kelaparan serta penyakit, sekitar 200 orang yang selamat dari Panara dipindahkan ke selatan, ke Taman Adat Xingu.

Baca Juga: Tanpa Yogyakarta, Republik Indonesia Tak Akan Pernah Ada. Lihat Foto-foto Keteladanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang Wajib Kita Tahu

Pada tahun 1997, komunitas suku Panaras kembali ke tanah asalnya di sepanjang jalan raya BR-163.

Source : BBC Indonesia

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest