"Cuman masalahnya penggunaannya harus diatur, dosisnya terutama, dan siapa yang harus memakai," kata Dr. Ari.
Selain itu, dia juga mendukung agar dilakukan standardisasi produksi kratom karena para petani dan pengumpul kratom saat ini menjual daun tanpa membedakan usia daun, padahal semakin tua daun maka kadar mitragininnya semakin tinggi sehingga dampaknya ke pengguna juga akan berbeda.
Baca Juga: Menunggu Dialog di Papua, Damai atau Referendum? Foto-Foto Ini Tunjukan Jayapura Papua Masih Tegang
"Dari berita dan buletin kesehatan di Amerika, packagingnya tidak bagus sehingga (bakteri) salmonela masuk. Itu memberikan cemaran kepada pasien sehingga tingkat kematian, infeksi menjadi tinggi," Dr. Ari menambahkan.
Dia juga menganjurkan agar riset terkait kratom terus dilakukan untuk mendalami efek-efek kratom, termasuk efek yang berbahaya.
Lantas, apa efek dan kandungan dalam daun kratom?
Berdasarkan penelitiannya, Dr. Ari menjelaskan bahwa kratom mengandung mitraginin yang berfungsi sebagai katalisator opium agar bisa bekerja dengan baik.
Mitraginin ini juga dapat berfungsi sebagai pengganti opium sehingga jika diberikan kepada pengguna opium maka ketergantungan mereka pelan-pelan dapat berkurang.
Selain itu, mitraginin yang termasuk ke golongan alkaloid ini dapat memberikan efek sedatif dan anti nyeri.
Baca Juga: Terkuak Kisah Pilu Rasisme Mahasiswa Papua, 'Ih, Kalian Bau dan Suka Makan Babi Mentah!'
"Saya pernah uji coba ke mencit. Mencitnya kita beri panas, dosis semakin tinggi itu dia tidak merasa sakit," papar Dr. Ari.
Di saat bersamaan, Dr. Ari memperhatikan bahwa kratom ini dapat memberikan efek high atau mabuk kepada para pengguna tradisional di Kalimantan, meski dampak itu belum dibuktikannya secara klinis.