"Dakwah" Saifudin Ibrahim yang ditimpali sikap petentengan tengil itu, terpatahkan seketika oleh jawaban sedikit "ngawuriyah" ro'yu dengan sedikit landasan tekstual dariku. Karena sebenarnya NII KW IX itupun hanya ngawur-ngawuran dalam berislam.
Atas jawabanku itu, Saifudin Ibrahim tertawa ngekek-ngekek sebagaimana khasnya. Ia menepuk-nepuk bahuku, kemudian ngeloyor pergi dengan sikap petentengan yang agak tengil. Aku hanya beristighfar dalam hati.
(*)