"Kami dipaksa berdamai. Suruh mendatangani surat damai. Kami terus dipaksa dan ditekan," ucapnya. Saat itu, Z dan Sur menolak keinginan penyidik namun terus dipaksa. Ia pun memutar otak agar bisa pulang dan menolak untuk menekan surat damai yang sudah dibuat oleh penyidik.
Saya pun bilang berunding dengan keluarga dulu biar bisa pulang dan saya ngomong besok datang lagi ke polsek. Dia pun memaksa dan bilang sekarang aja, besok kalian tidak datang. Kemudian kami pulang tidak mau tanda tangan," imbuhnya.
Intimidasi hingga lontaran kata tak pantas yang dialami keluarga korban pemerkosaan di Rokan Hulu itu terjadi pada 21 November. Hal ini tak lama setelah keluarga korban Sur melaporkan 4 orang pelaku pemerkosa istrinya. Meski 4 orang dilaporkan, namun polisi baru menindak 1 orang saat itu.
Sejumlah polisi datang ke rumah mereka lantaran S dan istrinya tidak mau berdamai dengan pelaku DK, yang memperkosa Z sekaligus membanting bayi mereka berusia 3 bulan. "Kami pernah disuruh datang ke Polsek Tambusai Utara. Di sana kami disuruh untuk menandatangani surat perdamaian dengan pelaku," sebut Sur.
Tentu saja tawaran itu ditolak oleh Sur, apalagi istrinya diperkosa berulang kali disertai ancaman. Meski menolak, Kanit Reskrim Polsek Tambusai Utara memaksa keduanya untuk menandatangani selembar surat yang telah diketik polisi, yakni surat damai bahkan diduga melontarkan kalimat anjiing, babi dan lonte.
"Mereka kembali datang pada malamnya dan memaki kami. Mereka turun berdua dari dalam mobil dan ada sebagian didalam mobil," lanjut Sur lagi.
Kepada Kanit Reskrim, Sur menanyakan apa alasan istrinya disuruh berdamai. Pertanyaan itu justru membuat Kanit emosi dan kembali melontarkan kalimat kasar, salah satunya menyebut Z seperti lonte saat membuat laporan.
"Saya bilang 'kenapa pak kami yang suruh tandatangan berdamai, itukan nggak bisa dipaksakan'. Kanit tanya 'siapa yang bilang', saya jawab keluarga saya. Lalu dijawab 'Bilang sama dia, babi dia, pandai-pandaian dia'," kata Sur menirukan ucapan Kanit Reskrim.