Pertanyaan-pertanyaan serupa juga dipertanyakan netizen di media sosial Twitter. “Kenapa bisa tidak ada peringatan dini untuk warga sekita Semeru?” tulis akun Twitter @EmpesAbiHanif.

Gubernur Jawa Timur Kofifah Indar Parawansa meninjau lokasi bencana Minggu (5/12/2021). Foto jasad lansia korban erupsi Semeru yang tergeletak di jalan sudah membuat netizen miris.
Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Andiani saat dikonfirmasi soal ini, Minggu (5/12/2021), mengatakan, peringatan dini untuk bahaya erupsi gunung api sudah dilakukan.
“Peringatan dini untuk bahaya erupsi gunungapi sudah dilakukan bukan hanya di Semeru, tetapi juga di 69 gunungapi aktif yang dipantau oleh PVMBG,” ujar Andiani dilansir dari Kompascom. Dia mengatakan, pemantauan dilakukan melalui peralatan pemantauan dan pengamatan visual selama 24 jam.
“Pada 1 Desember 2021, sudah terjadi guguran lava pijar di lereng Gunung Semeru dan sudah diinfokan kepada WAG (WhatsApp Group) yang berisi Pemda, BPBD, dan relawan oleh PGA (tenaga pengamat gunung api yang bertugas di pos jaga sekitar Semeru),” ujar dia.
Pada 2 Desember 2021, kata Andini, petugas pengamatan gunungapi Semeru juga sudah mengeluarkaan peringatan agar masyarakat tidak beraktivitas di sekitar Besuk Kobokan, Bessuk Kembar, Besuk Bang, dan Besuk Sarat untuk antisipasi kejadian guguran atau awan panas guguran.

Gubernur Jawa Timur Kofifah Indar Parawansa meninjau lokasi bencana Minggu (5/12/2021). Foto jasad lansia korban erupsi Semeru yang tergeletak di jalan sudah membuat netizen miris.
Sebetulnya pemberitaan Kompas TV pada Jumat (3/12/2021) sudah mengabarkan ancaman sebelum erupsi terjadi. Petugas Pos Pengamatan Gunung Api Semeru mengimbau kepada warga yang melakukan aktivitas di aliran luncuran awan panas untuk selalu waspada. Hal ini karena pos pengamatan mengamati selama 24 jam terakhir telah terjadi gempa letusan sebanyak 61 kali dan 23 kali gempa hembusan.
Pada Minggu (5/12/2021), Kepala Bidang Kedaruratan dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang mengatakan, selama ini tidak ada Early Warning System (EWS) di Desa Curah Kobokan. Padahal, alat tersebut penting untuk mendeteksi peringatan dini bencana.
"Alarm (EWS) enggak ada, hanya seismometer di daerah Dusun Kamar A. Itu untuk memantau pergerakan air dari atas agar bisa disampaikan ke penambang di bawah," kata Joko seperti dikutip dari Tribunnews.