Kala itu, ia menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri menggantikan Irjen Pol (Purn) Saiful Maltha.
Namun, ia dicopot dari jabatannya tersebut oleh Idham Azis yang kala itu masih menjabat sebagai Kapolri.
Mengutip KompasTV, pencopotan Napoleon tertuang dalam surat telegram (STR) Nomor ST/2076/VII/KEP/2020 tertanggal 17 Juli 2020 yang ditandatangani oleh As SDM Polri Irjen Sutrisno Yudi Hermawan.
Baca Juga: Terungkap, 2 Jenderal di Balik Sukses Operasi Nemangkawi Tumpas Lekagak Telenggen dan KKB Papua

Jenderal bintang dua Napoleon Bonaparte (tengah) dikabarkan menganiaya Muhammad Kece.
Dalam telegram itu, Napoleon dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Inspektorat Pengawasan Umum Polri.
Ia dicopot karena diduga lalai mengawasi bawahannya hingga terbitnya penghapusan red notice buronan Djoko Tjandra.
"Pelanggaran kode etik maka dimutasi," terang Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono, Jumat (17/7/2020).
Pada 14 Oktober 2020, Irjen Napoleon Bonaparte ditahan terkait kasus Djoko Tjandra. Lima bulan berselang, Napoleon dinyatakan bersalah.
Ia divonis empat tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider enam bulan kurungan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Namun, Napoleon merasa dirinya dilecehkan akibat terseret kasus Djoko Tjandra.
Karena itu, ia mengaku lebih memilih mati. “Cukup sudah pelecehan martabat yang saya derita dari Juli tahun lalu sampai hari ini,” kata Napoleon di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3/2021), dikutip dari Kompas.com.