Samto menyebut, dirinya nekat memasang baliho tersebut karena mengaku tidak tahan melihat rakyat menderita. Menurutnya, kebijakan PPKM Darurat yang selama ini berlaku sangat memberatkan rakyat.
"Orang hajatan dibubarkan, untungnya apa. Rakyat berjualan diuber-uber. Kasihan rakyat dan seniman dua tahun enggak makan," kata dia.
Samto mengaku sengaja menggunakan pilihan kata yang agak keras dalam balihonya. Harapannya aspirasinya tersebut didengarkan oleh pemerintah.
"Sengaja (keras), biar didengarkan aspirasi rakyat. Saya yakin rakyat mendukung," jelasnya.
Baca Juga: Dituding Tak Siap Beri Obat Gratis Pasien Isoman Lewat Telemedicine, Kemenkes Buka Suara
Baliho tersebut, lanjutnya, akhirnya diturunkan oleh pihak Satpol PP. Pihaknya mengaku tidak mempermasalahkan jika nantinya mendapat sanksi atas aksinya ini.
"Sudah diturunkan tadi sama Satpol PP. Nggak apa-apa. Kalau memang ada sanksi saya siap," tegasnya.
Baca Juga: Video Nakes Kelelahan Usai Makamkan Pasien Covid-19 Heboh, Ini Fakta Sebenarnya
Sementara itu berdasarkan hasil klarifikasi yang dilakukan Camat Jenar, Edi Widodo, Samto mengakui yang memasang baliho itu dirinya sendiri. Dia mengaku nekat memasang baliho itu karena tidak percaya Covid-19. Samto menilai peraturan yang dibuat pemerintah selama ini menyengsarakan warga karena banyak warga yang dilarang.
Berdasarkan informasi dilansir Solopos, Kades Jenar, Samto, beberapa kali melontarkan pernyataan jika ia tidak percaya Covid-19. Saat warga di desa lain dilarang mengadakan hajatan demi mencegah penularan Covid-19, ia justru menjamin warganya bisa melaksanakan hajatan tanpa gangguan.