Baru setahun, Radhar Panca memutuskan pulang ke Indonesia dan tidak menuntaskan studinya yang seharusnya mencapai tingkat doktoral.
Alasannya, ia terlalu sedih melihat kondisi Indonesia yang sedang dalam kekacauan politik dan ketidakstabilan keamanan tahun 1998.
Sepulangnya dari Prancis, Radhar Panca justru divonis mengalami gagal ginjal kronis dan pembunuhan sel ginjal secara perlahan.
Dokter menyatakan dua buah ginjalnya sudah mati.
"Sepertinya ada ketidakpedulian, bisa jadi kebebalan. Puluhan tahun memperjuangkan kebudayaan menjadi fondasi cara kita membangun negara, manusia dan bangsa di dalamnya, hasilnya hampir nihil bahkan negatif."
Begitu isi paragraf pembuka tulisan Radhar Panca berjudul "Sakratul Maut Seni-Budaya" yang dimuat di Harian Kompas edisi Selasa (21/1/2020).
Radhar Panca memang salah satu budayawan yang tak kenal lelah berjuang menjaga kelestarian budaya Indonesai.
Keprihatinan Radhar Panca terhadap budaya yang telah tergerus sudah ia cetuskan sejak awal 1990-an.
Dia menuliskan keluh kesahnya soal teater modern yang mengalami kemunduran dalam tulisan berjudul "Mencari Teater Modern Indonesia".