Fotokita.net - Bikin tato di wajah sejak lulus SD, ini alasan anak punk mau ikut bersih-bersih masjid hingga punya cita-cita mulia.
Sosok Ahmad Nur Kusuma Yuda mencuri perhatian jemaah Masjid Jami Al-Istiqomah, Pleburan, Kota Semarang. Pemuda berwajah penuh tato itu sering terlihat bergamis dan berserban saat berada di masjid.
Meski terlihat menyeramkan, pemuda 21 tahun itu ternyata bersuara lembut. Tak ada kesan sangar jika telah mengenal Yuda, demikian dia disapa.
Yuda telah menjalani proses panjang hingga memutuskan berhijrah.
Proses hijrahnya Yuda diapresiasi oleh seorang takmir Masjid, Syarifudin. Ia merasa senang, Yuda kini kembali mendalami ilmu agama.
Dia berharap Yuda menjadi manusia yang lebih baik dan bisa bertemu dengan ibunda yang telah lama terpisah dengannya.
"Kita sebagai takmir bangga dan ikut bahagia melihat Mas Yuda kembali menjadi orang yang baik.
Semoga bisa terus dipegang dan segera dipertemukan dengan ibunya," harap Syarifudin.
Tato mata dajal hingga Joker
Yuda memiliki tato sejak usia sekitar 12 tahun, yakni saat lulus SD.
"Sejak lulus SD sekitar umur 12 tahun, pertama kali di tato di bagian wajah, gambar air mata di dekat mata kanan dan kiri.
Artinya, biar enggak cengeng dan tambah kuat. Awalnya enggak boleh, tapi saya bandel," ujar Yuda saat ditemui Kompas.com, Jumat (15/1/2021).
Seiring berjalannya waktu, tato terus bertambah dari tangan, wajah, hingga ke sekujur tubuhnya.
Tato diperoleh dari teman-temannya sebagai kenang-kenangan.
"Ada gambar mata Dajjal di panggung, gambar Bunda Maria di lengan kiri, gambar muka setan di telapak tangan kiri, dan gambar Joker di lengan kanan.
Lalu gambar bio mekanik di wajah. Kalau keluar kota dapat kenang-kenangan tato dari teman," ujar dia.
Sebagai pengingat atas masa lalunya, Yuda tak berusaha menghapus tato tersebut.
"Saya tidak menyesal dan tak ada niat menghapus. Biar tahu zaman jahiliyah kita. Jadi kita tahu sudah kembali ke jalan yang benar. Nanti biar nanti di akhirat saja yang tahu itu salah dan benar," ungkapnya.
Jadi anak punk
Koleksi tato di tubuhnya tidak lepas dari kehidupan Yuda yang bergaul dengan anak punk.
Padahal sebelumnya, dia merupakan santri saat duduk di bangku taman kanak-kanak dan SD di Klaten.

Ahmad Nur Kusuma Yuda ditemui di Masjid Jami Al-Istiqomah Jalan Kusuma Wardani, Pleburan.
Lulus SD, Yuda melanjutkan pendidikan di pesantren dakwah di Salatiga.
Dia kemudian kabur karena tidak betah hingga memilih hidup di jalan sebagai anak punk.
"Dulu saya pernah kabur dari pesantren. Memilih hidup di jalan. Nyari teman ke Semarang, lalu ke Jakarta. Terus jalan ke Merauke, Bali, dan Aceh," jelas Yuda.
Yuda pun mencari uang dengan cara mengamen, tukang tato dan berjualan kaus.
"Datang ke acara-acara cari teman buat silaturahmi. Jualan kaus buat hidup dan ngamen di jalan," ucap dia.
Renungan sebelum Ramadhan
Menjelang Ramadhan tahun lalu, Yuda merenungkan kehidupannya. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali mendalami ilmu agama yang sudah lama dia tinggalkan.
Dia kembali ingat-ingat hafalan surat Al Quran yang sebetulnya sudah mencapai 24 juz semasa di pesantren.

Ahmad Nur Kusuma Yuda saat mengumandangkan adzan di Masjid Jami Al-Istiqomah Jalan Kusuma Wardani, Pleburan.
Dia juga menemui para ulama untuk memperdalam ilmu agamanya dan berharap dapat berdakwah di kemudian hari.
"Habis Lebaran tahun ini saya keluar empat bulan (berdakwah). Sekarang ini memperbaiki bacaan Al Quran saya dulu, mengulang hafalan yang sudah 24 juz," katanya.
Yuda bercerita, ulama di Jawa Barat memberinya nama Sa'ad Al-Maliki yang diambil dari nama salah satu sahabat Rasullullah.
"Nama sahabat Rasulullah, Sa'ad. Tidak terkenal di bumi, tapi terkenal di langit," katanya.
Urus masjid
Yuda kini setiap hari terus membantu mengurus Masjid Al-Istiqomah yang berada di Jalan Kusuma Wardani, Peleburan.
"Saya tinggal di sini sekarang, bantu-bantu bersih-bersih, adzan, memang harus adaptasi, Alhamdulilah di sini menerima saya," ungkapnya.
Dia tidak menampik jika sosoknya sering dipandang sebelah mata oleh beberapa orang.
"Pandangan pertama orang-orang di masjid mereka tadinya pada takut. Pas waktu shalat banyak dilihatin orang. Mereka pada bingung. Tapi, yang penting saya sudah niat dan berusaha. Akhirnya sekitar sebulan mereka sudah mulai terbiasa dan menerima," tuturnya.
Selain bercita-cita menjadi pendakwah, Yuda juga ingin membangun keluarga kecil, memperoleh pekerjaan dan bisa membahagiakan orang tua.
Akan tetapi Yuda sudah lama tidak bertemu dengan ibunya. Ibu dan ayahnya sudah berpisah. Sedangkan Yuda merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
"Dari kecil tidak pernah ketemu ibu, saya ingin ketemu, tapi Allah belum mempertemukan lagi. Dengar-dengar di Kalimantan, tapi saya menunggu Allah mempertemukan," ujarnya.
Baca Juga: Beredar Video Bantuan Gempa Majene Diduga Dirampas Warga Hingga Bikin Heboh, Mensos Risma Buka Suara
(Sumber: Kompas.com/Riska Farasonalia)