Langkah militer AS tersebut ditafsirkan sebagai unjuk kekuatan untuk meredam provokasi dari Korea Utara.
Itu terjadi setelah Korea Utara menunjukkan kemampuan rudal baru selama parade militernya pada 10 Oktober.
Rudal baru itu mengejutkan, karena jauh lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya, dan termasuk rudal balistik peluncur kapal selam berbahan bakar padat (SLBM) baru.
Korea Utara biasanya mengeluarkan sejumlah hinaan menjelang pemilihan umum AS.
Sebelumnya Korea Utara telah menghina kepala negara, memanggil anggota parlemen individu dan menyarankan pemilih AS untuk mendukung kandidat tertentu.
Menjelang pemilu 2016 lalu, media pemerintah Korea Utara memuji Donald Trump, menggambarkannya sebagai "politisi yang bijaksana" dan "kandidat yang berpandangan jauh ke depan".
Sebaliknya, editorial di DPRK Today menyebut kandidat dari Partai Demokrat Hillary Clinton sebagai "membosankan".
Analisis oleh lembaga pemikir nonpartisan Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) menemukan bahwa Korea Utara melakukan tindakan provokatif rata-rata dalam 4,5 minggu sebelum atau setelah pemilihan paruh waktu atau pemilihan presiden dalam rentang waktu 64 tahun.
Studi tersebut mengamati hinaan yang dibuat oleh negara bagian Kim Jung-Un selama 32 pemilu sejak 1956.