Fotokita.net - Gadis di China tewas karena tersedak, wanita Bekasi ini lumpuh akibat minum boba, begini fakta sebenarnya.
Boba tea masih menjadi minuman kekinian yang digandrungi kaum milenial.
Makin banyak gerai menjajakan minuman manis dengan tambahan bola-bola dari tepung tapioka ini.
Namun, di balik rasa manis boba tea, minuman ini bisa jadi bumerang dan membahayakan nyawa. Salah satunya dialami oleh perempuan China (19) yang tewas karena tersedak tiga butir boba.
Dilansir See Hua Daily edisi Juli 2019, gadis itu tiba-tiba sulit bernapas ketika sedang minum boba tea.
Tak lama kemudian tangannya membiru, tanda kekurangan oksigen. Sayang, ketika dilarikan ke rumah sakit, nyawanya tak dapat tertolong.
Dari peristiwa di atas, mungkin sebagian dari kita bertanya-tanya bagaimana bisa boba membuat seseorang tersedak dan akibatnya sangat fatal?
Dokter Muhammad Faham S yang praktik di Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) An Nur Yogyakarta mengatakan, sangat mungkin seseorang tersedak karena boba tea.
Bukan tidak mungkin pula, peristiwa ini menyebabkan kematian. "Sebenarnya semua makanan atau minuman bisa buat tersedak," kata dokter Faham.
"Tapi, karena bubble (boba) biasanya berukuran lumayan besar dan kenyal, bisa sampai meninggal. (Ini) karena makanan itu (boba) menyumbat jalan napas saat tersedak," imbuhnya.
Agar tidak tersedak saat minum boba tea, Faham menyarankan untuk benar-benar mengunyah boba sampai cukup lembut hingga rasanya mulai hambar.
Jangan sekali-kali menelan boba dalam keadaan utuh.
Kenapa harus benar-benar hancur dan lembut?
Pada prinsipnya, semua makanan dan minuman yang kita telan akan melewati esofagus atau kerongkongan yang diameternya tak lebih dari 2 sentimeter.
Bayangkan kalau makanan yang berukuran cukup besar seperti boba langsung masuk ke kerongkongan tanpa melalui proses pelumatan. Bukan tidak mungkin, kita akan tersedak.
"Kalau tersedak, makanan akan masuk ke saluran napas. Nah, walaupun (makanan) sudah halus, tetap bisa menimbulkan sumbatan,” ujarnya.
Selain melumatkan makanan hingga lunak, Faham juga mengingatkan untuk tidak berbicara ketika sedang mengunyah.
Mungkin Anda termasuk salah satu penggemar minuman dengan rasa manis yang disebut dengan boba atau bubble, yang terbuat dari tepung tapioka?
Namun hati-hati, mengonsumsi boba atau bubble terlalu banyak dapat menyebabkan penyakit diabetes, yang jika tak segera ditangani bisa berlanjut pada komplikasi, hingga menyebabkan kelumpuhan.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, seorang wanita berusia 20 tahun asal Bekasi, bernama Ranya membagikan pengalaman pribadinya, terkait efek samping dari kegemarannya mengonsumsi boba atau bubble.
Pengalaman pribadi yang dikisahkan oleh Ranya melalui akun media sosial Twitter @dangobulet langsung menjadi sorotan masyarakat, sebab banyak orang yang juga menggemari boba.
Saat dikonfirmasi, Ranya mengaku bahwa dalam satu hari dia bisa mengonsumsi dua gelas boba.
Ia biasanya mengonsumsi boba tiga sampai empat hari dalam seminggu. Kebiasaannya ini mulai ia lakukan sejak Desember 2019.
Selama mengonsumsi boba, Ranya merasa tidak merasa ada yang aneh pada tubuhnya.
Hingga suatu ketika, perempuan berusia 20 tahun ini merasakan kebas pada kaki. Selama enam hari, rasa kebas pada kakinya tak kunjung hilang.
Kakinya kemudian mengalami lumpuh sementara. Ranya lalu memutuskan untuk memeriksakan kondisinya ke dokter pada Maret 2020, dan didiagnosis Diabetes Melitus tipe-2.
"Dibawa ke dokter umum, bilangnya cuma kekurangan vitamin D. Ternyata masih terasa berkedut, bahkan pas jalan kayak meleyot (layu) gitu kakinya.
Akhirnya dibawa ke dokter penyakit dalam dan dicek ternyata sudah DM (diabetes melitus) tipe-2," kata dia.
Namun, benarkah terlalu banyak mengonsumsi boba atau bubble tea bisa sebabkan diabetes hingga kelumpuhan?
Menjawab persoalan ini, pada Senin (28/9/2020) Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Endokrin, Metabolik dan Diabetes dr Wismandari Wisnu SpPD-KEMP menjelaskan.
Menurut Wismandari, seseorang yang banyak konsumsi makanan atau minuman mengandung lemak dan gula, maka akan mudah terkena diabetes.
"Tapi ini bukan proses yang cepat, perlu waktu agar gula darah seseorang bisa naik, kemudian menjadi pre diabetes dan akhirnya menjadi diabetes," kata dia.
Bahayanya, ketika sudah dalam kondisi diabetes pun, terkadang seseorang belum mengalami gejala, sehingga tidak segera berkonsultasi dengan ke dokter.
Wismandari mengatakan, seringkali pasien datang kepada dokter justru karena komplikasi dari diabetes, seperti berikut:
- Serangan jantung
- Stroke
- Gagal ginjal
- Kebutaan
- Luka di kaki yang sukar sembuh
- Kesemutan atau baal (nyeri)
- Impotensi
- Keputihan dan lain-lin
"Atau datang karena infeksi, tapi kemudian didapatkan kadar gula darah yang tinggi," kata dia.
Seperti yang terjadi pada Ranya, menurut dia, bukanlah sesuatu yang terjadi secara mendadak.
Kemungkinan gula darah sudah meningkat selama beberapa waktu tanpa disadarinya, karena tidak ada gejala apapun.
"Dan itu sering terjadi (gula darah naik tanpa ada gejala fisik)," jelasnya.
Setelah, beberapa lama gula dalam darah meningkat, maka komplikasi mulai terjadi.
Salah satunya adalah komplikasi saraf, bisa saraf perifer berupa kesemutan, baal atau nyeri yang paling sering terjadi di ujung kaki atau tangan, dan komplikasi berupa stroke yang bisa menyebabkan lumpuh.
"Komplikasi yang juga sering terjadi adalah ke kaki, di mana terjadi kerusakan pada saraf tepi dan juga aliran darah, sehingga jika terjadi luka sukar untuk sembuh, kemudian bisa diamputasi," ujarnya.
(Kompas.com/Ellyvon Pranita)