Fotokita.net - Di tengah wabah Covid-19 yang kembali melonjak, Jepang juga sedang mewaspadai gerakan militer China. Akibatnya, konflik wilayah perairan tak hanya terjadi Laut China Selatan, tetapi juga meluas ke Laut China Timur yang termasuk kawasan Samudera Pasifik.
Sengketa Jepang dan China bermula kawasan perairan yang membatasi kedua negara tetangga dekat itu, Laut China Timur. Di sana, Beijing dan Tokyo memperebutkan Pulau Senkaku, atau yang biasa disebut China sebagai Pulau Diaoyu.
China dilaporkan telah mengangkat larangan kapal China beroperasi di dekat pulau itu. Padahal pulau itu masih dalam kendali Jepang sepenuhnya.
Oleh sebab itu tiba-tiba ada lusinan kapal ikan milik China beroperasi di perairan dekat pulau tersebut.
Hal tersebut membuat Jepang resah dan kesal, sedangkan China bersikeras Jepang tidak memiliki hak untuk mengusir kapal-kapal ikan itu pergi.
Mengutip South China Morning Post, Jepang harus menghadapi lusinan kapal ikan China yang melanggar Zona Ekonomi Eksklusif Jepang.
Mereka telah peringatkan bahwa militer mereka siap untuk merespon intrusi apapun.
Jika Beijing bermain nakal dan mulai menambak ikan di dekat Pulau Senkaku/Pulau Diaoyu, maka tentunya ketegangan terkait kedaulatan kedua negara akan pecah.
Analis peringatkan Tokyo memiliki pilihan terbatas untuk merespon paling banyak 100 kapal, terutama jika kapal ikan itu didampingi oleh kapal penjaga pantai China.
Dilaporkan di koran Jepang Sankei, bahwa Beijing mengatakan kepada Tokyo pelarangan operasi kapal ikan China di perairan tersebut akan hangus pada 16 Agustus.
Beijing telah perbarui cara untuk mengklaim kedaulatan terhadap pulau itu dan perairan di sekitarnya.
Beijing juga sebutkan Jepang tidak memiliki hak untuk menuntut kapal ikan hentikan aktivitas mereka.
Menteri Pertahanan Taro Kono merespon pada 4 Agustus, mengatakan pada konferensi pers bahwa Pasukan Pertahanan Negara (SDF) siap merespon.
Saat ditanya unit apa yang akan muncul dan aksi yang akan dilakukan, Menteri menolak menjelaskan lebih jauh.
Sankei mengutip pejabat pemerintah senior yang sebutkan peringatan Beijing sebagai "deklarasi pendendam yang berniat untuk mengesahkan provokasi setelah akhir pelarangan aktivitas pemancingan ikan."
Sebelumnya hal yang sama telah terjadi pada 2016, dan saat itu 72 kapal ikan ditemani dengan 28 kapal pemerintah beroperasi di perairan tersebut selama 4 hari penuh, bebas dari hukuman.
Kapal penjaga pantai China telah mendesak terus-terusan selama 18 bulan, memaksa masuk ke wilayah teritori Jepang atau zona sengketa di sekitar pulau tersebut dan mengabaikan permintaan untuk pergi.
Sampai saat ini, kapal-kapal pemerintah China selalu muncul di wilayah tersebut selama 111 hari berturut-turut sebelum akhirnya pergi karena ada badai.
"Terlihat sangat jelas jika China berusaha menggantikan penjaga pantai Jepang di perairan tersebut dalam koridor kemampuan mengontrol dan mengamankan kapal lain." ujar Garren Mulloy, profesor hubungan internasional di Daito Bunkyo University, spesiaslis isu keamanan regional.
"Itu artinya mereka secara efektif mengganti pemerintah lokal di pulau itu dan menggunakan itu untuk lancarkan klaim mereka terhadap kontrol kedaulatan.
"Itu tentunya sangat serius dan layaknya mimpi buruk bagi Jepang."
Keterbatasan militer Jepang
Mulloy mengatakan penjaga pantai Jepang sudah kewalahan dengan banyaknya tugas.
Satu unit di utara memonitor militer Rusia, lainnya beroperasi di Laut Jepang untuk menangkap kapal-kapal penangkap ikan Korea Utara dan lainnya beroperasi di perairan Jepang.
China, dengan militer angkatan laut lebih besar dan penjaga pantai yang jauh lebih banyak, paham akan keterbatasan itu dan memanfaatkannya sebaik mungkin, ujar Mulloy.
"Penjaga pantai mungkin mampu mengatasi setengah lusin kapal penangkap ikan, tapi jika ada 200 kapal beserta kapal pemerintah, tentunya Jepang benar-benar akan luncurkan SDF.
Mulloy sendiri mengaku ia mengharapkan Pasukan Pertahanan Negara Maritim Jepang (MSDF) bersiap-siap untuk konfrontasi apapun.
Namun harus di jarak aman yaitu sekitar 180 km dari titik potensi konfrontasi, sehingga bisa buat kapal MSDF untuk mendukung para penjaga pantai tapi cukup dekat jika ada kemungkinan kecelakaan dan kapal tenggelam.
Dengan jarak itu, Jepang juga bisa berargumen mereka tidak memperburuk suasana.
MSDF justru akan menggunakan pesawat pengawasnya untuk melacak kapal di permukaan dan kapal selam yang beroperasi di tempat tersebut.
Tujuannya adalah menyediakan peringatan dini bagi kapal di atas permukaan,
Meski begitu, seorang profesor hubungan internasional di Tokyo International Univeristy, Akitoshi Miyashita, mengatakan jika SDF masih belum mampu mengusir mereka.
"Militer yang ada hanya terbatas, lebih baik tunjukkan kerjasama dan mendemokrasikan jika Jepang ingin berkomunikasi dengan pemerintah China dengan baik.
Mengapa Beijing berperang dengan siapa saja
Mulloy mengatakan China tampaknya "sedang mengajak perang semua orang saat ini," dengan merujuk sejumlah konfrontasi di Laut China Selatan, Taiwan dan perbatasan India.
"Mereka sangat provokatif dan itu membingungkan karena mereka tidak perlu seperti itu," ujarnya.
"Hubungan Jepang dan China belum pernah sejelek ini tapi rupanya memburuk karena Xi Jinping batalkan rencana kunjungi Jepang.
"China mungkin berpikir semua menentangnya, tapi harus ingat jika semua yang Beijing lakukan berarti sesuatu.
"Semuanya serba strategis, mereka sepertinya mati dalam mendapatkan kontrol Senkaku karena jika menang maka mereka tunjukkan pada semua negara jika mereka sanggup mengklaim manapun yang mereka inginkan.
Itu juga bisa menjadi pesan terhadap Taiwan.
Di tengah ketegangan pasukannya dengan China, kesehatan Perdana Menteri Shinzo Abe sedang diperbincangkan, menyusul adanya laporan ia diperiksa selama berjam-jam di rumah sakit.
Sebelumnya masa jabatan pertama Abe berakhir salah satunya karena masalah kesehatan. Kemudian pada Senin (17/8/2020), Abe keluar dari rumah sakit di Keio University Hospital Tokyo, setelah diperiksa lebih dari tujuh jam, dan pergi dengan mobil tanpa mengatakan sepatah kata pun, menurut tayangan televisi lokal yang dilansir AFP.
Di rumah sakit itu dulu Abe sempat dirawat karena kolitis ulseratif (peradangan usus besar). Abe yang mendadak mendatangi rumah sakit pada hari ini memicu spekulasi di media lokal tentang kesehatannya.
Sebuah laporan dari majalah mingguan pada Juli mengklaim, Abe muntah darah. Namun, Juru Bicara Pemerintah Yoshihide Suga bersikeras bahwa perdana menteri sehat.
Kemudian baru-baru ini, kesehatan Abe dipertanyakan lagi karena dia enggan mengadakan konferensi pers.
Padahal, kritik sedang deras mendera Pemerintah Jepang atas penanganannya terhadap virus corona dengan jumlah kasus yang melonjak.
Para analis mengatakan, Abe kesulitan menjawab pertanyaan di depan umum, dan salah satu stasiun televisi setempat melaporkan bahwa Abe berjalan lebih lambat akhir-akhir ini di kantor perdana menteri.
Media lokal yang dikutip AFP pada Senin mewartakan, Abe sudah menyelesaikan pemeriksaan kesehatan rutin tahunnya pada Juni, lalu mengutip seorang ajudan yang bilang bahwa PM sekarang menjalani "pemeriksaan kesehatan rutin satu hari" tambahan.
Akhir pekan lalu, seorang anggota senior Partai Demokrat Liberal-nya Abe tampak menyarankan agar perdana menteri berusia 65 tahun itu perlu istirahat.
"Kami perlu memaksanya istirahat meski hanya beberapa hari," kata Akira Amari kepada stasiun televisi lokal.
Abe sekarang adalah PM dengan masa jabatan terlama di "Negeri Sakura", tetapi masa jabatan pertamanya berakhir mendadak pada 2007.
Ia tiba-tiba mundur setelah hanya satu tahun menjabat, dan menyebutkan faktor kesehatan adalah salah satunya.
Saat itu Abe didiagnosis menderita radang usus besar, tetapi saat terpilih lagi sebagai PM Jepang pada 2012, dia menyebut sudah mengatasi kondisinya dengan pengobatan baru.
Dampak wabah virus corona di Jepang memang lebih kecil dibandingkan negara-negara maju lainnya, tetapi Abe tetap tak luput dari kritik karena beberapa kebijakannya gagal dalam menangani krisis.
Programnya mendistribusikan masker kain ke setiap rumah tangga mendapat banyak cemoohan, dan secara memalukan dia dipaksa memutar balik distribusi dana stimulus.
(Kompas.com)