Follow Us

Viral Strategi Melawan Covid-19, Ternyata Pemerintah Pakai 80% Psikologi yang Dianggap Meningkatkan Imunitas, Sisanya Medis: 'Pantesan Ambyar'

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Sabtu, 20 Juni 2020 | 10:07
Satu keluarga yang terdiri dari bapak, istri dan tiga orang anak positif Covid-19 warga Perumahan Pondok Galeria Desa Padang Sambian Kelod.
Sonora.ID/I Gede Mariana

Satu keluarga yang terdiri dari bapak, istri dan tiga orang anak positif Covid-19 warga Perumahan Pondok Galeria Desa Padang Sambian Kelod.

Sementara itu penanganan psikologis sebenarnya juga bagian dari medis. Bayu menyebut, penanganan Covid-19 yang kurang tepat bisa menyebabkan suatu negara kewalahan menghadapi virus ini.

Dia mencontohkan, Amerika Serikat dan Brasil termasuk negara yang kewalahan. Namun negara-negara itu tidak terang-terangan seperti Indonesia yang mengatakan penanganan Covid-19 menggunakan psikologis sebanyak 80 persen.

Baca Juga: Bagaikan Bumi dan Langit dengan Krisdayanti yang Rela Operasi Plastik Supaya Awet Muda, Yuni Shara Buka-bukaan Rahasia Wajah Mulus dan Tubuh Aduhai Selama Ini

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyebut, terkait strategi pemerintah tersebut, pihaknya pernah mendengar sekitar bulan Maret lalu.

Namun pihaknya tidak mengetahui apakah strategi tersebut masih dilakukan pemerintah hingga saat ini atau tidak.

"Hanya waktu saya tahu itu, sempat saya kritik dan pertanyakan dasar ilmiahnya apa," ujar Dicky.

Baca Juga: China Memang Punya 2.200 Rudal Balistik yang Bikin Amerika Ketar-ketir, Tapi Kekuatan Itu Bisa Lenyap Seketika BIla Perjanjian Ini Diteken Tiongkok

Berbeda dengan bagan strategi melawan Covid-19, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut, persoalan Covid-19, 20 persen merupakan persoalan kesehatan, sedangkan 80 persen lainnya merupakan persoalan psikologi.

"Kalau masyarakat tidak bisa menjaga psikologi mereka sendiri, ada kecenderungan imunitas menurun, yang menyebabkan orang terkena Covid-19 dan menjadi lemah," ujar Moeldoko dikutip dari Antara (29/4/2020).

Mengenai pernyataan Moeldoko, Dicky mengatakan, hal itu bisa terjadi dalam situasi pandemi. Sebab kaitannya dengan merespons dampak psikologis.

Akibat situasi pandemi misalnya, berdampak pada anak dan tingkat perceraian seperti ada di sejumlah negara.

"Sedangkan untuk strategi pengendalian pandemi tidak bisa denga pendekatan psikologis dan tidak ada dasarnya," jelas dia.

Editor : Fotokita

Baca Lainnya

Latest