Presiden Jokowi Ucapkan Belasungkawa untuk Korban Meninggal, Lantas Bagaimana Nasib Ribuan Warga Pendatang yang Tak Lagi Punya Akibat Kerusuhan Wamena?
Kompas.com/John Roy Purba dan Twitter/Naufal Alamsyah
Dampak kerusuhan di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Papua.
"Anak-anak saya bilang 'Nggak boleh, kalau Bapak nggak keluar, kami juga nggak keluar."
Zakaryas adalah satu di antara sekitar 5.500 warga pendatang di Wamena yang keluar dari rumah mereka untuk tinggal di pengungsian. Mereka tersebar di markas Komando Distrik Militer 1702 Jayawijaya, markas Polres Jayawijaya, markas Komando Rayon Militer 1702-03 Wamena, Betlehem, gedung DPRD Jayawijaya, hingga markas Yonif Wi Mane Sili.
Suasana di Kota Wamena, Papua, pada Senin (23/09).
Tak banyak yang bisa ia lakukan. Zakaryas pun belum tahu kapan akan kembali ke rumahnya yang rusak dilempari batu oleh massa kerusuhan.
Sejak Rabu (25/09), ia lantas memberanikan diri untuk berkeliling ke daerah di sekitar rumahnya yang menjadi lokasi kerusuhan untuk memeriksa situasi.
"Kulihat banyak rumah yang terbakar, masih mencekam. Tidak ada orang lewat-lewat, satu-dua-tiga orang, sementara ada beberapa orang di luar berjaga-jaga di depan rumah masing-masing dengan bawa alat-alat tajam," kisahnya.
Zakaryas pun mengutarakan pendapatnya, bahwa pada dasarnya tidak ada warga pendatang yang mencoba membuat masalah.
"Pendatang di sini itu tidak mau menyerang, kita cuma menyelamatkan diri untuk bertahan saja, tidak ada niat kita mau bikin apa," pungkasnya.
YouTube SBS World News
Aksi pelajar di Wamena
Sementara itu, seperti Zakaryas, Ronny Hisage - yang merupakan warga Papua - mengaku masih khawatir untuk beraktivitas di luar rumah. Pasalnya, sejumlah warga pendatang masih tampak berjaga di luar sambil membawa parang dan senjata tajam lainnya.
"Kemarin sempat saya mau beli sesuatu, cari kios, saya cari kios yang agak sedikit orang (pendatang)," tutur Ronny melaui sambungan telepon (26/09).